Pilpres 2019, Komposisi Sipil-Militer Dinilai Ideal
A
A
A
JAKARTA - Respons cepat diberikan oleh Santri Militan Jokowi (SAMIJO). Kekhawatiran isu penurunan warga pro NKRI dan Pancasila bisa diatasi bila Presiden Joko Widodo (Jokowi) memimpin Indonesia di periode kedua. Sebab, Jokowi saat ini dinilai telah sukses menyatukan Indonesia.
Terkait NKRI dan Pancasila, isu penurunan warga pro NKRI dan Pancasila digulirkan LSI Denny JA, Selasa (17/7). Setelah melalui survey pada 28 Juni-5 Juli 2018 dengan melibatkan 1.200 responden, hasil mengejutkan pun didapat.
Warga yang pro NKRI dan Pancasila terus merosot hingga 10% sejak 2005. Acuannya, warga yang pro NKRI dan Pancasila berada di angka 75,3%. Lalu, jumlah 85,2% pada 2005.
LSI Denny JA menyebutkan ada beberapa indikator pemicu penurunan warga pro NKRI dan Pancasila ini. Ada isu ekonomi dan munculnya paham alternatif. Paham alternatif ini menyebar melalui kelompok diskusi, organisasi, dan media sosial. Untuk membendung isu itu, sejak awal Jokowi sudah membentuk Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
"Secara perinsip, Pak Jokowi ini sebenarnya sudah berhasil menyatukan Indonesia. Keberhasilan dan realisasi dari program-programya itu yang sebenarnya menyatukan Indonesia. Pak Jokowi fokus pada pembangunan luar Jawa. Hal ini menekan ketimpangan Jawa dan luar Jawa," ungkap Koordinator II SAMIJO Kabupaten Pangandaran Wowo Kustiwa, Kamis (19/7/2018).
Pembangunan infrastruktur besar memang dilakukan Jokowi di luar Jawa. Sumatera akhirnya memiliki tol. Anggaran Rp16 Triliun juga disuntikan ke daerah perbatasan mulai dari Kalimantan Barat hingga Kalimantan Utara. Pembangunan Pelabuhan Laut Dalam di Papua yang meliputi Sorong, Manokwari, Jayapura, dan Merauke. Infrastruktur jalan juga menghubungkan kota-kota di Papua.
Pebangunan Trans Papua juga dilakukan dengan panjang 4.320 kilometer. Tol ini menghubungkan kota-kota seperti Sorong, Manokwari, Wamena, Jayapura, hingga Merauke. Khusus untuk tol Timika-Oksibil bisa tersambung pada 2018 ini. Pada satu tahun awal kepemimpinannya, ada 15 pembangunan bandara baru di wilayah terluar Indonesia.
Pulau Sulawesi juga dibangun jalur kereta api cepat dengan rute Makassar-Pare Pare. Lalu, tahun depan jalur Kereta Api Trans Sulawesi dari Manado menuju Makassar sudah beroperasi. Perekonomian area Kalimantan Timur disupport melalui pabrik pupuk terbesar di Asia Tenggara. Kapasitas produksinya mencapai 825 ribu ton per tahun. Masalah listri luar Jawa diatasi dengan membangun pembangkit baru.
"Pak Jokowi membangun masyarakat di luar Jawa di segala sektor. Jadi keberhasilan ini sudah cukup kuat untuk menaikan elektabilitas. Hal ini jelas sangat riil, sebab Pak Jokowi populer karena prestasinya. Masyarakat juga sudah tahu akan hal ini," katanya lagi.
Lebih lanjut, LSI Denny JA pun memberi rekomendasi figur ideal bagi cawapres pendamping Jokowi. Idealnya Jokowi didampingi figur seorang negarawan yang bisa merangkul semua pihak. Bukan hanya itu, cawapres juga harus mampu merawat keberagaman. Wowo menambahkan, komposisi sipil-militer di Pilpres 2019 menjadi ideal untuk menjawab luasnya geografis Indonesia.
"Kami tidak akan mempermasalahkan siapa cawapres pendamping Pak Jokowi. Asal presidennya Pak Jokowi, isu penurunan warga pro NKRI dan Pancasila bisa ditekan. Tapi, untuk memenuhi kebutuhan luasnya geografis Indonesia maka komposisi sipil-militer ini ideal. Artinya cawapres bisa dari kalangan militer. Kan banyak juga jenderal yang religius," tegas Wowo lagi.
Sementara, Sesepuh Pondok Pesantren Al-Badriyah, Cirebon, KH Arif Suhartono mengatakan, Indonesia saat ini memiliki 3 pilar kekuatan. Ada kalangan militer, Polisi, dan para ulama beserta santrinya. Dan, sinergi dari ketiganya saat ini sangat diperlukan untuk mengawal Indonesia. Militer pun strategis, sebab mereka menjadi penjaga pertahanan dan kedaulatan negara.
"Militer, Polri, dan ulama ini harus bersinergi. Tentara ini lahir dari rakyat, lalu bahu membahu dengan ulama membangun negeri. Lalu, posisi strategis dimiliki ulama sebagai penengah juga konsolidator rakyat dan bangsa. Untuk Polisi, mereka ini kekuatan keamanan untuk menghalau terorisme," pungkas Arif.
Terkait NKRI dan Pancasila, isu penurunan warga pro NKRI dan Pancasila digulirkan LSI Denny JA, Selasa (17/7). Setelah melalui survey pada 28 Juni-5 Juli 2018 dengan melibatkan 1.200 responden, hasil mengejutkan pun didapat.
Warga yang pro NKRI dan Pancasila terus merosot hingga 10% sejak 2005. Acuannya, warga yang pro NKRI dan Pancasila berada di angka 75,3%. Lalu, jumlah 85,2% pada 2005.
LSI Denny JA menyebutkan ada beberapa indikator pemicu penurunan warga pro NKRI dan Pancasila ini. Ada isu ekonomi dan munculnya paham alternatif. Paham alternatif ini menyebar melalui kelompok diskusi, organisasi, dan media sosial. Untuk membendung isu itu, sejak awal Jokowi sudah membentuk Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
"Secara perinsip, Pak Jokowi ini sebenarnya sudah berhasil menyatukan Indonesia. Keberhasilan dan realisasi dari program-programya itu yang sebenarnya menyatukan Indonesia. Pak Jokowi fokus pada pembangunan luar Jawa. Hal ini menekan ketimpangan Jawa dan luar Jawa," ungkap Koordinator II SAMIJO Kabupaten Pangandaran Wowo Kustiwa, Kamis (19/7/2018).
Pembangunan infrastruktur besar memang dilakukan Jokowi di luar Jawa. Sumatera akhirnya memiliki tol. Anggaran Rp16 Triliun juga disuntikan ke daerah perbatasan mulai dari Kalimantan Barat hingga Kalimantan Utara. Pembangunan Pelabuhan Laut Dalam di Papua yang meliputi Sorong, Manokwari, Jayapura, dan Merauke. Infrastruktur jalan juga menghubungkan kota-kota di Papua.
Pebangunan Trans Papua juga dilakukan dengan panjang 4.320 kilometer. Tol ini menghubungkan kota-kota seperti Sorong, Manokwari, Wamena, Jayapura, hingga Merauke. Khusus untuk tol Timika-Oksibil bisa tersambung pada 2018 ini. Pada satu tahun awal kepemimpinannya, ada 15 pembangunan bandara baru di wilayah terluar Indonesia.
Pulau Sulawesi juga dibangun jalur kereta api cepat dengan rute Makassar-Pare Pare. Lalu, tahun depan jalur Kereta Api Trans Sulawesi dari Manado menuju Makassar sudah beroperasi. Perekonomian area Kalimantan Timur disupport melalui pabrik pupuk terbesar di Asia Tenggara. Kapasitas produksinya mencapai 825 ribu ton per tahun. Masalah listri luar Jawa diatasi dengan membangun pembangkit baru.
"Pak Jokowi membangun masyarakat di luar Jawa di segala sektor. Jadi keberhasilan ini sudah cukup kuat untuk menaikan elektabilitas. Hal ini jelas sangat riil, sebab Pak Jokowi populer karena prestasinya. Masyarakat juga sudah tahu akan hal ini," katanya lagi.
Lebih lanjut, LSI Denny JA pun memberi rekomendasi figur ideal bagi cawapres pendamping Jokowi. Idealnya Jokowi didampingi figur seorang negarawan yang bisa merangkul semua pihak. Bukan hanya itu, cawapres juga harus mampu merawat keberagaman. Wowo menambahkan, komposisi sipil-militer di Pilpres 2019 menjadi ideal untuk menjawab luasnya geografis Indonesia.
"Kami tidak akan mempermasalahkan siapa cawapres pendamping Pak Jokowi. Asal presidennya Pak Jokowi, isu penurunan warga pro NKRI dan Pancasila bisa ditekan. Tapi, untuk memenuhi kebutuhan luasnya geografis Indonesia maka komposisi sipil-militer ini ideal. Artinya cawapres bisa dari kalangan militer. Kan banyak juga jenderal yang religius," tegas Wowo lagi.
Sementara, Sesepuh Pondok Pesantren Al-Badriyah, Cirebon, KH Arif Suhartono mengatakan, Indonesia saat ini memiliki 3 pilar kekuatan. Ada kalangan militer, Polisi, dan para ulama beserta santrinya. Dan, sinergi dari ketiganya saat ini sangat diperlukan untuk mengawal Indonesia. Militer pun strategis, sebab mereka menjadi penjaga pertahanan dan kedaulatan negara.
"Militer, Polri, dan ulama ini harus bersinergi. Tentara ini lahir dari rakyat, lalu bahu membahu dengan ulama membangun negeri. Lalu, posisi strategis dimiliki ulama sebagai penengah juga konsolidator rakyat dan bangsa. Untuk Polisi, mereka ini kekuatan keamanan untuk menghalau terorisme," pungkas Arif.
(maf)