Dua Poros Saling Intip Nama Cawapres
A
A
A
JAKARTA - Dua poros besar koalisi partai politik (parpol) dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 masih mengulur waktu (buying time) dalam menentukan pasangan calon presiden (capres)-calon wakil presiden (cawapres) definitif. Langkah ini dipandang sebagai bagian strategi untuk memenangkan pertarungan Pilpres 2019 yang diprediksi bakal berlangsung ketat.
"Kita tidak kaget membaca fenomena paket capres dan cawapres sengaja dibuat menggantung, baik dari poros koalisi Jokowi maupun Prabowo belum ada yang berani mengumumkan paket capres dan cawapresnya," kata Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago saat dihubungi di Jakarta kemarin.
Pangi menjelaskan penyebutan nama capres-cawapres di injury time atau last minute merupakan bagian dari taktik politik. Siasat saling tunggu itu kini sedang dimainkan masing-masing poros parpol koalisi. Karena mereka tidak mau koalisi mereka akan layu sebelum berkembang. "Wajar kemudian political game theory dijalankan, politik saling kunci mengunci parpol koalisi, sehingga tidak ada ruang komunikasi dan lobi tingkat tinggi elite sentral partai," ujarnya.
Menurut Pangi, ketika paket capres dan cawapres sudah diumumkan ke publik menjelang H-1 penutupan pendaftaran capres-cawapres di Komisi Pemilihan Umum (KPU) maka suka tidak suka parpol yang tergabung dalam koalisi harus menerima paket capres dan cawapres tersebut. "Sehingga untuk lompat pagar ke poros lain atau membentuk koalisi alternatif, juga semakin sulit karena waktu yang sangat mepet," tuturnya.
Pangi menjelaskan pembentukan koalisi ada dua pola, yakni pertama membentuk koalisi dulu lalu kemudian mencari sosok figur capres dan cawapresnya. Pola kedua mencari figur dan sosok baru, kemudian merangkul parpol koalisi untuk bergabung membangun poros. Namun, dalam pengalaman peta politik koalisi selama ini sering kali mencari figur dulu, baru membentuk poros koalisi.
"Sekali lagi, ibarat main sepak bola piala dunia, timing sangat menentukan, bermain di injury time atau last minute dengan menunggu bola umpan lambung di menit-menit terakhir bisa mengubah peta konstelasi politik, begitu juga dalam pilpres," tandasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum DPP PAN Viva Yoga Mauladi mengakui PAN memiliki kedekatan secara ideologis maupun chemistry dengan Partai Gerindra. Kebersamaan dengan Gerindra dipilih karena PAN sudah melakukan ijtihad politik menempuh jalur di luar petahana di pilpres. "Kemungkinan akan melakukan koalisi dengan Partai Gerindra tapi nanti akan diputuskan dalam rakernas PAN sekitar awal Agustus 2018, nanti batas akhirnya kan 10 Agustus 2018, jadi masih ada waktu yang masih dinamis. Sekarang tinggal proses pembentukan pematangan koalisi partai," katanya.
Namun, lanjut Viva, terkait figur capres-cawapres masih belum menemukan titik terang. PAN masih mengutamakan empat nama dari internal PAN dengan prioritas nama Ketum PAN Zulkifli Hasan. Namun, PAN juga terbuka untuk figur lain seperti Gatot Nurmantyo dan Anies. "Tapi kan Pak Gatot dan Mas Anies harus melakukan komunikasi politik terhadap partai politik yang menentukan calonnya. Tapi saya rasa pasti akan ada jawaban," ujarnya.
Menurut Viva, alasan PAN mendukung Gatot dan Anies karena keduanya tokoh nasional, memiliki tingkat elektabilitasnya yang bagus, dan memiliki integritas. Meskipun hasil survei ini masih bersifat dinamis dan akan ada survei-survei selanjutnya, ini penting dalam rangka menentukan tren. "Sementara PAN masih mengajukan empat nama itu. Bisa saja nanti Prabowo-Zulkifli Hasan. PAN masih memperjuangkan kader pan terbaik untuk maju di pilpres," imbuhnya. (Kiswondari)
"Kita tidak kaget membaca fenomena paket capres dan cawapres sengaja dibuat menggantung, baik dari poros koalisi Jokowi maupun Prabowo belum ada yang berani mengumumkan paket capres dan cawapresnya," kata Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago saat dihubungi di Jakarta kemarin.
Pangi menjelaskan penyebutan nama capres-cawapres di injury time atau last minute merupakan bagian dari taktik politik. Siasat saling tunggu itu kini sedang dimainkan masing-masing poros parpol koalisi. Karena mereka tidak mau koalisi mereka akan layu sebelum berkembang. "Wajar kemudian political game theory dijalankan, politik saling kunci mengunci parpol koalisi, sehingga tidak ada ruang komunikasi dan lobi tingkat tinggi elite sentral partai," ujarnya.
Menurut Pangi, ketika paket capres dan cawapres sudah diumumkan ke publik menjelang H-1 penutupan pendaftaran capres-cawapres di Komisi Pemilihan Umum (KPU) maka suka tidak suka parpol yang tergabung dalam koalisi harus menerima paket capres dan cawapres tersebut. "Sehingga untuk lompat pagar ke poros lain atau membentuk koalisi alternatif, juga semakin sulit karena waktu yang sangat mepet," tuturnya.
Pangi menjelaskan pembentukan koalisi ada dua pola, yakni pertama membentuk koalisi dulu lalu kemudian mencari sosok figur capres dan cawapresnya. Pola kedua mencari figur dan sosok baru, kemudian merangkul parpol koalisi untuk bergabung membangun poros. Namun, dalam pengalaman peta politik koalisi selama ini sering kali mencari figur dulu, baru membentuk poros koalisi.
"Sekali lagi, ibarat main sepak bola piala dunia, timing sangat menentukan, bermain di injury time atau last minute dengan menunggu bola umpan lambung di menit-menit terakhir bisa mengubah peta konstelasi politik, begitu juga dalam pilpres," tandasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum DPP PAN Viva Yoga Mauladi mengakui PAN memiliki kedekatan secara ideologis maupun chemistry dengan Partai Gerindra. Kebersamaan dengan Gerindra dipilih karena PAN sudah melakukan ijtihad politik menempuh jalur di luar petahana di pilpres. "Kemungkinan akan melakukan koalisi dengan Partai Gerindra tapi nanti akan diputuskan dalam rakernas PAN sekitar awal Agustus 2018, nanti batas akhirnya kan 10 Agustus 2018, jadi masih ada waktu yang masih dinamis. Sekarang tinggal proses pembentukan pematangan koalisi partai," katanya.
Namun, lanjut Viva, terkait figur capres-cawapres masih belum menemukan titik terang. PAN masih mengutamakan empat nama dari internal PAN dengan prioritas nama Ketum PAN Zulkifli Hasan. Namun, PAN juga terbuka untuk figur lain seperti Gatot Nurmantyo dan Anies. "Tapi kan Pak Gatot dan Mas Anies harus melakukan komunikasi politik terhadap partai politik yang menentukan calonnya. Tapi saya rasa pasti akan ada jawaban," ujarnya.
Menurut Viva, alasan PAN mendukung Gatot dan Anies karena keduanya tokoh nasional, memiliki tingkat elektabilitasnya yang bagus, dan memiliki integritas. Meskipun hasil survei ini masih bersifat dinamis dan akan ada survei-survei selanjutnya, ini penting dalam rangka menentukan tren. "Sementara PAN masih mengajukan empat nama itu. Bisa saja nanti Prabowo-Zulkifli Hasan. PAN masih memperjuangkan kader pan terbaik untuk maju di pilpres," imbuhnya. (Kiswondari)
(nfl)