Keluarga Berencana sebagai Hak Asasi Manusia

Kamis, 12 Juli 2018 - 09:38 WIB
Keluarga Berencana sebagai...
Keluarga Berencana sebagai Hak Asasi Manusia
A A A
JAKARTA - Setiap tanggal 11 Juli diperingati sebagai Hari Kependudukan Dunia. Adapun tema peringatan Hari Kependudukan Dunia tahun ini, yakni Keluarga Berencana sebagai Hak Asasi Manusia.

Tema ini seperti menegaskan kembali lima puluh tahun lalu, tepatnya pada 13 Mei 1968 ketika diselenggarakan konferensi internasional tentang hak asasi manusia di Teheran, Iran, Keluarga Berencana untuk pertama kalinya ditetapkan sebagai hak asasi manusia.

Bagi Indonesia, tema ini memiliki makna mendalam. Plt Kepala BKKBN Sigit Priohutomo menjelaskan, orang tua mempunyai hak dasar untuk menentukan dengan bebas dan bertanggung jawab tentang jumlah anak dan jarak antara antara anak yang satu dan yang lain.

"Bebas dan bertanggung jawab dalam hal ini artinya orang tua menilai apakah dirinya mampu dan kalau toh mampu apakah mereka tidak mengganggu hak orang lain? Apakah tidak mengganggu kesehatan ibu dan anak itu sendiri," tuturnya.

Adapun dampak ketika orang tua dapat melaksanakan KB sebagai hak asasinya menurut Sigit sangat besar. Pemberian akses secara sukarela (tanpa paksaan) akan KB memungkinkan para ibu dapat menjarangkan kelahiran yang berefek terhadap peningkatan kesehatan ibu dan juga anak.

Keluarga Berencana juga dinilai sangat berperan untuk mengurangi kemiskinan, karena kemiskinan akan bertambah ketika keluarga tidak memiliki pilihan tentang jumlah anaknya.

"Ketika ibu-ibu ber-KB maka mereka memiliki risiko kelahiran yang lebih kecil, kehamilan yang lebih sehat, dan melahirkan lebih aman, mengurangi risiko kematian ibu, dan meningkatkan kesehatan secara keseluruhan. Bayi-bayi mereka biasanya dilahirkan dengan sehat dan aman dan anak-anak mereka juga sehat sejak kehidupan awal," katanya.

Peningkatan kesehatan ini jelas Sigit akan meningkatkan ekonomi keluarga, meningkatkan investasi pendidikan, meningkatkan produktivitas, meningkatkan partisipasi angkatan kerja, dan akhirnya meningkatkan pendapatan, tabungan, investasi dan akumulasi aset.

Keluarga berencana terutama penggunaan kondom juga dapat pula mengurangi peningkatan penularan HIV/AIDS dan penyakit seksual lainnya. Jadi pemenuhan hak keluarga berencana dapat meningkatkan hak untuk memperoleh pendidikan, hak untuk lebih sehat, hak untuk hidup dengan bermartabat.

Sementara itu, terkait pemenuhan hak keluarga berencana di Indonesia, ungkap Sigit, Program KB di Indonesia dianggap sudah cukup berhasil. Dengan memenuhi hak kepada para orang tua untuk ber-KB, rata-rata jumlah anak yang dimiliki oleh seorang ibu dalam masa reproduksi mereka, atau dikenal dengan angka fertilitas total – total fertility rate (TFR) telah turun dari 5.6 anak pada awal 1970s, menjadi 2.4 anak pada tahun 2017.

Tantangan dan Strategi

Dalam memenuhi hak ber-KB kepada orang tua tersebut pemerintah menghadapi sejumlah tantangan komitmen yang dibuat oleh pemerintah pusat sering diterjemahkan secara tidak sungguh-sungguh oleh pemerintah daerah. Alokasi budget untuk program KB di daerah juga berbeda antara daerah satu dan daerah lain.

Oleh karena itu, BKKBN menetapkan sejumlah kebijakan dan strategi dalam melaksanakan Program KB dan KR. Kebijakan tersebut adalah meningkatkan akses pelayanan KB dan KR yang merata dan berkualitas.

Dalam hal ini BKKBN menetapkan strategi penguatan dan pemaduan kebijakan dalam sistem SJN Kesehatan (kemudahan akses terhadap fasilitas pelayanan KB di setiap tingkatan wilayah); penggerakan pelayanan MKJP serta KB pascapersalinan dan pascakeguguran; peningkatan jaminan ketersediaan alokon & sarana pelayanan KB; peningkatan pelayanan secara statis dan dan bergerak di DTPK; peningkatan kapasitas tenaga medis dan penguatan kapasitas tenaga lapangan untuk mendukung penggerakan dan penyuluhan KB; Promosi dan konseling kesehatan dan hak-hak reproduksi; serta Penguatan kemandirian ber-KB.

Untuk melaksanakan kebijakan dan strategi tersebut ungkap Sigit, BKKBN menemukan sejumlah tantangan. "Berkaitan dengan kepesertaan KB, disparitas antarwilayah dan juga rendahnya peserta KB metoda jangka panjang,"ungkapnya.

Dia menyatakan KB all method meningkat menjadi 63,6%, namun KB modern mengalami penurunan (57,2%), hal ini karena adanya peningkatan metode KB tradisional dari 4% menjadi 6,4% (SDKI 2017). "Disparitas Kesertaan Ber KB antar provinsi juga dinilai belum merata (25,8% di Papua Barat sampai 35,59% di Kalimantan Tengah 69,4% (SDKI 2017). Unmet Need masih tinggi sebesar 10,46 (SDKI 2017). Angka putus pakai masih tinggi Pil sebesar 46,1% dan Suntik sebesar 28,7% (SDKI 2017)

Capaian peserta KB baru (PB) tidak berdampak terhadap penambahan Peserta KB aktif (PA). Kontribusi KB Pascapersalinan dan Pascakeguguran terhadap capaian PB masih rendah hanya sebesar 22,4% . KB Metoda jangka Panjang (MKJP) mengalami peningkatan, namun angka putus pakai MKJP masih cukup tinggi (IUD 9%, Implan 6,4%) (SDKI 2017)," paparnya.

Selain itu sejumlah faskes yang memperoleh sarana dan alokon masih belum memenuhi target. Jumlah Faskes KB yang bekerja sama dengan BPJS Kes masih rendah (47,62%) bahkan 93% dominasi Faskes KB Sederhana yang hanya mampu melayani pil, suntik dan kondom

Untuk mengatasi permasalahan dan menghadapi tantangan tersebut, sejumlah hal dilakukan BKKBN. Hal-hal tersebut di antaranya peningkatan CPR terutama MKJP, pemenuhan kebutuhan alokon sistem cafetaria (khususnya MKJP) dan sarana di faskes, perluasan dan peningkatan pelayanan KB MKJP di faskes, jaringan dan jejaringnya, peningkatan penggerakan dan pelayanan KB termasuk KB pasca persalinan dan pascakeguguran,

Pelatihan teknis medis pelayanan KB dan kualifikasi pasca pelatihan bagi tenaga kesehatan, penguatan koordinasi dalam peningkatan cakupan dan kualitas pencatatan dan pelaporan pelayanan KB serta laporan pengendalian lapangan, penurunan unmet need, pemetaan wilayah garapan unmet need menggunakan data basis yang tersedia, optimalisasi penggerakan dan pelayanan KB di wilayah legok unmet need, mendekatkan akses pelayanan KB di DTPK dan miskin perkotaan melalui pelayanan KB bergerak, Memperluas jejaring kemitraan pelayanan KB terutama di kampung KB.Peningkatan kesertaan KB pria.
BKKBN juga melakukan penurunan angka putus pakai, penguatan konseling pada pra dan pasca pelayanan KB, Penguatan kelompok kegiatan di masyarakat melalui penyediaan materi konseling kesehatan reproduksi,

Memastikan ketersediaan alokon yang tepat jumlah dan tepat waktu di fasilitas kesehatan, Pembinaan kesertaan berKB melalui PLKB, PKB, PPKBD, sub PPKBD, Kader kelompok-kelompok kegiatan.

Tak hanya itu, BKKBN juka melakukan peningkatan kualitas pelayanan KB, penetapan standarisasi pelayanan KB, penetapan standarisasi kompetensi tenaga pelayanan KB, penetapan standarisasi FKTP swasta penyelenggara pelayanan KB, penguatan tim jaga mutu pelayanan KB melalui kemitraan (antara lain kerja sama dengan organisasi profesi), penurunan unmet need karena takut efek samping pengembangan materi KIE dan konseling tentang pemakaian kontrasepsi, sosialisasi materi KIE dan konseling tentang pemakaian kontrasepsi melalui faskes, poktan dan mitra kerja

Terkait dengan optimalisasi peran SJKN dalam peningkatan aksesibilitas dan kualitas pelayanan KB, BKKBN juga melakukan terobosan penting. Di antaranya mengidentifikasi dan meregistrasi faskes (FKTP dan FKRTL) yang telah bekerja sama dengan BPJS Kesehatan (K/0/KB), mengidentifikasi jaringan (pustu, bidan desa)/jejaring (bidan praktik mandiri) fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP), mendorong bidan praktik mandiri untuk berjejaring dengan fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP), Melakukan pemutakhiran data faskes, jaringan dan jejaringnya yang melayani kontrasepsi.

Berkoordinasi dan memfasilitasi faskes, jaringan dan jejaringnya dalam mengidentifikasi dan menganalisis kebutuhan alokon serta memastikan tidak terjadi kekosongan alokon, Melakukan identifikasi SDM pemberi pelayanan KB dan peningkatan kapasitas SDM dalam pelayanan KB terutama KB MKJP, identifikasi kebutuhan sarana penunjang pelayanan KB berdasarkan pelayanan yang diberikan, Pembinaan pencatatan dan pelaporan pelayanan kontrasepsi termasuk ketersediaan alokon, SDM dan sarana penunjang pelayanan kontrasepsi di faskes, jaringan dan jejaringnya, berkoordinasi dengan sektor terkait dan mitra kerja (Dinas Kesehatan, BPJS Kesehatan, OPD KB, organisasi profesi, dll) untuk melakukan sosialisasi secara terus menerus tentang pelayanan KB dalam JKN di faskes termasuk tata cara klaim pelayanan KB, penggerakan peserta KB JKN untuk mendapatkan pelayanan kontrasepsi di Fasilitas Kesehatan Peningkatan peran faskes dalam pelayanan KB pascapersalinan dan pascakeguguran.

BKKBN juga meluncurkan sejumlah program unggulan, di antaranya Kampung KB, optimalisasi peran Babinsa/Babinkamtibmas dalam Penggerakan calon akseptor bersama TNI dan Polri, KIE KB dan KR di daerah transmigrasi, dan desa tertinggal, bekerja sama dengan kementerian terkait, yaitu Kemendes, memfasilitasi peningkatan penggunaan alat kontrasepsi MKJP melalui penyuluh perikanan, menyosialisasikan program KB dan KR dan pelayanan KB di wilayah pesisir dan pulau-pulau Kecil, bekerja sama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), membantu melakukan sosialisasi pelayanan KB dalam Jaminan Kesehatan, bekerja sama dengan BPJS Melakukan sosilasisasi tentang bahaya Narkoba, HIV Aids, bersama BNN melakukan advokasi dan KIE, konseling serta promosi program KBKR, bersama dengan IDI dan IBI, penggerakan kader untuk sosialisasi program KKBPK, khususnya penggunaan KB MKJP dan kesehatan reproduksi bersama Tim Penggerak PKK, serta berbagai kegiatan sosialisasi dan KIE bersama mitra kerja lainnya, antara lain HOGSI, IDAI, YKI, POGI, Tokoh Agama/Tokoh masyarakat serta Promosi KB pria sebagai motivator KB Pria. (*/info)
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1509 seconds (0.1#10.140)