Daerah Desak Rekrutmen PNS

Jum'at, 06 Juli 2018 - 08:48 WIB
Daerah Desak Rekrutmen PNS
Daerah Desak Rekrutmen PNS
A A A
BOGOR - Pemerintah daerah (pemda) meminta pemerintah pusat agar mencabut moratorium dan segera membuka rekrutmen calon pegawai negeri sipil (CPNS).

Permintaan yang disampaikan para bupati lewat Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) berdasarkan kondisi banyak daerah saat ini kekurangan pegawai. Di sisi lain, setiap tahun banyak PNS yang harus pensiun. Hal tersebut mengganggu kinerja pemda.

Untuk diketahui, selama empat tahun ini pemerintah pusat memang membuat kebijakan moratorium penerimaan CPNS. Pembukaan seleksi CPNS tahun lalu pun hanya untuk kementerian/lembaga di pemerintah pusat. Pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB), sebelumnya memastikan akan membuka seleksi CPNS tahun ini.

Perkiraan jumlah formasi yang dibuka sekitar di bawah 200 ribuan. Jumlah yang jauh dari kebutuhan karena pemerintah menggunakan pendekatan minus growth. Dengan demikian, jumlah penerimaan di bawah angka pensiun. Namun kapan rekrutmen dibuka, Menpan-RB Asman Abnur menyatakan pemerintah masih melakukan verifikasi atas usulan formasi CPNS dari instansi melalui e-formasi. Dia berharap verifikasi dapat segera dituntaskan untuk mengetahui kebutuhan CPNS.

“Ini (PNS) sangat kurang. Sudah lama tidak ada penerimaan. Jadi, kami sampaikan itu kepada Bapak Presiden,” kata Wakil Ketua Umum Apkasi yang juga bupati Nias, Sokhiatulo Laoli, di Istana Bogor kemarin.

Sokhiatulo mengaku selama tujuh tahun menjadi bupati di Kabupaten Nias, baru sekali ada penerimaan CPNS. Jumlahnya pun menurut dia sangatlah sedikit, yaitu hanya 87 orang. Padahal, selama tujuh tahun dia memimpin, hampir 1.000 PNS harus pensiun. Nias sendiri, lanjut dia, membutuhkan tambahan 1.800 pegawai baru. “Daerah masih membutuhkan sumber daya manusia (SDM) untuk memaksimalkan kinerja. Ini sangat mengganggu. Semoga hal ini dapat segera direspons,” tuturnya.

Bupati Serang Ratu Tatu Cha sanah mengungkapkan keku rangan pegawai dialami hampir di seluruh daerah. Menurutnya, kekurangan ini karena jumlah pensiun tidak diimbangi dengan jumlah penerimaan. “Empat tahun ini pensiun terus-menerus, tapi penerimaan tidak ada terutama tenaga medis dan guru. Lalu, untuk Kabupaten Serang kekurangan tenaga sipil dan akuntansi,” tuturnya.

Dia pun menegaskan bahwa adanya kekurangan pegawai ini mengganggu. SDM yang ada tidak cukup maksimal untuk menuntaskan kerjaker jadi daerah. Bupati Jember Faida menyebut Presiden merespons baik apa-apa saja yang menjadi keluhan daerah. Dia mengaku puas dengan pertemuan tersebut karena dapat menyampaikan langsung apa yang menjadi kesulitan daerah.

“Kami, kepala daerah, menyampaikan masukan-masukan tersebut langsung kepada beliau, termasuk masalah rekrutmen PNS, (honorer), dan K2 yang sudah lama menunggu,” ujarnya.

Dia lantas menuturkan bahwa mayoritas daerah mengeluhkan hal serupa, yakni kekurangan PNS sebagai dampak tidak adanya rekrutmen beberapa tahun ini. Apalagi, setiap tahun pasti terdapat pegawai yang memasuki usia pensiun. Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah Robert Endi Jaweng mengatakan, pemerintah pusat tidak bisa serta-merta menerima usulan daerah. Menurutnya, banyak hal yang harus diperhatikan terutama berkaitan dengan persoalan pegawai.

“Banyak yang perlu diperhatikan. Perlu melihat distribusi pegawai setiap daerahnya seperti apa. Lalu melihat tingkat layanan publik, kompleksitas masalah daerah, luas wilayah, dan jumlah penduduk,” paparnya. Endi menilai pemerintah masih memiliki masalah dalam distribusi pegawai. Menurutnya, sebelum melakukan pengangkatan perlu dilakukan redistri busi terlebih dahulu, jangan sampai pegawai hanya menumpuk di wilayah-wilayah tertentu.

“Jangan sampai PNS hanya terpusat di Jawa ataupun kota-kota besar. Di Jawa, PNS bisa 10.000. Tempat lain hanya 1.000 atau 3.000. Semangat aparatur nasional tidak terlihat. Untuk daerah terpencil, jumlahnya sangat sedikit,” ungkapnya.

Bupati Gunungkidul Badingah mengaku kebutuhan penam bahan PNS di Gunungkidul memang mendesak dilakukan. Hal ini terutama kebutuhan guru di Gunungkidul yang sejak tahun 2015 lalu tidak melakukan rekrutmen PNS. Padahal setiap tahun banyak PNS memasuki usia pensiun.

Penjabat Bupati Purwakarta, Mohammad Taufiq Budi Santoso, mengungkapkan, masalah pegawai menjadi persoalan krusial di Kabupaten Purwakarta. Dia juga meminta pemerintah pusat melihat kapasitas fiskal daerah. Menurutnya, jika belanja pegawai saat ini sudah mencapai 50% maka pemerintah pusat tidak perlu memberikan jatah pegawai baru. Jika tetap diberikan tambahan pegawai maka ruang untuk belanja modal akan semakin kecil.

“Rata-rata nasional sampai Desember 2017 untuk belanja mo dal hanya 19,6% rata-rata. Jadi, janji kampanye yang besar-besar itu harus mengambil dari presentasi sekecil itu. Kalau sudah begitu, masa kita harus ongkosin birokrat,” paparnya. “Kalau ada permintaan menambah dengan nama yang lain maka tidak boleh. Kalau tidak, itu menyimpan bom waktu,” katanya.

Prioritaskan Honorer K2

Kepada Presiden, Apkasi meminta agar dalam rekrutmen PNS nantinya memberi perhatian pada honorer kategori dua (K2). Sokhiatulo Laoli men uturkan, perhatian perlu diberikan karena banyak honorer yang telah mengabdi puluhan tahun, tapi tidak jelas nasibnya. “Seperti K2 itu ada yang sudah 20 tahun bertugas 15 tahun 12 tahun tidak jelas nasibnya sampai sekarang. Jadi, kita minta kepada presiden supaya di angkat. Kasihan mereka,” tuturnya. Wali Kota Makassar Mohammad Ramdhan Danny Pomanto sepakat pemerintah honorer K2 diangkat sebagai PNS tanpa mengikuti seleksi CPNS. Alasannya, K2 itu sudah penga laman, sudah teruji.

“Dan, mereka juga sta tusnya masih setengah-setengah, daripada kita mengambil orang baru. Moratorium itu kan tidak ada penerimaan, jadi maunya kita K2 yang otomatis di angkat jadi ASN,” kata Danny. Menurut dia, pemberlakuan moratorium sebenarnya bukan masalah. Hanya, dalam pene rimaannya seharusnya diambil dari tenaga honorer K2. Terlebih setiap tahun, ratusan PNS memasuki masa pensiun. Sementara itu, perwakilan forum honorer kategori 2 (FHK2) Sleman FHK2 Sleman Eka Mujiyanta mengatakan agar pemerintah segera merevisi UU No 5/2014 tentang ASN. Da lam revisi itu poin krusialnya, yaitu semua honorer K2 lang sung diangkat menjadi calon ASN, tanpa harus tes ataupun batasan usia. Ketentuan itu berlaku setelah tiga tahun aturan tersebut diundangkan.

“Adanya aturan tersebut tentu menjadi angin segar bagi mereka. Sebab jika dalam pengangkatan honorer K2 menjadi calon ASN tetap melalui tes dan batasan usia, jelas tidak semua honorer K2 dapat diterima. Sebagaimana dalam pengadaan ASN dari honorer K2 sebelumnya, hanya 40% dari total honorer K2 di Sleman,” jelas honorer K2 SMPN 3 Tempel, Sleman itu. Salah seorang tenaga honorer di SMKN Plered Dede Nurhasanudin, mengaku, selama ini dirinya sudah mengabdi bertahun-tahun menjadi guru olahraga di sekolah tersebut. Dia pun merasa pesimistis akan diangkat menjadi ASN mengingat tidak ada lagi rekrutmen pegawai serta pembatasan usia.

“Saya juga sering menjadi tempat curhat teman-teman seprofesi. Tadinya mereka berharap ada nasib baik dengan adanya pengangkatan dari tenaga honorer. Namun harapan tersebut seolah pupus begitu ada pembatasan usia,”ujat Dede. Pada Mei lalu, ribuan pegawai non-PNS yang tergabung dalam Komite Nusantara Aparatur Sipil Negara dan Forum Honorer Kategori 2 Indonesia menggelar unjuk rasa di Kantor Kemenpan-RB. Mereka menuntut pemerintah memberikan keadilan bagi seluruh pekerja pelayanan publik di pemerintahan, yang berstatus sukarelawan, tenaga harian lepas, honorer, kontrak, pegawai tidak tetap, dan pegawai tetap non-PNS, yang bekerja di seluruh bidang, untuk menjadi pegawai tetap negara.

Sebelumnya, Surat Presiden (Surpres) tentang revisi UU Aparatur Sipil Negara telah dikeluarkan oleh Presiden Jokowi setahun yang lalu. Surpres ini memerintahkan tiga menteri untuk membahas revisi UU ASN. Tiga menteri ini adalah menteri pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi (menpan-RB) sebagai leading sector, menteri keuangan, dan menteri hukum dan HAM. Namun, hingga kini tidak ada tindak lanjut dari menpan-RB, termasuk belum ada Daftar Inventarisasi Masalah revisi UU ASN.

Seharusnya, dengan dikeluarkannya Surpres oleh Presiden Jokowi, menpan-RB wajib menjalankan dengan melakukan pembahasan dengan DPR RI. Untuk itu, KN ASN mendesak agar revisi UU ASN berkeadilan dapat disahkan pada 2018.
(don)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7382 seconds (0.1#10.140)