Maqdir Ismail Sebut Sjamsul Nursalim Sudah Terima R&D dari BPPN
A
A
A
JAKARTA - Keterangan saksi Farid Harianto mantan wakil ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional
(BPPN), dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, ( 28/6/2018) yang menyatakan bahwa, dokumen R&D tidak diserahkan kepada Sjamsul Nursalim, dibantah oleh Maqdir Ismail, kuasa hukum Sjamsul Nursalim.
Menurut Maqdir, "Sepanjang yang saya tahu sudah diserahkan. Kalaupun ternyata belum diserahkan ada akta notaris yang memiliki kekuatan hukum yang kuat," jelas Maqdir.
Hal tersebut dikatakan Maqdir, menanggapi pertanyaaan media, di Jakarta, Jumat (29/6/2018). Menurut dia, akta notaris adalah akta otentik yang tidak bisa disangkal kebenarannya.
"Dengan adanya akta tersebut, tidak perlu lagi ada penyerahan keterangan tertulis dari pihak BPPN," jelas Maqdir.
Dalam sidang di Pengadilan Tipikor, saksi Farid Harianto dicecar oleh jaksa penuntut umum soal penerbitan dokumen R&D, dokumen tersebut melepaskan dan membebaskan Sjamsul Nursalim dari proses hukum.
JPU mempertanyakan apa latar belakang dikeluarkannya R&D. Dijawab oleh saksi, karena Sjamsul Nursalim sudah memenuhi kewajibannya sesuai dengan perjanjian MSAA.
Kemudian jaksa mencecar lagi, apakah benar Sjamsul sudah memenuhi kewajibannya, karena ternyata masih ada yang belum tertagih, seperti uang cash Rp1 triliun. Saksi mengatakan sudah berupaya menagih, namun belum dipenuhi oleh Sjamsul Nursalim saat itu.
Jaksa yang tak puas dengan jawaban saksi, menanyakan apakah dokumen R&D diserahkan kepada Sjamsul Nursalim. Dijawab oleh saksi, kalau dokumen belum diserahkan kepada Sjamsul Nursalim, dengan alasan masih ada kewajiban Sjamsul Nursalim yang belum dipenuhi dan temuan adanya dugaan misrepresentasi, tidak sesuainya antara penyerahan asset dengan kenyataan yang sebenarnya, yakni soal asset kredit petambak dipasena.
Dalam sidang di Tipikor, saksi mengatakan bahwa pada saat penyerahan asset, Sjamsul Nursalim menginformasikan kredit petambak lancar. Namun keterangan tersebut, sempat dibantah oleh saksi yang lain, yakni Glen M Yusuf, yang menyatakan pernyataan Sjamsul Nursalim tidak ada dalam perjanjian MSAA yang menjamin utang petambak dalam kondisi lancar.
Adanya perbedaan keterangan sempat menjadi perdebatan kedua saksi. Atas pernyataan tersebut, saksi diingatkan kembali oleh JPU, bahwa keterangan di BAP berbeda dengan di sidang.
Di BAP saksi, Glen M Yusuf mengatakan, bahwa saat penyerahan asset kredit ke BPPN dikatakan lancar sedangkan pernyataan adanya jaminan utang petambak lancar di MSAA inilah yang dijadikan dasar adanya misrepresentasi.
Di persidangan kuasa hukum Syafruddin Temenggung ternyata bisa menunjukkan di dalam perjanjian MSAA tidak ada keterangan jaminan lancar dari Sjamsul Nursalim, atau ada perbedaan keterangan BAP dengan persidangan.
Syafruddin A Temenggung dalam tanggapannya di akhir sidang menyampakan bahwa faktanya, misrepresentasi adalah cerita yang dibuat para saksi. Soal kredit petambak yang tidak lancar, tak lepas dari adanya demo besar-besaran di lokasi petambak Dipasena, Lampung. Dalam audit BPK pun tidak ditemukan adanya cerita mispresentasi.
"Masalahnya BPPN saat itu tidak pernah mau menyelesaikan persoalan yang dihadapi petani tambak itu yang kami kerepotan sebagai Ketua BPPN terakhir. Jadi saya menilai persoalan misrepesentasi yang diungkap dua saksi tidak benar," jelas Syafruddin A Temenggung.
Atas keterangan saksi yang tidak benar tersebut, tim kuasa hukum Syafruddin A. Temenggung berniat akan melaporkan dua saksi tersebut ke pihak kepolisian. "Atas dugaan pemberian keterangan palsu dibawah sumpah," jelas Ahmad Yani, kuasa hukum Syafruddin Temenggung.
(BPPN), dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, ( 28/6/2018) yang menyatakan bahwa, dokumen R&D tidak diserahkan kepada Sjamsul Nursalim, dibantah oleh Maqdir Ismail, kuasa hukum Sjamsul Nursalim.
Menurut Maqdir, "Sepanjang yang saya tahu sudah diserahkan. Kalaupun ternyata belum diserahkan ada akta notaris yang memiliki kekuatan hukum yang kuat," jelas Maqdir.
Hal tersebut dikatakan Maqdir, menanggapi pertanyaaan media, di Jakarta, Jumat (29/6/2018). Menurut dia, akta notaris adalah akta otentik yang tidak bisa disangkal kebenarannya.
"Dengan adanya akta tersebut, tidak perlu lagi ada penyerahan keterangan tertulis dari pihak BPPN," jelas Maqdir.
Dalam sidang di Pengadilan Tipikor, saksi Farid Harianto dicecar oleh jaksa penuntut umum soal penerbitan dokumen R&D, dokumen tersebut melepaskan dan membebaskan Sjamsul Nursalim dari proses hukum.
JPU mempertanyakan apa latar belakang dikeluarkannya R&D. Dijawab oleh saksi, karena Sjamsul Nursalim sudah memenuhi kewajibannya sesuai dengan perjanjian MSAA.
Kemudian jaksa mencecar lagi, apakah benar Sjamsul sudah memenuhi kewajibannya, karena ternyata masih ada yang belum tertagih, seperti uang cash Rp1 triliun. Saksi mengatakan sudah berupaya menagih, namun belum dipenuhi oleh Sjamsul Nursalim saat itu.
Jaksa yang tak puas dengan jawaban saksi, menanyakan apakah dokumen R&D diserahkan kepada Sjamsul Nursalim. Dijawab oleh saksi, kalau dokumen belum diserahkan kepada Sjamsul Nursalim, dengan alasan masih ada kewajiban Sjamsul Nursalim yang belum dipenuhi dan temuan adanya dugaan misrepresentasi, tidak sesuainya antara penyerahan asset dengan kenyataan yang sebenarnya, yakni soal asset kredit petambak dipasena.
Dalam sidang di Tipikor, saksi mengatakan bahwa pada saat penyerahan asset, Sjamsul Nursalim menginformasikan kredit petambak lancar. Namun keterangan tersebut, sempat dibantah oleh saksi yang lain, yakni Glen M Yusuf, yang menyatakan pernyataan Sjamsul Nursalim tidak ada dalam perjanjian MSAA yang menjamin utang petambak dalam kondisi lancar.
Adanya perbedaan keterangan sempat menjadi perdebatan kedua saksi. Atas pernyataan tersebut, saksi diingatkan kembali oleh JPU, bahwa keterangan di BAP berbeda dengan di sidang.
Di BAP saksi, Glen M Yusuf mengatakan, bahwa saat penyerahan asset kredit ke BPPN dikatakan lancar sedangkan pernyataan adanya jaminan utang petambak lancar di MSAA inilah yang dijadikan dasar adanya misrepresentasi.
Di persidangan kuasa hukum Syafruddin Temenggung ternyata bisa menunjukkan di dalam perjanjian MSAA tidak ada keterangan jaminan lancar dari Sjamsul Nursalim, atau ada perbedaan keterangan BAP dengan persidangan.
Syafruddin A Temenggung dalam tanggapannya di akhir sidang menyampakan bahwa faktanya, misrepresentasi adalah cerita yang dibuat para saksi. Soal kredit petambak yang tidak lancar, tak lepas dari adanya demo besar-besaran di lokasi petambak Dipasena, Lampung. Dalam audit BPK pun tidak ditemukan adanya cerita mispresentasi.
"Masalahnya BPPN saat itu tidak pernah mau menyelesaikan persoalan yang dihadapi petani tambak itu yang kami kerepotan sebagai Ketua BPPN terakhir. Jadi saya menilai persoalan misrepesentasi yang diungkap dua saksi tidak benar," jelas Syafruddin A Temenggung.
Atas keterangan saksi yang tidak benar tersebut, tim kuasa hukum Syafruddin A. Temenggung berniat akan melaporkan dua saksi tersebut ke pihak kepolisian. "Atas dugaan pemberian keterangan palsu dibawah sumpah," jelas Ahmad Yani, kuasa hukum Syafruddin Temenggung.
(maf)