Fadli Zon: Pemerintah Harus Benahi Keselamatan Angkutan Laut
A
A
A
JAKARTA - Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengaku prihatin dengan insiden kapal tenggelam di perairan Danau Toba, Sumatera Utara (Sumut). Pertama, Kapal Motor (KM) Sinar Bangun yang merupakan kapal penyeberangan dari Tigaras, Kabupaten Simalungun, menuju Simanindo, Kabupaten Samosir, tenggelam di Danau Toba, pukul 17.30 WIB, Senin (18/6/2018). Kedua, KM Ramos Risma Marisi mengalami kecelakaan di antara Nainggolan, Samosir ke Pulau Sibandang, Taput, Danau Toba, Sumatera Utara, Jumat (22/6/2018) sekitar pukul 19.00 WIB.
Menurut Fadli Zon, sejauh ini sebanyak 19 orang penumpang KM Sinar Bangun selamat, 3 orang ditemukan meninggal dunia, dan 184 orang lainnya masih dalam pencarian. Sementara, korban hilang KM Ramos tercatat 1 orang, 4 lainnya selamat.
"Kita semua tentu berharap semoga para korban yang hilang bisa segera ditemukan," kata Fadli Zon dalam keterangan pers yang diterima SINDOnews, Sabtu (23/6/2018).
Selain memberikan santunan dan jaminan untuk para korban kapal tenggelam, kata politikus Gerindra ini, hal mendesak mendesak yang perlu segera dilakukan pemerintah adalah membenahi sektor transportasi laut, termasuk danau. Sebab selama Juni 2018, Fadli catat ada empat kasus tenggelamnya kapal yang mengangkut penumpang. Selain kecelakaan KM Sinar Bangun dan KM Ramos, kurang dari seminggu sebelumnya juga terjadi kasus tenggelamnya KM Albert di Pulau Maspari, Sumatera Selatan, dan KM Arista yang tenggelam di Perairan Gusung, Kecamatan Ujung Tanah, Makassar.
"Pemerintah selalu mengklaim keberhasilan pembangunan tol laut, poros maritim, dan sejenisnya, namun faktanya tingkat kecelakaan laut di Indonesia justru terus meningkat. Kecelakaan laut beruntun yang terjadi menjelang dan sesudah Lebaran ini perlu dievaluasi serius," katanya.
Angka kecelakaan transportasi laut terus naik. Data Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), pada 2016 jumlah kecelakaan laut hanya 18 kejadian, tapi sepanjang 2017, angkanya meningkat menjadi 34 kecelakaan.
Jumlah kecelakaan laut sejak 2012-2017 terdata sebanyak 107 kecelakaan, terdiri dari kasus 29 kapal tenggelam, 40 kapal terbakar, 24 kapal tubrukan, 10 kapal kandas dan 4 lain-lain. Secara keseluruhan, jumlah korban meninggal sebanyak 931, dan korban luka-luka 631. "Ini catatan buruk," katanya.
Menurut Fadli Zon, penyebab utama kecelakaan transportasi laut dan besarnya jumlah korban adalah akibat lemahnya pengawasan. "Untuk kasus KM Sinar Bangun, misalnya, bagaimana bisa kapal penumpang tak punya manifes? Bagaimana bisa kapal yang tak memiliki manifes diizinkan berlayar? Itu semua menunjukkan pengawasan sektor transportasi laut memang sangat minim. Pemerintah tidak boleh terus-menerus hanya mengurusi jalan tol atau bandara saja dan mengabaikan moda transportasi lainnya," katanya.
Ada beberapa hal, kata Fadli Zon, yang perlu dievaluasi. Pertama, KNKT semestinya tak lagi hanya menyelidiki soal penyebab terjadinya kecelakaan, tapi juga mengevaluasi prosedur boleh tidaknya sebuah kapal berlayar. Menurut UU No. 17/2008 tentang Pelayaran, otoritas pelabuhan dan Syahbandar mengemban fungsi pengawasan tersebut. Merekalah yang memungkinkan sebuah kapal bisa berlayar atau tidak.
Kedua, secara teknis kasus kecelakaan yang meminta banyak korban biasanya terjadi akibat kelebihan muatan dan penyalahgunaan peruntukan. "Pelanggaran semacam itu biasanya terjadi karena tidak ada sarana transportasi memadai yang bisa digunakan oleh penduduk, baik jumlah maupun frekuensi. Ini perlu segera diatasi oleh pemerintah. Ke depan kita berharap agar kasus-kasus semacam ini tak terulang kembali," katanya.
Menurut Fadli Zon, sejauh ini sebanyak 19 orang penumpang KM Sinar Bangun selamat, 3 orang ditemukan meninggal dunia, dan 184 orang lainnya masih dalam pencarian. Sementara, korban hilang KM Ramos tercatat 1 orang, 4 lainnya selamat.
"Kita semua tentu berharap semoga para korban yang hilang bisa segera ditemukan," kata Fadli Zon dalam keterangan pers yang diterima SINDOnews, Sabtu (23/6/2018).
Selain memberikan santunan dan jaminan untuk para korban kapal tenggelam, kata politikus Gerindra ini, hal mendesak mendesak yang perlu segera dilakukan pemerintah adalah membenahi sektor transportasi laut, termasuk danau. Sebab selama Juni 2018, Fadli catat ada empat kasus tenggelamnya kapal yang mengangkut penumpang. Selain kecelakaan KM Sinar Bangun dan KM Ramos, kurang dari seminggu sebelumnya juga terjadi kasus tenggelamnya KM Albert di Pulau Maspari, Sumatera Selatan, dan KM Arista yang tenggelam di Perairan Gusung, Kecamatan Ujung Tanah, Makassar.
"Pemerintah selalu mengklaim keberhasilan pembangunan tol laut, poros maritim, dan sejenisnya, namun faktanya tingkat kecelakaan laut di Indonesia justru terus meningkat. Kecelakaan laut beruntun yang terjadi menjelang dan sesudah Lebaran ini perlu dievaluasi serius," katanya.
Angka kecelakaan transportasi laut terus naik. Data Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), pada 2016 jumlah kecelakaan laut hanya 18 kejadian, tapi sepanjang 2017, angkanya meningkat menjadi 34 kecelakaan.
Jumlah kecelakaan laut sejak 2012-2017 terdata sebanyak 107 kecelakaan, terdiri dari kasus 29 kapal tenggelam, 40 kapal terbakar, 24 kapal tubrukan, 10 kapal kandas dan 4 lain-lain. Secara keseluruhan, jumlah korban meninggal sebanyak 931, dan korban luka-luka 631. "Ini catatan buruk," katanya.
Menurut Fadli Zon, penyebab utama kecelakaan transportasi laut dan besarnya jumlah korban adalah akibat lemahnya pengawasan. "Untuk kasus KM Sinar Bangun, misalnya, bagaimana bisa kapal penumpang tak punya manifes? Bagaimana bisa kapal yang tak memiliki manifes diizinkan berlayar? Itu semua menunjukkan pengawasan sektor transportasi laut memang sangat minim. Pemerintah tidak boleh terus-menerus hanya mengurusi jalan tol atau bandara saja dan mengabaikan moda transportasi lainnya," katanya.
Ada beberapa hal, kata Fadli Zon, yang perlu dievaluasi. Pertama, KNKT semestinya tak lagi hanya menyelidiki soal penyebab terjadinya kecelakaan, tapi juga mengevaluasi prosedur boleh tidaknya sebuah kapal berlayar. Menurut UU No. 17/2008 tentang Pelayaran, otoritas pelabuhan dan Syahbandar mengemban fungsi pengawasan tersebut. Merekalah yang memungkinkan sebuah kapal bisa berlayar atau tidak.
Kedua, secara teknis kasus kecelakaan yang meminta banyak korban biasanya terjadi akibat kelebihan muatan dan penyalahgunaan peruntukan. "Pelanggaran semacam itu biasanya terjadi karena tidak ada sarana transportasi memadai yang bisa digunakan oleh penduduk, baik jumlah maupun frekuensi. Ini perlu segera diatasi oleh pemerintah. Ke depan kita berharap agar kasus-kasus semacam ini tak terulang kembali," katanya.
(amm)