Saksi Bambang Subianto: SN Tidak Bisa Dituntut Lagi
A
A
A
JAKARTA - Mantan Kepala BPPN dan Menteri Keuangan Bambang Subianto menjadi saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) BDNI dengan terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung di PN Tipikor Jakarta Pusat.
Selaku Menteri Keuangan Bambang Subianto, ikut mengetahui dan menyetujui Perjanjian MSAA-BDNI antara BPPN dengan Sjamsul Nursalim pada tanggal 21 September 1998.
Pada periode ini, setelah Sjamsul Nursalim memenuhi semua kewajiban dalam MSAA-BDNI yaitu pembayaran sebesar Rp28,4 trilyun, maka pada tanggal 25 Mei 1999, Menteri Keuangan dan BPPN atas nama Pemerintah telah mengeluarkan 2 dokumen penyelesaian akhir MSAA BDNI.
Dua dokumen tersebut adalah shareholder loans release yang menyatakan Pemerintah Indonesia tidak akan mengambil tindakan hukum kepada Sjamsul Nursalim, BDNI serta Direksi dan Komisaris BDNI atas pelanggaran BMPK dan penggunaan BLBI sebagaimana telah diatur di dalam MSAA.
Kedua adalah dokumen liquidity support release yang menyatakan bahwa Sjamsul Nursalim telah melunasi seluruh kewajibannya dalam MSA BDNI, karena BPPN menyatakan membebaskan (release) dan melepaskan (discharge) dari kewajiban BLBI kepada Sjamsul Nursalim, Bank BDNI serta Direksi dan Komisaris atau BPPN pada tanggal 25 Mein1999 telah memberikan R&D kepada Sjamsul Nursalim.
Dengan telah keluarnya 2 dokumen tersebut, termasuj R&D, maka MSAA BDNI telah selesai (final closing). Pendapat ini juga dikuatkan hasil audit BPK RI pada 31 Mei 2002 No 02/Auditama II/A1/05/2002 yang menyatakan "BPK RI berpendapat MSAA BDNI telah selesai (final closing) tanggal 21 Mei 1999 mengingat pemegang saham (Sjamsul Nursalim) dan BPPN telah sepakat bahwa syarat utama final closing MSAA BDNI telah dilaksanakan".
Dua dokumen ini telah disampaikan kepada saksi Bambang Subianto, dan Bambang Subianto membenarkan tidak bisa dituntut lagi. "Tidak bisa dituntut lagi (SN), arti (R&D) bahasa awamnya sudah beres yang mulia," kata Bambang Subianto.
Lebih lanjut mantan Kepala BPPN Pertama ini menyatakan bahwa MSAA adalah perjanjian antara pemerintah (BPPN) dengan para obligor penerima BLBI. MSAA menggunakan pendekatan di luar pengadilan hasil keputusan rapat Menko Ekuwasbang R Hartarto dengan Menkeu, Gubernur BI, Kepala BPKP, Jaksa Agung di masa akhir Presiden Soeharto 1998.
Saat itu disampaikan pengembalian dana BLBI jika dengan cara normal lewat pengadilan akan panjang dan lama. "Maka rapat memutuskan menggunakan cara nego langsung kepada pemilik Bank penerima BLBI. Atas dasar itulah muncul perjanjian MSAA," kata Bambang Subianto.
Garis besar MSAA menurut Menteri Keuangan di era Presiden BJ Habibie ini adalah para obligor itu diminta menyerahkan aset-aset mereka para pemegan saham pengendali.
Berapa nilai aset dan lain-lain detilnya tidak diketahui oleh Bambang. Tetapi berdasarkan perhitungan BPK ada sebesar Rp144 triliun. Angka ini yang ditagihkan BI kepada Menteri Keuangan yang membuat program penjaminan.
"Saya menghadapi dilema, kalau saya tidak setujui BI bangkrut. Kalau bank sentral bangkrut negara bubar. Tetapi saya berikan catatan angka tersebut adalah angka sementara sampai ada penghitungan lembaga independen. Ini yang membuat saya selamat yang mulia" katanya di depan majelis hakim yang dipimpin hakim Suyanto SH.
Selaku Menteri Keuangan Bambang Subianto, ikut mengetahui dan menyetujui Perjanjian MSAA-BDNI antara BPPN dengan Sjamsul Nursalim pada tanggal 21 September 1998.
Pada periode ini, setelah Sjamsul Nursalim memenuhi semua kewajiban dalam MSAA-BDNI yaitu pembayaran sebesar Rp28,4 trilyun, maka pada tanggal 25 Mei 1999, Menteri Keuangan dan BPPN atas nama Pemerintah telah mengeluarkan 2 dokumen penyelesaian akhir MSAA BDNI.
Dua dokumen tersebut adalah shareholder loans release yang menyatakan Pemerintah Indonesia tidak akan mengambil tindakan hukum kepada Sjamsul Nursalim, BDNI serta Direksi dan Komisaris BDNI atas pelanggaran BMPK dan penggunaan BLBI sebagaimana telah diatur di dalam MSAA.
Kedua adalah dokumen liquidity support release yang menyatakan bahwa Sjamsul Nursalim telah melunasi seluruh kewajibannya dalam MSA BDNI, karena BPPN menyatakan membebaskan (release) dan melepaskan (discharge) dari kewajiban BLBI kepada Sjamsul Nursalim, Bank BDNI serta Direksi dan Komisaris atau BPPN pada tanggal 25 Mein1999 telah memberikan R&D kepada Sjamsul Nursalim.
Dengan telah keluarnya 2 dokumen tersebut, termasuj R&D, maka MSAA BDNI telah selesai (final closing). Pendapat ini juga dikuatkan hasil audit BPK RI pada 31 Mei 2002 No 02/Auditama II/A1/05/2002 yang menyatakan "BPK RI berpendapat MSAA BDNI telah selesai (final closing) tanggal 21 Mei 1999 mengingat pemegang saham (Sjamsul Nursalim) dan BPPN telah sepakat bahwa syarat utama final closing MSAA BDNI telah dilaksanakan".
Dua dokumen ini telah disampaikan kepada saksi Bambang Subianto, dan Bambang Subianto membenarkan tidak bisa dituntut lagi. "Tidak bisa dituntut lagi (SN), arti (R&D) bahasa awamnya sudah beres yang mulia," kata Bambang Subianto.
Lebih lanjut mantan Kepala BPPN Pertama ini menyatakan bahwa MSAA adalah perjanjian antara pemerintah (BPPN) dengan para obligor penerima BLBI. MSAA menggunakan pendekatan di luar pengadilan hasil keputusan rapat Menko Ekuwasbang R Hartarto dengan Menkeu, Gubernur BI, Kepala BPKP, Jaksa Agung di masa akhir Presiden Soeharto 1998.
Saat itu disampaikan pengembalian dana BLBI jika dengan cara normal lewat pengadilan akan panjang dan lama. "Maka rapat memutuskan menggunakan cara nego langsung kepada pemilik Bank penerima BLBI. Atas dasar itulah muncul perjanjian MSAA," kata Bambang Subianto.
Garis besar MSAA menurut Menteri Keuangan di era Presiden BJ Habibie ini adalah para obligor itu diminta menyerahkan aset-aset mereka para pemegan saham pengendali.
Berapa nilai aset dan lain-lain detilnya tidak diketahui oleh Bambang. Tetapi berdasarkan perhitungan BPK ada sebesar Rp144 triliun. Angka ini yang ditagihkan BI kepada Menteri Keuangan yang membuat program penjaminan.
"Saya menghadapi dilema, kalau saya tidak setujui BI bangkrut. Kalau bank sentral bangkrut negara bubar. Tetapi saya berikan catatan angka tersebut adalah angka sementara sampai ada penghitungan lembaga independen. Ini yang membuat saya selamat yang mulia" katanya di depan majelis hakim yang dipimpin hakim Suyanto SH.
(maf)