Soal Cawapres Jokowi, Golkar Nilai Konstitusi Harus Jadi Patokan
A
A
A
JAKARTA - Partai Golkar menilai konstitusi harus menjadi patokan dalam mengusung calon wakil presiden (Cawapres) pendamping Presiden Joko Widodo (Jokowi). Sebagai Anggota Badan Pekerja MPR, Ketua DPP Partai Golkar Happy Bone Zulkarnain mengaku ikut merumuskan amandemen Pasal 7 UUD 1945, dimana filosofinya adalah tidak ingin memberikan kekuasaan yang melebihi waktu dan kapasitasnya.
"Hingga ditentukanlah dua periode. Dan itu sudah inkrah dan sudah berlaku sekian lama dan itu merupakan amanat reformasi supaya kepemimpinan negara terjadi regenerasi yang sehat," ujar Happy saat dihubungi wartawan, Kamis (31/5/2018).
Hal demikian dikatakan Happy menanggapi gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap dua pasal dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, terkait masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden. Adapun gugatan itu menyusul adanya isu Wakil Presiden Jusuf Kalla maju kembali dalam Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2019.
Happy mengatakan bahwa jika uji materi itu dikabulkan MK, maka berseberangan dengan apa yang pernah diucapkan Jusuf Kalla (JK). "Kalau kita melihat apa yang disampaikan Pak JK beliau mengatakan berkali-kali beliau sudah ingin beristirahat. Jadi pernyataan Pak JK itu manusiawi sekali, dan kemudian itu sangat memberikan aura yang kondusif terhadap UUD 1945 yang sudah diamandemen," tuturnya.
Di samping itu, dia menilai MK tidak berwenang menafsirkan UUD, melainkan melaksanakan UUD. "Oleh karena itu kami melihat kalau dilakukan ini mengganggu semangat reformasi. Kedua kemudian menciderai amandemen yang sudah dilaksanakan bersama-sama menguras pikiran waktu, energi, sehingga kita membuat pondasi reformasi yang benar dan kuat," jelasnya.
Tak hanya itu, dia juga mengingatkan bahwa kepentingan bangsa dan negara harus dikedepankan jika ingin mengajukan judicial review soal Pasal 7 UUD 1945, bukan individu atau kelompok. Sementara itu, dia menilai wajar adanya dorongan akar rumput Golkar agar Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto mendampingi Presiden Jokowi di Pilpres 2019.
"Itu sangat argumentatif. Pertama kita dari awal deklarasi dukung Jokowi, tentu walaupun tanpa pamrih, dalam politik harus dihitung. Kami punya suara 91 kursi itu sama dengan 16 persen, dan itu cukup dominan," katanya.
Dia melihat dari berbagai macam aspek, Airlangga layak dan pantas menjadi wakil presiden mendampingi Jokowi. "Saya melihat semakin hari chemistry semakin bersenyawa, bahkan komuinikasi nggak perlu verbal. Bahasa tubuh saling mengisi. Sudah nggak ada rahasia di antara mereka," pungkasnya.
"Hingga ditentukanlah dua periode. Dan itu sudah inkrah dan sudah berlaku sekian lama dan itu merupakan amanat reformasi supaya kepemimpinan negara terjadi regenerasi yang sehat," ujar Happy saat dihubungi wartawan, Kamis (31/5/2018).
Hal demikian dikatakan Happy menanggapi gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap dua pasal dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, terkait masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden. Adapun gugatan itu menyusul adanya isu Wakil Presiden Jusuf Kalla maju kembali dalam Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2019.
Happy mengatakan bahwa jika uji materi itu dikabulkan MK, maka berseberangan dengan apa yang pernah diucapkan Jusuf Kalla (JK). "Kalau kita melihat apa yang disampaikan Pak JK beliau mengatakan berkali-kali beliau sudah ingin beristirahat. Jadi pernyataan Pak JK itu manusiawi sekali, dan kemudian itu sangat memberikan aura yang kondusif terhadap UUD 1945 yang sudah diamandemen," tuturnya.
Di samping itu, dia menilai MK tidak berwenang menafsirkan UUD, melainkan melaksanakan UUD. "Oleh karena itu kami melihat kalau dilakukan ini mengganggu semangat reformasi. Kedua kemudian menciderai amandemen yang sudah dilaksanakan bersama-sama menguras pikiran waktu, energi, sehingga kita membuat pondasi reformasi yang benar dan kuat," jelasnya.
Tak hanya itu, dia juga mengingatkan bahwa kepentingan bangsa dan negara harus dikedepankan jika ingin mengajukan judicial review soal Pasal 7 UUD 1945, bukan individu atau kelompok. Sementara itu, dia menilai wajar adanya dorongan akar rumput Golkar agar Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto mendampingi Presiden Jokowi di Pilpres 2019.
"Itu sangat argumentatif. Pertama kita dari awal deklarasi dukung Jokowi, tentu walaupun tanpa pamrih, dalam politik harus dihitung. Kami punya suara 91 kursi itu sama dengan 16 persen, dan itu cukup dominan," katanya.
Dia melihat dari berbagai macam aspek, Airlangga layak dan pantas menjadi wakil presiden mendampingi Jokowi. "Saya melihat semakin hari chemistry semakin bersenyawa, bahkan komuinikasi nggak perlu verbal. Bahasa tubuh saling mengisi. Sudah nggak ada rahasia di antara mereka," pungkasnya.
(kri)