Pansus Nilai Pemerintah Belum Kompak soal Definisi Terorisme
A
A
A
YOGYAKARTA - Kerusuhan oleh napi terorisme di Rutan Mako Brimob yang mengakibatkan lima orang polisi gugur mengingatkan kembali tentang pentingnya revisi UU Terorisme. Wakil Ketua Pansus Revisi UU Terorisme Hanafi Rais menyebut revisi UU Terorisme itu sudah 99% selesai. Namun, bola panas menyelesaikan revisi ini ada di tangan pemerintah.
“Pansus tinggal melakukan penyisiran dari awal sampai akhir dari sisi keredaksian saja,” terang putra sulung tokoh reformasi Amien Rais ini kepada wartawan di Yogyakarta, Jumat (11/5/2018).
Selain itu, Pansus juga masih menunggu definisi baku tentang terorisme dari pemerintah. Pasalnya pemerintah masih belum kompak dalam hal ini. Definisi ini penting lantaran akan menjadi penentu tupoksi instansi yang akan menanganinya. Apakah terorisme itu hanya dimaksudkan sebagai gerakan kriminal saja ataukah sebuah gerakan yang membahayakan keamanan negara.
Jika terorisme diartikan sebagai perbuatan kriminal saja maka Polri yang berwenang, sementara jika teroris dianggap ancaman yang membahayakan negara maka TNI yang berwenang mengatasinya. ”Dari pemerintah masih belum ada sikap yang sama dalam mendefinisikan terorisme,” terang Hanafi.
Hanafi berpendapat jika aksi terorisme saat ini sudah berubah baik dari cara maupun dampak yang dihasilkan maka terorisme tidak hanya berhubungan aksi kekerasan belaka, namun sudah mengarah pada ancaman negara. Hanafi mencontohkan kasus yang terjadi di Rutan Mako Brimob.
Kasus ini menurutnya bisa dikategorikan sebagai ancaman terhadap negara lantaran teroris secara nyata bisa mengkuasai aset yang menjadi simbol negara. “Contoh lainnya adalah aksi teroris yang menyandera satu kampung di Papua. Ini juga aksi terorisme yang membahayakan negara,” katanya.
Untuk itu, Hanafi berharap pemerintah sebagai pembawa usul revisi UU Terorisme bisa membuat definisi yang tegas. Menurutnya saat ini bola panas penyelesaiaan revisi UU Terorisme ada di pemerintah.
”Jika mau rampung cepat, pemerintah harus satu suara,” ucap Hanafi yang juga menjabat Wakil Ketua Umum PAN.
Meski demikian Hanafi mengusulkan agar penanganan terorisme bisa dilakukan secara bersama-sama oleh kepolisian dengan TNI namun dengan pemisahan tugas yang jelas. “Nantinya pemerintah bisa menerbitkan PP yang mengatur dengan tegas tupoksi mana yang ditangani polisi dan mana yang ditangani TNI,” terangnya.
“Pansus tinggal melakukan penyisiran dari awal sampai akhir dari sisi keredaksian saja,” terang putra sulung tokoh reformasi Amien Rais ini kepada wartawan di Yogyakarta, Jumat (11/5/2018).
Selain itu, Pansus juga masih menunggu definisi baku tentang terorisme dari pemerintah. Pasalnya pemerintah masih belum kompak dalam hal ini. Definisi ini penting lantaran akan menjadi penentu tupoksi instansi yang akan menanganinya. Apakah terorisme itu hanya dimaksudkan sebagai gerakan kriminal saja ataukah sebuah gerakan yang membahayakan keamanan negara.
Jika terorisme diartikan sebagai perbuatan kriminal saja maka Polri yang berwenang, sementara jika teroris dianggap ancaman yang membahayakan negara maka TNI yang berwenang mengatasinya. ”Dari pemerintah masih belum ada sikap yang sama dalam mendefinisikan terorisme,” terang Hanafi.
Hanafi berpendapat jika aksi terorisme saat ini sudah berubah baik dari cara maupun dampak yang dihasilkan maka terorisme tidak hanya berhubungan aksi kekerasan belaka, namun sudah mengarah pada ancaman negara. Hanafi mencontohkan kasus yang terjadi di Rutan Mako Brimob.
Kasus ini menurutnya bisa dikategorikan sebagai ancaman terhadap negara lantaran teroris secara nyata bisa mengkuasai aset yang menjadi simbol negara. “Contoh lainnya adalah aksi teroris yang menyandera satu kampung di Papua. Ini juga aksi terorisme yang membahayakan negara,” katanya.
Untuk itu, Hanafi berharap pemerintah sebagai pembawa usul revisi UU Terorisme bisa membuat definisi yang tegas. Menurutnya saat ini bola panas penyelesaiaan revisi UU Terorisme ada di pemerintah.
”Jika mau rampung cepat, pemerintah harus satu suara,” ucap Hanafi yang juga menjabat Wakil Ketua Umum PAN.
Meski demikian Hanafi mengusulkan agar penanganan terorisme bisa dilakukan secara bersama-sama oleh kepolisian dengan TNI namun dengan pemisahan tugas yang jelas. “Nantinya pemerintah bisa menerbitkan PP yang mengatur dengan tegas tupoksi mana yang ditangani polisi dan mana yang ditangani TNI,” terangnya.
(kri)