Megawati: Riset Sangat Penting Dalam Suatu Negara
A
A
A
JAKARTA - Ketua Umum PDIP Megawati Soekarno Putri menghadiri dialog nasional dengan tema 'Meningkatkan Inovasi Iptek Untuk Mendorong Industri Dalam Negeri Mewujudkan Ekonomi Pancasila di Gedung BPPT Jakarta.
Megawati mengatakan kehormatan baginya dapat berbicara di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). "Saya selalu memandang bahwa BPPT adalah suatu institusi penting. Sudah sepantasnya BPPT mendapatkan penguatan dalam melakukan tugas pengkajian dan penerapan teknologi untuk meningkatkan daya saing menuju kemandirian bangsa," ujarnya.
Dijelaskanya, pertemuan hari ini merupakan momen berharga, di tengah bergulirnya kehendak kuat dari Presiden Jokowi untuk menjadikan Indonesia sebagai negara industri.
"Saya mendukung keinginan Presiden tersebut. Karena itu, saya terus menyuarakan di berbagai kesempatan tentang pentingnya riset. Tidak ada satu negara pun dapat menjadi negara industri yang kuat, tanpa riset. Tidak ada satu negara pun dapat menjadi sebuah negara maju, tanpa riset yang kuat," katanya.
Menurutnya, ada dua hal yang beberapa waktu terakhir ini ia suarakan terkait riset. Pertama, anggaran riset yang masih minim. Data UNESCO 2016 menunjukkan Indonesia baru mengalokasikan 0,25% PDB, yaitu 25,8 Triliun. "Ini setara dengan 1,23% dari total Rp2.095 Triliun APBN 2016. Terdiri dari, modal 6,65%, operasional 30,68%, diklat 5,77%, jasa iptek 13,17%," jelasnya.
Sementara yang fokus untuk penelitian dan pengembangan, sebesar 43,74%. Jadi, sebenarnya anggaran yang murni untuk riset hanya sebesar Rp11,28 Triliun atau hanya 0,54% dari total APBN 2016.
Sementara untuk tahun 2018, anggaran riset yang tersebar di seluruh Kementerian dan Lembaga adalah Rp24,9 Triliun dari total Rp2.221 Triliun APBN 2018. "Jika diasumsikan prosentase anggaran yang murni untuk riset, tetap pada angka 43,7%, maka setara dengan Rp10,89 Triliun atau hanya 0,49% dari total APBN 2018. Turun 0,05% dari APBN dua tahun lalu," katanya.
Kedua, kata Mega, terkait Sumber Daya Manusia (SDM) dalam Riset. Sampai hari ini dirinya terus menyuarakan pentingnya regulasi yang berpihak pada SDM Riset, terutama peneliti dan perekayasa.
"Saya ambil contoh konkret yaitu peraturan yang memutuskan usia pensiun 60 tahun bagi peneliti dan perekayasa. Akibat aturan tersebut ada 556 orang peneliti madya yang dipensiunkan. Artinya, Indonesia kehilangan 20% dari total peneliti madya atau 6% dari total peneliti secara nasional. Padahal, tidak mudah bagi bangsa ini melahirkan peneliti madya," pungkasnya.
Megawati mengatakan kehormatan baginya dapat berbicara di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). "Saya selalu memandang bahwa BPPT adalah suatu institusi penting. Sudah sepantasnya BPPT mendapatkan penguatan dalam melakukan tugas pengkajian dan penerapan teknologi untuk meningkatkan daya saing menuju kemandirian bangsa," ujarnya.
Dijelaskanya, pertemuan hari ini merupakan momen berharga, di tengah bergulirnya kehendak kuat dari Presiden Jokowi untuk menjadikan Indonesia sebagai negara industri.
"Saya mendukung keinginan Presiden tersebut. Karena itu, saya terus menyuarakan di berbagai kesempatan tentang pentingnya riset. Tidak ada satu negara pun dapat menjadi negara industri yang kuat, tanpa riset. Tidak ada satu negara pun dapat menjadi sebuah negara maju, tanpa riset yang kuat," katanya.
Menurutnya, ada dua hal yang beberapa waktu terakhir ini ia suarakan terkait riset. Pertama, anggaran riset yang masih minim. Data UNESCO 2016 menunjukkan Indonesia baru mengalokasikan 0,25% PDB, yaitu 25,8 Triliun. "Ini setara dengan 1,23% dari total Rp2.095 Triliun APBN 2016. Terdiri dari, modal 6,65%, operasional 30,68%, diklat 5,77%, jasa iptek 13,17%," jelasnya.
Sementara yang fokus untuk penelitian dan pengembangan, sebesar 43,74%. Jadi, sebenarnya anggaran yang murni untuk riset hanya sebesar Rp11,28 Triliun atau hanya 0,54% dari total APBN 2016.
Sementara untuk tahun 2018, anggaran riset yang tersebar di seluruh Kementerian dan Lembaga adalah Rp24,9 Triliun dari total Rp2.221 Triliun APBN 2018. "Jika diasumsikan prosentase anggaran yang murni untuk riset, tetap pada angka 43,7%, maka setara dengan Rp10,89 Triliun atau hanya 0,49% dari total APBN 2018. Turun 0,05% dari APBN dua tahun lalu," katanya.
Kedua, kata Mega, terkait Sumber Daya Manusia (SDM) dalam Riset. Sampai hari ini dirinya terus menyuarakan pentingnya regulasi yang berpihak pada SDM Riset, terutama peneliti dan perekayasa.
"Saya ambil contoh konkret yaitu peraturan yang memutuskan usia pensiun 60 tahun bagi peneliti dan perekayasa. Akibat aturan tersebut ada 556 orang peneliti madya yang dipensiunkan. Artinya, Indonesia kehilangan 20% dari total peneliti madya atau 6% dari total peneliti secara nasional. Padahal, tidak mudah bagi bangsa ini melahirkan peneliti madya," pungkasnya.
(nag)