Biaya Politik yang Mahal Diharapkan Beri Dampak Positif bagi Bangsa
A
A
A
JAKARTA - Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia (UI) menggelar Square Table Discussion dengan tema Pemilu dan Biaya Politik. Kegiatan ini dilakukan bersama dengan Forum Mahasiswa (Forma) SKSG UI.
Direktur SKSG UI, Muhammad Luthfi menilai, perjalanan demokrasi di Indonesia genap berusia 20 tahun. Meski usia demokrasi terbilang relatif masih muda jika dibandingkan dengan negara maju seperti Amerika Serikat, namun demokrasi Indonesia patut diacungi jempol karena pasca reformasi berhasil melaksanakan pemilu secara langsung.
Luthfi menganggap, lompatan demokrasi yang luar biasa akan terjadi di tahun 2019, di mana bangsa ini akan menggelar Pemilu Serentak 2019 untuk yang pertama kali dalam sejarah Indonesia. "Dan pemanasan politik akan dimulai dengan pilkada serentak 171 daerah tahun 2018 ini," ujar Luthfi di Gedung SIL dan SKSG UI, Salemba, Jakarta, Jumat (20/4/2018).
Kendati begitu, biaya politik dari pelaksanaan pemilu perlu menjadi perhatian bersama. Menurut dia, dari sisi pembiayaan penyelenggaraan, APBN untuk Pilkada 2018 dan persiapan Pemilu Serentak 2019 pemerintah menyiapkan Rp26 triliun. Pembiayaan tersebut di luar kocek yang harus dikeluarkan masing-masing kandidat pilkada maupun bakal calon di legislatif dan presiden.
Di sisi lain, kata dia, hal ini masih di tambah dengan aturan tentang partai politik dan sumbangan dari APBN juga melonjak signifikan dari awalnya Rp120 per suara meningkat menjadi Rp1.000 per suara. Besaran ini juga telah mendapat tanggapan positif dari KPK dalam upaya mengurangi praktik korupsi.
Luthfi menambahkan, bangsa Indonesia patut berbahagia atas pencapaian demokrasi yang telah dicapai sejak reformasi. Namun ia menggarisbawahi bahwa biaya politik yang terbilang mahal itu harus memberikan dampak positif bagi perubahan bangsa dan kesejahteraan masyarakat.
"Pemilu sejatinya adalah kontrak sosial antara masyarakat dan partai politik. Kita semua menginginkan kontrak sosial yang berkualitas bagi demokrasi di Indonesia, yang tentunya berujung pada kesejahteraan rakyat," pungkasnya.
Direktur SKSG UI, Muhammad Luthfi menilai, perjalanan demokrasi di Indonesia genap berusia 20 tahun. Meski usia demokrasi terbilang relatif masih muda jika dibandingkan dengan negara maju seperti Amerika Serikat, namun demokrasi Indonesia patut diacungi jempol karena pasca reformasi berhasil melaksanakan pemilu secara langsung.
Luthfi menganggap, lompatan demokrasi yang luar biasa akan terjadi di tahun 2019, di mana bangsa ini akan menggelar Pemilu Serentak 2019 untuk yang pertama kali dalam sejarah Indonesia. "Dan pemanasan politik akan dimulai dengan pilkada serentak 171 daerah tahun 2018 ini," ujar Luthfi di Gedung SIL dan SKSG UI, Salemba, Jakarta, Jumat (20/4/2018).
Kendati begitu, biaya politik dari pelaksanaan pemilu perlu menjadi perhatian bersama. Menurut dia, dari sisi pembiayaan penyelenggaraan, APBN untuk Pilkada 2018 dan persiapan Pemilu Serentak 2019 pemerintah menyiapkan Rp26 triliun. Pembiayaan tersebut di luar kocek yang harus dikeluarkan masing-masing kandidat pilkada maupun bakal calon di legislatif dan presiden.
Di sisi lain, kata dia, hal ini masih di tambah dengan aturan tentang partai politik dan sumbangan dari APBN juga melonjak signifikan dari awalnya Rp120 per suara meningkat menjadi Rp1.000 per suara. Besaran ini juga telah mendapat tanggapan positif dari KPK dalam upaya mengurangi praktik korupsi.
Luthfi menambahkan, bangsa Indonesia patut berbahagia atas pencapaian demokrasi yang telah dicapai sejak reformasi. Namun ia menggarisbawahi bahwa biaya politik yang terbilang mahal itu harus memberikan dampak positif bagi perubahan bangsa dan kesejahteraan masyarakat.
"Pemilu sejatinya adalah kontrak sosial antara masyarakat dan partai politik. Kita semua menginginkan kontrak sosial yang berkualitas bagi demokrasi di Indonesia, yang tentunya berujung pada kesejahteraan rakyat," pungkasnya.
(kri)