Zakat Masih Terpusat saat Ramadan
A
A
A
JAKARTA - Potensi penerimaan zakat sebagian besar masih terjadi pada Ramadan. Pemerintah ingin masyarakat aktif membayar zakat karena berperan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama (Kemenag) Fuad Nasar mengatakan, penghimpunan zakat pada 2018 ini secara nasional ditargetkan Rp8 triliun. Zakat ini di himpun oleh Baznas, Bazda, maupun Lembaga Amil Zakat.
Dilihat dari pengalaman tahun sebelumnya, bahwa 60% penerimaan zakat pada lembaga pengelolaan zakat itu terjadi saat Ramadan. “Bulan Ramadan memberi atmosfer lebih baik untuk mem buat orang tergerak berzakat, infak, sedekah, dan lainnya,” katanya seusai CEO Meeting Forum “Tanggung Jawab bersama Memajukan Dunia Zakat Indonesia” di Jakarta kemarin.
Fuad menjelaskan, saat Ramadan menjadi favorit berzakat karena sosialisasi tentang zakat yang dilakukan lembaga pengelola zakat juga memiliki muatan khusus spesifik.
Selain itu, dakwah-dakwah agama juga lebih intensif pada bulan yang penuh berkah itu. Alasan lain, ujarnya, ialah masyarakat mengeluarkan zakat yang terkait perdagangan, zakat kekayaan ataupun zakat deposito di bulan Ramadan karena lebih mudah saja untuk mengingatnya.
Meski demikian, masyarakat tidak hanya menjadikan Ramadan sebagai momentum mengeluarkan zakat, tetapi juga di bulan-bulan lainnya karena zakat sangat bermanfaat bagi kesejahteraan rakyat. Karena itu diperlukan edukasi zakat, penyuluhan zakat, dan program pemanfaatan zakat yang lebih intensif. “Kesadaran berzakat dan menolong sesama kita harap tidak hanya tumbuh dan terbenam di Ramadan, tetapi sepanjang waktu dan sepanjang bulan,” ujarnya.
Saat ini, lanjut dia, kepercayaan masyarakat dalam mengeluarkan zakatnya kepada lembaga pengelola zakat resmi pemerintah belum tergali secara optimal. Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemenag Nursyam mengatakan, pengumpulan dan pengelolaan zakat harus bisa lebih masif karena zakat bisa mewujudkan target pembangunan berkelanjutan atau sustainable development goals (SDGs), khususnya dalam isu pendidikan, menangani kelaparan dan juga mengurangi disparitas kemiskinan. Dia pun berharap seluruh lembaga amil zakat untuk membuat program terobosan.
“Tujuan pembangunan berkelanjutan yang pertama adalah masyarakat tanpa kelaparan. Kedua, masyarakat tanpa kemiskinan, ketiga kesehatan dan keempat pendidikan bermutu. Saya rasa lembaga amil zakat memiliki peran signifikan di (tujuan) satu, dua, dan empat,” katanya.
Sementara CEO Rumah Zakat Nur Efendi mengatakan, pada 2018 ini Rumah Zakat menargetkan bisa membina 1.234 Desa Berdaya di seluruh Indonesia. Dia menjelaskan, tujuan dari pembinaan Desa Berdaya ini adalah untuk memperbaiki kualitas hidup individu dan komunitas masyarakat. “Desa Berdaya adalah proses pem berdayaan wilayah berdasarkan pemetaan potensi lokal di bidang ekonomi, kesehatan, lingkungan, dan pendidikan,” jelasnya.
Nur menjelaskan, salah satu mitra yang vital untuk merealisasikan Desa Berdaya adalah para Fasilitator Desa Berdaya. Fasilitator ini, jelasnya, adalah para pemuda pelopor diwilayahnya, yang menjadi mitra Rumah Zakat untuk menjadi pendamping, pemberdaya, surveyor program, penggerak lingkungan, bahkan menjadi advokat.
Hingga pertengahan April 2018 ini, Rumah Zakat telah membina 1.118 Desa Berdaya di 191 Kabupaten dan Kota di Indonesia. Dia menjelaskan, tugas para fasilitator ini sangat luar biasa sebab dari inisiatif dan kegigihan mereka telah banyak desa yang semakin berdaya mengembangkan potensi wilayahnya. (Neneng Zubaidah)
Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama (Kemenag) Fuad Nasar mengatakan, penghimpunan zakat pada 2018 ini secara nasional ditargetkan Rp8 triliun. Zakat ini di himpun oleh Baznas, Bazda, maupun Lembaga Amil Zakat.
Dilihat dari pengalaman tahun sebelumnya, bahwa 60% penerimaan zakat pada lembaga pengelolaan zakat itu terjadi saat Ramadan. “Bulan Ramadan memberi atmosfer lebih baik untuk mem buat orang tergerak berzakat, infak, sedekah, dan lainnya,” katanya seusai CEO Meeting Forum “Tanggung Jawab bersama Memajukan Dunia Zakat Indonesia” di Jakarta kemarin.
Fuad menjelaskan, saat Ramadan menjadi favorit berzakat karena sosialisasi tentang zakat yang dilakukan lembaga pengelola zakat juga memiliki muatan khusus spesifik.
Selain itu, dakwah-dakwah agama juga lebih intensif pada bulan yang penuh berkah itu. Alasan lain, ujarnya, ialah masyarakat mengeluarkan zakat yang terkait perdagangan, zakat kekayaan ataupun zakat deposito di bulan Ramadan karena lebih mudah saja untuk mengingatnya.
Meski demikian, masyarakat tidak hanya menjadikan Ramadan sebagai momentum mengeluarkan zakat, tetapi juga di bulan-bulan lainnya karena zakat sangat bermanfaat bagi kesejahteraan rakyat. Karena itu diperlukan edukasi zakat, penyuluhan zakat, dan program pemanfaatan zakat yang lebih intensif. “Kesadaran berzakat dan menolong sesama kita harap tidak hanya tumbuh dan terbenam di Ramadan, tetapi sepanjang waktu dan sepanjang bulan,” ujarnya.
Saat ini, lanjut dia, kepercayaan masyarakat dalam mengeluarkan zakatnya kepada lembaga pengelola zakat resmi pemerintah belum tergali secara optimal. Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemenag Nursyam mengatakan, pengumpulan dan pengelolaan zakat harus bisa lebih masif karena zakat bisa mewujudkan target pembangunan berkelanjutan atau sustainable development goals (SDGs), khususnya dalam isu pendidikan, menangani kelaparan dan juga mengurangi disparitas kemiskinan. Dia pun berharap seluruh lembaga amil zakat untuk membuat program terobosan.
“Tujuan pembangunan berkelanjutan yang pertama adalah masyarakat tanpa kelaparan. Kedua, masyarakat tanpa kemiskinan, ketiga kesehatan dan keempat pendidikan bermutu. Saya rasa lembaga amil zakat memiliki peran signifikan di (tujuan) satu, dua, dan empat,” katanya.
Sementara CEO Rumah Zakat Nur Efendi mengatakan, pada 2018 ini Rumah Zakat menargetkan bisa membina 1.234 Desa Berdaya di seluruh Indonesia. Dia menjelaskan, tujuan dari pembinaan Desa Berdaya ini adalah untuk memperbaiki kualitas hidup individu dan komunitas masyarakat. “Desa Berdaya adalah proses pem berdayaan wilayah berdasarkan pemetaan potensi lokal di bidang ekonomi, kesehatan, lingkungan, dan pendidikan,” jelasnya.
Nur menjelaskan, salah satu mitra yang vital untuk merealisasikan Desa Berdaya adalah para Fasilitator Desa Berdaya. Fasilitator ini, jelasnya, adalah para pemuda pelopor diwilayahnya, yang menjadi mitra Rumah Zakat untuk menjadi pendamping, pemberdaya, surveyor program, penggerak lingkungan, bahkan menjadi advokat.
Hingga pertengahan April 2018 ini, Rumah Zakat telah membina 1.118 Desa Berdaya di 191 Kabupaten dan Kota di Indonesia. Dia menjelaskan, tugas para fasilitator ini sangat luar biasa sebab dari inisiatif dan kegigihan mereka telah banyak desa yang semakin berdaya mengembangkan potensi wilayahnya. (Neneng Zubaidah)
(nfl)