Akademisi Nilai Kebijakan Pembangunan Sudah Tepat

Rabu, 18 April 2018 - 18:32 WIB
Akademisi Nilai Kebijakan...
Akademisi Nilai Kebijakan Pembangunan Sudah Tepat
A A A
JAKARTA - Pembangunan infrastruktur yang dilakukan Pemerintah Joko Widodo (Jokowi) masih ada kekurangan. Meski begitu, ditinjau dari sudut pandangan akademisi, pembangunan infrastruktur dinilai sudah cukup baik.

“Pembangunan infrastuktur dapat dikatakan baik dan benar apabila dikerjakan secara tuntas. Artinya apabila kita membangun infrastruktur jalan, rencananya 3 kilometer (km) maka harus dituntaskan 3 km. Kalau pembangunannya ternyata hanya mampu 2,9 km maka berarti itu gagal,” kata Ketua Panitia Seminar Nasional Teknologi (Semnastek) Universitas Krisnadwipayana (Unkris) Samuel Salean kepada pers di sela berlangsungnya acara seminar bertajuk Infrastruktur Sebagai Pendukung Utama dalam Program Nawacita, di Pendopo Unkris, Jakarta Timur, Rabu (18/4/2018).

Menurut Samuel, apabila pembangunan infrastruktur jalan misalnya kurang 1 meter saja dari rencana yang semula sudah ditetapkan maka itu artinya pembangunan infrastrukturnya gagal. Jadi sebuah pembangunan infrastruktur harus tuntas secara keseluruhan dalam satu sistem yang sudah ditetapkan.

Samuel menambahkan, ditinjau dari sudut pandang akademisi bahwa dalam pembangunan infrastruktur tidak akan cukup dan tuntas apabila dilaksanakan hanya dalam waktu 4 tahun.

“Pembangunan infrastruktur bisa mendapatkan dampak positifnya apabila dalam durasi waktu jangka menengah dan jangka panjang. Kalau jangka pendek tidak mungkin. Sehingga perlu ada keberlanjutan pembangunan infrastruktur,” kata Samuel.

Samuel mengingatkan, jadi apabila nanti tahun 2019 siapa pun yang terpilih jadi presiden maka pembangunan infrastruktur harus terus berlanjut hingga tuntas.

Menurut Samuel, kebijakan pembangunan infrastruktur yang dilakukan pemerintah di daerah-daerah yang selama ini tertinggal sudah tepat. Alasannya pembangunan jalan infrastruktur di daerah tujuannya terutama membuka kawasan-kawasan yang mempunyai potensi berbeda-beda, misalnya potensi sebagai wisata, potensi sektor kelautan dan lainnya.

Sementara itu, Dekan Fakultas Teknik Ukris, Ayub Muktiono menyoroti pembangunan sektor energi kelistrikan. Menurut Ayub, teknologi nuklir sebenarnya sudah layak dan menjadi kebutuhan untuk diaplikasikan sebagai pembangkit listrik alternatif di Indonesia.

Namun, kata dia, sejauh ini masih terkendala dengan aspek sosial karena masih ada resistensi masyarakat yang khawatir dan takut terhadap dampak tenaga nuklir.

“Dari sudut waktu dan tingkat kebutuhan sebetulnya tenaga nuklir sudah layak diterapkan agar supaya kita tidak terlalu banyak menguras energi fosil. Tapi sayangnya untuk merealisasikannya kesulitan, di mana-mana tempat selalu menolak kehadiran pembangkit listrik tenaga nuklir,” kata Ayub.

Mengatasi hal tersebut, Ayub menyarankan agar sumber energi alternatif pembangkit listrik bisa dicarikan dari sumber-sumber energi lokal di tiap tiap daerah yang ada di situ. Misalnya, di perdesaan-perdesaan di daerah Sumedang dan Sukabumi, potensi energi mikro hidro sangat banyak sekali dan itu bisa dikembangkan menjadi energi alternatif pembangkit listrik untuk memenuhi kebutuhan listrik di daerah tersebut.

“Kalau ini diterapkan maka akan sangat efektif. Misalnya di Nusa Tenggara TImur dan Nusa Tenggara Barat, di sana sumber energi angin dan matahari potensinya sangat luar biasa dan itu bisa dimanfaatkan,” kata Ayub.

Apabila pendekatan potensi lokal dilakukan di bidang energi maka hal itu lebih efisien, lebih murah biayanya, lebih efektif penggunaannya, dan teknologinya lebih mudah diterima oleh masyarakat di wilayah tersebut. “Ujungnya adalah bisa menguntungkan masyarakat lokal dan jadi kebanggaan daerah tersebut,” kata Ayub.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4203 seconds (0.1#10.140)