HT Dorong Regulasi Belanja Online, Pengamat: Setuju!
A
A
A
JAKARTA - Pengamat dari Universitas Muhammadiyah Jakarta, Saiful Bakhri menilai usulan Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo (HT) di twitternya @Hary_Tanoe terkait perlunya regulasi mengatur pajak belanja online memang sangat diperlukan. Mengingat, saat ini bisnis belanja online telah mengerus UMKM dan aturan baru mendesak diberlakukan.
"Saya setuju dengan status pak HT, itu benar karena memang regulasi belanja online harus ada," kata Saiful saat dikonfirmasi, Selasa (4/10/2018).
Menurut Saiful tersebut, statement HT cerminan dengan melihat kondisi perekonomian bangsa yang terjadi saat ini dan memang seharusnya di era yang serba digital usaha padat karya harus dilindungi agar tidak tergerus bisnis online. Terlebih, pada saat ini Indonesia sedang mencapai titik untuk menciptakan pemerataan bagi sektor e-commerce dan konvensional.
Meski demikian, dirinya menilai perlu tahapan-tahapan yang jelas ketika membuat regulasi belanja online agar menciptakan kebijakan yang efektif dalam menarik pajak. Penerapannya pun perlu dibedakan dalam kebijakan di dalamnya.
"Karena belanja online lebih mengarah ke individu, sedangkan UMKM langsung face to face. Dengan transaksi yang berbeda maka regulasi pajak belanja online (produk aturan) harus diperhatikan," ungkap Saiful.
Bisnis online, menurut Syaiful memang sudah seharusnya dibuatkan regulasi karena semakin menjamur dan pendapatan bisnis online melebihi usaha konvensional seperti UMKM.
Sebab itu, regulasi bisnis online ketika diproduk pemerintah harus sesuai dengan porsi masing-masing di mana perlu ditekankan mana saja barang yang dijual pelaku bisnis online sehingga tidak bersaing dengan produk yang dijual pelaku UMKM.
"Jangan semua diambil, bila perlu bisnis online membantu UMKM dengan menjual barang-barang produksi UMKM," jelasnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo mengatakan regulasi belanja online diperlukan untuk melindungi usaha padat karya.
“Belanja online jangan berkompetisi dengan UMKM. Dorong UMKM tumbuh,” kata HT seperti tertulis dalam tweetnya, Minggu (8/4/2018).
Toko online, menurut HT seharusnya jangan menjual produk yang bersaing dengan UMKM. Melainkan bisa membantu UMKM dengan menjual barang-barang produksi UMKM.
Data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah menyebutkan, UMKM memberi kontribusi sangat besar terhadap ekonomi Indonesia dengan menyerap tenaga kerja lebih dari 114 juta orang di hampir 58 juta unit usaha.
Dari tenaga kerja sekitar 117,68 juta orang, 96,87% bekerja di sektor UMKM dengan sumbangan terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 60,34%.
“Lindungi usaha padat karya dari kompetisi dengan perusahaan berbasis internet,” kata HT.
Regulasi dibutuhkan untuk mencegah kompetisi antara perusahaan yang menyerap tenaga kerja besar dengan perusahaan berbasis internet yang mayoritas didominasi perusahaan asing. Bila perusahaan berbasis tenaga kerja yang besar kalah bersaing pengangguran akan meningkat.
Di sisi lain Indonesia membutuhkan lapangan kerja sebanyak-banyaknya. Mengalami bonus demografi, penduduk dengan dominasi usia muda bertumbuh pesat. Kebutuhan lapangan kerja juga meningkat setiap tahunnya.
"Saya setuju dengan status pak HT, itu benar karena memang regulasi belanja online harus ada," kata Saiful saat dikonfirmasi, Selasa (4/10/2018).
Menurut Saiful tersebut, statement HT cerminan dengan melihat kondisi perekonomian bangsa yang terjadi saat ini dan memang seharusnya di era yang serba digital usaha padat karya harus dilindungi agar tidak tergerus bisnis online. Terlebih, pada saat ini Indonesia sedang mencapai titik untuk menciptakan pemerataan bagi sektor e-commerce dan konvensional.
Meski demikian, dirinya menilai perlu tahapan-tahapan yang jelas ketika membuat regulasi belanja online agar menciptakan kebijakan yang efektif dalam menarik pajak. Penerapannya pun perlu dibedakan dalam kebijakan di dalamnya.
"Karena belanja online lebih mengarah ke individu, sedangkan UMKM langsung face to face. Dengan transaksi yang berbeda maka regulasi pajak belanja online (produk aturan) harus diperhatikan," ungkap Saiful.
Bisnis online, menurut Syaiful memang sudah seharusnya dibuatkan regulasi karena semakin menjamur dan pendapatan bisnis online melebihi usaha konvensional seperti UMKM.
Sebab itu, regulasi bisnis online ketika diproduk pemerintah harus sesuai dengan porsi masing-masing di mana perlu ditekankan mana saja barang yang dijual pelaku bisnis online sehingga tidak bersaing dengan produk yang dijual pelaku UMKM.
"Jangan semua diambil, bila perlu bisnis online membantu UMKM dengan menjual barang-barang produksi UMKM," jelasnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo mengatakan regulasi belanja online diperlukan untuk melindungi usaha padat karya.
“Belanja online jangan berkompetisi dengan UMKM. Dorong UMKM tumbuh,” kata HT seperti tertulis dalam tweetnya, Minggu (8/4/2018).
Toko online, menurut HT seharusnya jangan menjual produk yang bersaing dengan UMKM. Melainkan bisa membantu UMKM dengan menjual barang-barang produksi UMKM.
Data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah menyebutkan, UMKM memberi kontribusi sangat besar terhadap ekonomi Indonesia dengan menyerap tenaga kerja lebih dari 114 juta orang di hampir 58 juta unit usaha.
Dari tenaga kerja sekitar 117,68 juta orang, 96,87% bekerja di sektor UMKM dengan sumbangan terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 60,34%.
“Lindungi usaha padat karya dari kompetisi dengan perusahaan berbasis internet,” kata HT.
Regulasi dibutuhkan untuk mencegah kompetisi antara perusahaan yang menyerap tenaga kerja besar dengan perusahaan berbasis internet yang mayoritas didominasi perusahaan asing. Bila perusahaan berbasis tenaga kerja yang besar kalah bersaing pengangguran akan meningkat.
Di sisi lain Indonesia membutuhkan lapangan kerja sebanyak-banyaknya. Mengalami bonus demografi, penduduk dengan dominasi usia muda bertumbuh pesat. Kebutuhan lapangan kerja juga meningkat setiap tahunnya.
(pur)