Prioritaskan 100 Kabupaten, Pemerintah Serius Atasi Stunting
A
A
A
JAKARTA - Indonesia masih ditetapkan sebagai salah satu negara dengan status gizi buruk oleh World Health Organization (WHO). Tercatat sebanyak 7,8 juta dari 23 juta balita menderita stunting.
Oleh karena itu, dibutuhkan komitmen kuat pemerintah untuk menekan angka stunting di Indonesia. Guna menekan tingginya jumlah penderita stunting, pemerintah telah menetapkan 100 kabupaten untuk mendapatkan penanganan prioritas penanganan stunting.
"Prioritas awal di 100 kabupaten," ujar Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, di Jakarta, Selasa (10/4/2018).
Menurut dia, isu stunting masih menjadi perhatian internasional. Oleh karena itu, pemerintah berharap pengentasan stunting harus dilakukan secara serius. Bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat semata, namun juga menjadi tanggung jawab pemerintah daerah.
Dalam waktu dekat, lanjut Moeldoko, Presiden Joko Widodo akan mendeklarasikan program nasional antistunting. "Presiden akan mendeklarasikan menjadi program nasional. Nantinya para menteri akan turun ke posyandu-posyandu untuk ikut menggerakkan. Dalam bulan ini harus sudah mulai," tuturnya.
Dia mengungkapkan, kasus-kasus stunting tidak hanya terjadi di wilayah-wilayah pelosok. Bahkan, di Pulau Jawa pun angka stunting masih tergolong tinggi.
Diharapkan, kata dia, koordinasi antara kementerian dan lembaga terkait dapat segera dilakukan. Banyak sektor yang terkait dengan penanganan stunting, mulai dari kesehatan, pendidikan, sanitasi, gizi dan pangan, hingga infrastruktur.
Sementara itu, Dewan pembina Perhimpunan Dokter Gizi Medik Indonesia (PDGMI), Fasli Jalal mengatakan untuk mengurangi terjadinya risiko stunting, pengawasan dapat dilakukan pada 1.000 hari pertama, yakni sejak dalam kandungan hingga anak berusia dua tahun.
Menurut dia, asupan gizi pada saat ibu mengandung dan kebersihan menjadi hal utama."Jika ada risiko awal, misalnya umurnya muda atau kehamilan berat badannya tidak naik ideal, harus ada intervensi yang harus segera dilakukan," ungkapnya.
Namun, jika terlahir stunting, masih ada kemungkinan selama kurun waktu dua tahun untuk melakukan intervensi kepada sang anak agar dapat kembali ke garis normal, yakni dengan menjaga asupan perbaikan gizi, serta dan melakukan stimulasi agar sel-sel otak tetap terpelihara.
"Masih ada peluang untuk diperbaiki, tetapi kalau dibiarkan ya mereka akan tertinggal. Jadi dua tahun itu sangat penting sekali," kata Guru Besar Universitas Negeri Jakarta (UNJ) itu.
Mantan Kepala BKKBN itu menegaskan, pengentasan stunting harus dilakukan secara terkoordinasi antar pemerintah pusat, lintas kementerian/lembaga, dengan pemerintah daerah. Tidak hanya persoalan gizi dan kesehatan, infrastruktur air bersih, sanitas, pendidikan, juga harus diperhatikan.
Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf mengatakan kasus stunting adalah masalah yang harus diselesaikan bersama sehingga semua pihak harus ikut serta dalam menangani kasus ini.
Pemerintah pusat dan daerah harus turun tangan dalam menanganinya karena tanpa keinginan yang kuat dari pemerintah daerah sulit menurunkan angka stunting.
Setidaknya,lanjut dia, pemerintah daerah harus memberikan pemahaman dan edukasi kepada masyarakat di daerahnya untuk menjaga kebersihan dan memberikan asupan yang bergizi ketika mengandung.
Karena dari berbagai data yang ada, besarnya angka stunting di Indonesia karena faktor kebiasaan masyarakat yang tidak mengetahui makanan bergizi. "Yang di makan waktu mengandung itu makanan keripik, jajanan yang mengandung bahan-bahan yang tidak jelas," katanya.
Kendati begitu, Dede mengakui penanganan kasus stunting cukup baik jika dibandingkan tahun sebelumnya. Hal itu terbukti angka stanting mengalami kemajuan yang signifikan.
"Angka stunting dari 32 persen turun menjadi 27 persen, mudah-mudahan bisa turun lagi," tuturnya.
Oleh karena itu, dibutuhkan komitmen kuat pemerintah untuk menekan angka stunting di Indonesia. Guna menekan tingginya jumlah penderita stunting, pemerintah telah menetapkan 100 kabupaten untuk mendapatkan penanganan prioritas penanganan stunting.
"Prioritas awal di 100 kabupaten," ujar Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, di Jakarta, Selasa (10/4/2018).
Menurut dia, isu stunting masih menjadi perhatian internasional. Oleh karena itu, pemerintah berharap pengentasan stunting harus dilakukan secara serius. Bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat semata, namun juga menjadi tanggung jawab pemerintah daerah.
Dalam waktu dekat, lanjut Moeldoko, Presiden Joko Widodo akan mendeklarasikan program nasional antistunting. "Presiden akan mendeklarasikan menjadi program nasional. Nantinya para menteri akan turun ke posyandu-posyandu untuk ikut menggerakkan. Dalam bulan ini harus sudah mulai," tuturnya.
Dia mengungkapkan, kasus-kasus stunting tidak hanya terjadi di wilayah-wilayah pelosok. Bahkan, di Pulau Jawa pun angka stunting masih tergolong tinggi.
Diharapkan, kata dia, koordinasi antara kementerian dan lembaga terkait dapat segera dilakukan. Banyak sektor yang terkait dengan penanganan stunting, mulai dari kesehatan, pendidikan, sanitasi, gizi dan pangan, hingga infrastruktur.
Sementara itu, Dewan pembina Perhimpunan Dokter Gizi Medik Indonesia (PDGMI), Fasli Jalal mengatakan untuk mengurangi terjadinya risiko stunting, pengawasan dapat dilakukan pada 1.000 hari pertama, yakni sejak dalam kandungan hingga anak berusia dua tahun.
Menurut dia, asupan gizi pada saat ibu mengandung dan kebersihan menjadi hal utama."Jika ada risiko awal, misalnya umurnya muda atau kehamilan berat badannya tidak naik ideal, harus ada intervensi yang harus segera dilakukan," ungkapnya.
Namun, jika terlahir stunting, masih ada kemungkinan selama kurun waktu dua tahun untuk melakukan intervensi kepada sang anak agar dapat kembali ke garis normal, yakni dengan menjaga asupan perbaikan gizi, serta dan melakukan stimulasi agar sel-sel otak tetap terpelihara.
"Masih ada peluang untuk diperbaiki, tetapi kalau dibiarkan ya mereka akan tertinggal. Jadi dua tahun itu sangat penting sekali," kata Guru Besar Universitas Negeri Jakarta (UNJ) itu.
Mantan Kepala BKKBN itu menegaskan, pengentasan stunting harus dilakukan secara terkoordinasi antar pemerintah pusat, lintas kementerian/lembaga, dengan pemerintah daerah. Tidak hanya persoalan gizi dan kesehatan, infrastruktur air bersih, sanitas, pendidikan, juga harus diperhatikan.
Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf mengatakan kasus stunting adalah masalah yang harus diselesaikan bersama sehingga semua pihak harus ikut serta dalam menangani kasus ini.
Pemerintah pusat dan daerah harus turun tangan dalam menanganinya karena tanpa keinginan yang kuat dari pemerintah daerah sulit menurunkan angka stunting.
Setidaknya,lanjut dia, pemerintah daerah harus memberikan pemahaman dan edukasi kepada masyarakat di daerahnya untuk menjaga kebersihan dan memberikan asupan yang bergizi ketika mengandung.
Karena dari berbagai data yang ada, besarnya angka stunting di Indonesia karena faktor kebiasaan masyarakat yang tidak mengetahui makanan bergizi. "Yang di makan waktu mengandung itu makanan keripik, jajanan yang mengandung bahan-bahan yang tidak jelas," katanya.
Kendati begitu, Dede mengakui penanganan kasus stunting cukup baik jika dibandingkan tahun sebelumnya. Hal itu terbukti angka stanting mengalami kemajuan yang signifikan.
"Angka stunting dari 32 persen turun menjadi 27 persen, mudah-mudahan bisa turun lagi," tuturnya.
(dam)