Kementerian Agama Moratorium Izin Biro Umrah
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Agama (Kemenag) akhirnya memberlakukan moratorium izin bagi penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU). Moratorium ini akan terus berlaku selagi Kemenag melakukan evaluasi atas PPIU yang saat ini berizin.
Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, Kemenag melakukan moratorium terhadap pemberian izin kepada biro perjalanan umrah baru yang mengajukan izin. Dia menjelaskan, saat ini PPIU yang berizin mencapai 900 biro. Menurut Lukman, jumlah PPIU ini sudah cukup untuk melayani calon jamaah umrah di Indonesia.
Menag juga menekankan, moratorium ini diresmikan setelah melakukan kajian mendalam terhadap situasi dan kondisi, terlebih maraknya biro umrah yang tersandung masalah. "Kita melakukan moratorium. Kita menghentikan sementara pemberian izin kepada biro umrah baru yang mengajukan izin sebagai PPIU," tandas Lukman seusai menerima kunjungan Wakapolri Komjen Pol Syafruddin di Kantor Kemenag, Jakarta, Rabu (4/4/2018).
Lukman Hakim mengatakan masa berlaku moratorium ini tidak ditentukan sampai kapan. Pasalnya, evaluasi akan terus dilakukan di mana periodisasinya ada yang setiap dua tahun terkait perizinan dan ada yang setiap tahun terkait keuangan. Dia juga meminta seluruh penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU) untuk segera mendaftarkan diri dalam Sistem Informasi Pengawasan Terpadu Umrah dan Haji Khusus (Si patuh).
Peluncuran Sipatuh, katanya, akan dilaksanakan pertengahan bulan ini. Jika tidak masuk ke dalam sistem pengawasan elektronik tersebut, pencabutan izin biro umrah bakal dilakukan. Dia menegaskan, biro umrah wajib masuk ke dalam sistem pengawasan terintegrasi Sipatuh. Sosialisasi telah dilakukan kepada seluruh pimpinan PPIU.
Menurut Menag, saat ini telah dilakukan dua hal. Pertama, melakukan revisi regulasi sehingga Kementerian Agama memiliki pijakan yang lebih tegas dalam tugas pengawasan. Saat ini Kementerian Agama telah menerbitkan Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah. Kedua adalah membangun sistem pengawasan berbasis elektronik yakni Sipatuh.
"Melalui sistem ini, akan saling terkoneksi antara calon jamaah umrah, PPIU, Kemenag, dan KBSA (Kedutaan Besar Arab Saudi). Ini dilakukan agar monitoring penyenggaraan umrah tidak hanya dilakukan Kemenag, tapi juga masyarakat," ungkapnya.
Wakapolri Komjen Pol Syafruddin mengapresiasi upaya Kementerian Agama dalam membenahi penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah. Menurut Syafruddin, pihaknya bertemu Menag untuk mendiskusikan bersama penanganan masalah travel umrah yang gagal memberangkatkan jamaah. Terkait kasus yang sudah terjadi, Wakapolri menegaskan bahwa pihaknya akan menyelesaikan melalui penegakan hukum yang berkeadilan dan komprehensif.
"Sudah cukup progresif apa yang dilakukan Kemenag (dalam pembenahan umrah). Regulasi sudah diubah. Ke depan ada harapan baik bagi kita untuk membenahi masalah travel umrah ini. Paling tidak limitasi biaya umrah sudah diatur. Insya Allah setelah ini situasi akan kondusif," tandasnya.
Ketua Himpunan Penyelenggara Haji dan Umrah (HIMPUH) Baluki Ahmad berpendapat, boleh-boleh saja Kemenag memberlakukan moratorium. Dia juga menyatakan, jumlah 900 PPIU itu memang sudah cukup. Namun di sisi lain, masyarakat yang ingin mendirikan biro umrah akan terkebiri haknya. Karena itu, menurut dia, sebaiknya Kemenag tidak melakukan pembatasan izin biro umrah, tetapi memperketat syarat pendirian PPIU.
"Kami bukannya tidak setuju. Moratorium boleh-boleh saja, tapi bukan itu faktornya. Saya lebih menekankan selektifnya saja yang ditingkatkan. Baik dari persyaratan, pengawasan, dan penelusurannya harus ditingkatkan," katanya.
Baluki mengatakan, jika alasan moratorium adalah untuk mempermudah pengawasan maka dia mempertanyakan berapa aparat pengawas yang dimiliki Kemenag. Pasalnya, pengawasan juga tidak mudah, terlebih jumlah aparat pengawas Kemenag juga terbatas. Baluki juga menerangkan maraknya kasus biro umrah nakal ini terjadi karena lambannya Kemenag membuat peraturan penegasan tindakan hukum. Karena itu, dia pun meminta Kemenag melakukan evaluasi internal secara mendalam.
Anggota Komisi VIII DPR Achmad Mustaqim berpendapat, Kemenag memang harus melakukan pengetatan dan penertiban biro umrah. Dari data yang ada, penyelenggara umrah yang terdaftar mencapai 700 dan hanya sekitar 50% yang mengantongi izin resmi. "Di sinilah peran penting Kemenag melakukan pengetatan perizinan sesuai perundang-undangan sehingga jumlah penyelenggara umrah lebih rasional," katanya.
Dengan makin tinggi animo masyarakat untuk melakukan ibadah umrah, sebagian calon jamaah tidak hati-hati dan mudah tergiur dengan paket-paket umrah murah tersebut. "Sudah seharusnya menjadi perhatian kita bersama sehingga tercapai semua hajat para pihak yang terkait pelaksanaan ibadah umrah," ungkapnya.
Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, Kemenag melakukan moratorium terhadap pemberian izin kepada biro perjalanan umrah baru yang mengajukan izin. Dia menjelaskan, saat ini PPIU yang berizin mencapai 900 biro. Menurut Lukman, jumlah PPIU ini sudah cukup untuk melayani calon jamaah umrah di Indonesia.
Menag juga menekankan, moratorium ini diresmikan setelah melakukan kajian mendalam terhadap situasi dan kondisi, terlebih maraknya biro umrah yang tersandung masalah. "Kita melakukan moratorium. Kita menghentikan sementara pemberian izin kepada biro umrah baru yang mengajukan izin sebagai PPIU," tandas Lukman seusai menerima kunjungan Wakapolri Komjen Pol Syafruddin di Kantor Kemenag, Jakarta, Rabu (4/4/2018).
Lukman Hakim mengatakan masa berlaku moratorium ini tidak ditentukan sampai kapan. Pasalnya, evaluasi akan terus dilakukan di mana periodisasinya ada yang setiap dua tahun terkait perizinan dan ada yang setiap tahun terkait keuangan. Dia juga meminta seluruh penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU) untuk segera mendaftarkan diri dalam Sistem Informasi Pengawasan Terpadu Umrah dan Haji Khusus (Si patuh).
Peluncuran Sipatuh, katanya, akan dilaksanakan pertengahan bulan ini. Jika tidak masuk ke dalam sistem pengawasan elektronik tersebut, pencabutan izin biro umrah bakal dilakukan. Dia menegaskan, biro umrah wajib masuk ke dalam sistem pengawasan terintegrasi Sipatuh. Sosialisasi telah dilakukan kepada seluruh pimpinan PPIU.
Menurut Menag, saat ini telah dilakukan dua hal. Pertama, melakukan revisi regulasi sehingga Kementerian Agama memiliki pijakan yang lebih tegas dalam tugas pengawasan. Saat ini Kementerian Agama telah menerbitkan Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah. Kedua adalah membangun sistem pengawasan berbasis elektronik yakni Sipatuh.
"Melalui sistem ini, akan saling terkoneksi antara calon jamaah umrah, PPIU, Kemenag, dan KBSA (Kedutaan Besar Arab Saudi). Ini dilakukan agar monitoring penyenggaraan umrah tidak hanya dilakukan Kemenag, tapi juga masyarakat," ungkapnya.
Wakapolri Komjen Pol Syafruddin mengapresiasi upaya Kementerian Agama dalam membenahi penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah. Menurut Syafruddin, pihaknya bertemu Menag untuk mendiskusikan bersama penanganan masalah travel umrah yang gagal memberangkatkan jamaah. Terkait kasus yang sudah terjadi, Wakapolri menegaskan bahwa pihaknya akan menyelesaikan melalui penegakan hukum yang berkeadilan dan komprehensif.
"Sudah cukup progresif apa yang dilakukan Kemenag (dalam pembenahan umrah). Regulasi sudah diubah. Ke depan ada harapan baik bagi kita untuk membenahi masalah travel umrah ini. Paling tidak limitasi biaya umrah sudah diatur. Insya Allah setelah ini situasi akan kondusif," tandasnya.
Ketua Himpunan Penyelenggara Haji dan Umrah (HIMPUH) Baluki Ahmad berpendapat, boleh-boleh saja Kemenag memberlakukan moratorium. Dia juga menyatakan, jumlah 900 PPIU itu memang sudah cukup. Namun di sisi lain, masyarakat yang ingin mendirikan biro umrah akan terkebiri haknya. Karena itu, menurut dia, sebaiknya Kemenag tidak melakukan pembatasan izin biro umrah, tetapi memperketat syarat pendirian PPIU.
"Kami bukannya tidak setuju. Moratorium boleh-boleh saja, tapi bukan itu faktornya. Saya lebih menekankan selektifnya saja yang ditingkatkan. Baik dari persyaratan, pengawasan, dan penelusurannya harus ditingkatkan," katanya.
Baluki mengatakan, jika alasan moratorium adalah untuk mempermudah pengawasan maka dia mempertanyakan berapa aparat pengawas yang dimiliki Kemenag. Pasalnya, pengawasan juga tidak mudah, terlebih jumlah aparat pengawas Kemenag juga terbatas. Baluki juga menerangkan maraknya kasus biro umrah nakal ini terjadi karena lambannya Kemenag membuat peraturan penegasan tindakan hukum. Karena itu, dia pun meminta Kemenag melakukan evaluasi internal secara mendalam.
Anggota Komisi VIII DPR Achmad Mustaqim berpendapat, Kemenag memang harus melakukan pengetatan dan penertiban biro umrah. Dari data yang ada, penyelenggara umrah yang terdaftar mencapai 700 dan hanya sekitar 50% yang mengantongi izin resmi. "Di sinilah peran penting Kemenag melakukan pengetatan perizinan sesuai perundang-undangan sehingga jumlah penyelenggara umrah lebih rasional," katanya.
Dengan makin tinggi animo masyarakat untuk melakukan ibadah umrah, sebagian calon jamaah tidak hati-hati dan mudah tergiur dengan paket-paket umrah murah tersebut. "Sudah seharusnya menjadi perhatian kita bersama sehingga tercapai semua hajat para pihak yang terkait pelaksanaan ibadah umrah," ungkapnya.
(amm)