Konflik Luar Negeri Bisa Picu Potensi Radikalisme di Indonesia
A
A
A
JAKARTA - Seluruh elemen bangsa Indonesia diingatkan untuk mewaspadai berbagai isu yang berpotensi memunculkan radikalisme di Indonesia, terutama konflik-konflik dari luar negeri.
Kewaspadaan penting karena karena penyebar ideologi-ideologi transnasional berupa paham kekerasan bisa memanfaatkan konflik tersebut untuk menyusup ke Indonesia.
Hal itu diungkapkan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komisaris Jenderal Polisi Suhardi Alius, Kamis 29 Maret 2018 saat pembekalan wawasan kebangsaan dan potensi ancaman terorisme di hadapan ratusan anggota Pasis Pendidikan Pengembangan Umum Sespima Angkatan 59 di Sekolah Staf dan Pimpinan (Sespim) Polri, Jakarta.
Menurut dia, isu terkait konflik di luar negeri berdampak sangat signifikan terhadap dinamika di dalam negeri, terutama terkait masalah radikalisme dan terorisme.
“Isu-isu luar negeri itulah yang akan diekspolitasi untuk membuat kegaduhan di sini. Seperti kasus Rohingya di Myanmar, banyak masyarakat Rohingya yang disiksa di Myanmar, tapi di Indonesia ada sebagian kelompok yang justru memperkeruh dengan menimbulkan teror yang ditimbulkan di Indonesia,” kata Suhardi.
Dia menilai, apa yang dilakukan kelompok radikal dengan memanfaatkan isu-isu sangat tidak berdasar dan justru akan menimbulkan perpecahan di masyarakat.
Dia mengingatkan semua pihak agar hal-hal semacam ini dijauhkan dan sedini mungkin bisa dicegah masuk ke Indonesia.
Khusus kepada para siswa depan Sespim Polri, Suhardi menegaskan, sebagai aparat yang bertanggung jawab menjaga keamanan, mereka harus mempunyai jiwa nasionalisme serta profesionalisme yang kuat.
Hal itu dikatakannya penting agar mereka bisa membawa Indonesia semakin maju, dan mandiri dalam menghadapi serangan ideologi asing yang dapat mengancam keamanan dan keutuhan bangsa ini.
“Potensi ancaman terorisme tidak pernah surut sehingga aparat harus mempunyai modal pengetahuan yang mumpuni dalam menghadapi persoalan tersebut,” tandas mantan Kabareskrim Polri ini.
Menurut dia, terorisme bukan hanya menjadi ancaman Indonesia tetapi sudah menjadi musuh bersama negara-negara dunia. Artinya, tantangan penanggulangan terorisme semakin hari semakin tinggi di era kemajuan teknologi informasi dengan produk internet dan media sosial yang berimbas dengan tereduksinya identitas kebangsaan, terutama pada generasi muda.
“Itulah yang membuat saya tidak pernah lelah memberikan wawasan kebangsaan kepada generasi muda dan para calon pemimpin bangsa lainnya. Kalau ini tidak dilakukan saya khawatir nanti, akan banyak terjadi pengaruh buruk yang akan merusak bangsa dan negara ini,” tutur Suhardi .
Kewaspadaan penting karena karena penyebar ideologi-ideologi transnasional berupa paham kekerasan bisa memanfaatkan konflik tersebut untuk menyusup ke Indonesia.
Hal itu diungkapkan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komisaris Jenderal Polisi Suhardi Alius, Kamis 29 Maret 2018 saat pembekalan wawasan kebangsaan dan potensi ancaman terorisme di hadapan ratusan anggota Pasis Pendidikan Pengembangan Umum Sespima Angkatan 59 di Sekolah Staf dan Pimpinan (Sespim) Polri, Jakarta.
Menurut dia, isu terkait konflik di luar negeri berdampak sangat signifikan terhadap dinamika di dalam negeri, terutama terkait masalah radikalisme dan terorisme.
“Isu-isu luar negeri itulah yang akan diekspolitasi untuk membuat kegaduhan di sini. Seperti kasus Rohingya di Myanmar, banyak masyarakat Rohingya yang disiksa di Myanmar, tapi di Indonesia ada sebagian kelompok yang justru memperkeruh dengan menimbulkan teror yang ditimbulkan di Indonesia,” kata Suhardi.
Dia menilai, apa yang dilakukan kelompok radikal dengan memanfaatkan isu-isu sangat tidak berdasar dan justru akan menimbulkan perpecahan di masyarakat.
Dia mengingatkan semua pihak agar hal-hal semacam ini dijauhkan dan sedini mungkin bisa dicegah masuk ke Indonesia.
Khusus kepada para siswa depan Sespim Polri, Suhardi menegaskan, sebagai aparat yang bertanggung jawab menjaga keamanan, mereka harus mempunyai jiwa nasionalisme serta profesionalisme yang kuat.
Hal itu dikatakannya penting agar mereka bisa membawa Indonesia semakin maju, dan mandiri dalam menghadapi serangan ideologi asing yang dapat mengancam keamanan dan keutuhan bangsa ini.
“Potensi ancaman terorisme tidak pernah surut sehingga aparat harus mempunyai modal pengetahuan yang mumpuni dalam menghadapi persoalan tersebut,” tandas mantan Kabareskrim Polri ini.
Menurut dia, terorisme bukan hanya menjadi ancaman Indonesia tetapi sudah menjadi musuh bersama negara-negara dunia. Artinya, tantangan penanggulangan terorisme semakin hari semakin tinggi di era kemajuan teknologi informasi dengan produk internet dan media sosial yang berimbas dengan tereduksinya identitas kebangsaan, terutama pada generasi muda.
“Itulah yang membuat saya tidak pernah lelah memberikan wawasan kebangsaan kepada generasi muda dan para calon pemimpin bangsa lainnya. Kalau ini tidak dilakukan saya khawatir nanti, akan banyak terjadi pengaruh buruk yang akan merusak bangsa dan negara ini,” tutur Suhardi .
(dam)