Alasan KPK Tolak Setya Novanto Jadi Justice Collaborator
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menolak permohonan terdakwa Setya Novanto (Setnov) sebagai justice collaborator (JC) dalam kasus korupsi pengadaan e-KTP. Meski begitu, KPK memastikan tetap menelusuri pihak lainnya yang terlibat dalam perkara tersebut.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menegaskan, pihaknya tidak akan bergantung kepada satu orang untuk mengungkap aktor atau pihak lainnya yang diduga terlibat dalam korupsi e-KTP.
"Dan KPK akan menelusuri lebih lanjut, meskipun kami tidak hanya bergantung satu orang saksi atau terdakwa, harus ada pembuktian antara satu dengan lain," ucap Febri, Jakarta, Jumat (30/3/2018).
Dalam sidang tuntutan, Jaksa membeberkan 26 nama orang dan perusahaan yang menerima aliran dana. Nilainya pun berbeda-beda, dari Rupiah, Dolar Amerika, Dolar Singapura hingga sebidang tanah.
KPK, dikatakan Febri, masih meyakini bahwa ada pihak lain yang menikmati uang panas dari korupsi bernilai Rp5,9 triliun itu. Meskipun saat ini, lembaga antirasuah sudah memproses tujuh orang terkait dengan perkara e-KTP.
Selain itu ada empat orang lainnya yang juga ikut terlibat dalam kasus tersebut dalam hal dugaan merintangi proses penyidikan korupsi e-KTP. "Karena KPK tidak akan berhenti dengan penetapan tersangka yang kemarin. Kami juga masih yakin ada pelaku lain," kata Febri.
Di sisi lain, kata Febri, mantan Ketua DPR RI itu tidak memenuhi syarat sebagai JC dalam mengungkap perkara korupsi ini. "Kami pandang tak memenuhi syarat sebagao JC sehingga tuntutan ini kami abaikan atau tidak kabulkan JC-nya," ujar Febri.
Febri mengungkapkan, penolakan itu lantaran Setnov tak memenuhi syarat utama sebagai JC. Setnov tidak secara terang benderang membuka keterlibatan pihak lain dalam kasus ini.
"Syarat utama tak kepenuhi yaitu membuka peran pihak lain secara siginifikan karena tidak cukup membuka sebagian, setengah-setengah apalagi tidak mengakui perbuatannya," papar Febri.
Syarat untuk menjadi JC sendiri, antara lain, seorang tersangka atau terdakwa harus kooperatif, lalu mau mengakui perbuatannya, serta membantu penyidik membuka peran dan aktor lain dalam kasus korupsi tersebut.
Febri menyebut, Setnov masih memiliki kesempatan untuk membuka kasus ini secara gamblang, tetapi, tidak melalui JC. Menurut Febri, hal itu bisa dilakukan saat penyidik KPK melakukan pemeriksaan terhadap Setnov untuk proses penyidikan terdakwa dan tersangka lainnya dalam kasus ini.
"Namun masih ada ruang bagi Setnov posisinya sebagai saksi sekaligus penyidikan lain," ucap Febri.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menegaskan, pihaknya tidak akan bergantung kepada satu orang untuk mengungkap aktor atau pihak lainnya yang diduga terlibat dalam korupsi e-KTP.
"Dan KPK akan menelusuri lebih lanjut, meskipun kami tidak hanya bergantung satu orang saksi atau terdakwa, harus ada pembuktian antara satu dengan lain," ucap Febri, Jakarta, Jumat (30/3/2018).
Dalam sidang tuntutan, Jaksa membeberkan 26 nama orang dan perusahaan yang menerima aliran dana. Nilainya pun berbeda-beda, dari Rupiah, Dolar Amerika, Dolar Singapura hingga sebidang tanah.
KPK, dikatakan Febri, masih meyakini bahwa ada pihak lain yang menikmati uang panas dari korupsi bernilai Rp5,9 triliun itu. Meskipun saat ini, lembaga antirasuah sudah memproses tujuh orang terkait dengan perkara e-KTP.
Selain itu ada empat orang lainnya yang juga ikut terlibat dalam kasus tersebut dalam hal dugaan merintangi proses penyidikan korupsi e-KTP. "Karena KPK tidak akan berhenti dengan penetapan tersangka yang kemarin. Kami juga masih yakin ada pelaku lain," kata Febri.
Di sisi lain, kata Febri, mantan Ketua DPR RI itu tidak memenuhi syarat sebagai JC dalam mengungkap perkara korupsi ini. "Kami pandang tak memenuhi syarat sebagao JC sehingga tuntutan ini kami abaikan atau tidak kabulkan JC-nya," ujar Febri.
Febri mengungkapkan, penolakan itu lantaran Setnov tak memenuhi syarat utama sebagai JC. Setnov tidak secara terang benderang membuka keterlibatan pihak lain dalam kasus ini.
"Syarat utama tak kepenuhi yaitu membuka peran pihak lain secara siginifikan karena tidak cukup membuka sebagian, setengah-setengah apalagi tidak mengakui perbuatannya," papar Febri.
Syarat untuk menjadi JC sendiri, antara lain, seorang tersangka atau terdakwa harus kooperatif, lalu mau mengakui perbuatannya, serta membantu penyidik membuka peran dan aktor lain dalam kasus korupsi tersebut.
Febri menyebut, Setnov masih memiliki kesempatan untuk membuka kasus ini secara gamblang, tetapi, tidak melalui JC. Menurut Febri, hal itu bisa dilakukan saat penyidik KPK melakukan pemeriksaan terhadap Setnov untuk proses penyidikan terdakwa dan tersangka lainnya dalam kasus ini.
"Namun masih ada ruang bagi Setnov posisinya sebagai saksi sekaligus penyidikan lain," ucap Febri.
(maf)