Setnov Sebut Elit PDIP, Pramono Siap Dikonfrontir di Persidangan
A
A
A
JAKARTA - Tembakan terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan kartu tanda penduduk berbasis elektronik (e-KTP), Setya Novanto kepada dua elit PDI Perjuangan Puan Maharani dan Pramono Anung mulai terlihat di persidangan pekan lalu.
Rabu 14 Maret lalu, Setya Novanto bertanya pada saksi Made Oka Masagung apakah mengingat proses serah terima uang di kediaman Novanto untuk diserahkan kepada dua anggota DPR.
"Pak Made Oka dan Andi pernah ke rumah saya akan menyerahkan uang kepada anggota dewan yakni dua orang yang sangat penting, apakah masih ingat, Pak?," tanya Setnov. "Engga ingat, saya tidak pernah kasih. Tidak ada," jawab Made Oka.
Di hari yang sama, keponakan Novanto, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo juga membantah pernyataan pamannya yang menyebut pemberian sejumlah uang kepada sejumlah anggota DPR. Irvanto mengaku hanya ingat bahwa Andi Narogong pernah menjanjikan paket pekerjaan terkait e-KTP yang menurutnya tak pernah terealisasi.
"Yang saya ingat, saya tidak mendapatkan pekerjaannya. Kalau yang dibilang Andi meminta saya serahkan uang ke anggota dewan juga tidak pernah ada," kata Irvanto.
Meski seluruh saksi membantah keterangannya, tak membuat Novanto patah arang. Di persidangan Kamis 22 Maret 2018, mantan Ketua Umum Partai Golkar ini dengan suara sesenggukan menyebutkan dua nama elit PDI Perjuangan Puan Maharani dan Pramono Anung sebagai penerima dana e-KTP masing-masing USD500 ribu.
"Waktu itu ada pertemuan di rumah saya yang dihadiri Oka dan Irvanto. (Uang) diberikan ke Puan USD500 ribu dan Pramono Anung USD500 ribu," ungkap Novanto saat menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor.
Tudingan Novanto langsung dibantah Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto. "Kami siap diaudit untuk membuktikan bahwa keterangan Bapak Setya Novanto tidak benar" tegas Hasto.
Tak berselang lama, Pramono Anung yang saat kejadian menjabat Wakil Ketua DPR bidang Industri dan Pembangunan membantah semua keterangan Novanto.
"Saya siap dikonfrontasi dengan Novanto dengan siapapun di manapun. Kalau Novanto ingin mendapat status justice collaborator untuk meringankan hukuman, seharusnya Novanto tidak asal catut nama-nama" ujar politisi yang kini menjabat Sekretaris Kabinet ini.
Rabu 14 Maret lalu, Setya Novanto bertanya pada saksi Made Oka Masagung apakah mengingat proses serah terima uang di kediaman Novanto untuk diserahkan kepada dua anggota DPR.
"Pak Made Oka dan Andi pernah ke rumah saya akan menyerahkan uang kepada anggota dewan yakni dua orang yang sangat penting, apakah masih ingat, Pak?," tanya Setnov. "Engga ingat, saya tidak pernah kasih. Tidak ada," jawab Made Oka.
Di hari yang sama, keponakan Novanto, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo juga membantah pernyataan pamannya yang menyebut pemberian sejumlah uang kepada sejumlah anggota DPR. Irvanto mengaku hanya ingat bahwa Andi Narogong pernah menjanjikan paket pekerjaan terkait e-KTP yang menurutnya tak pernah terealisasi.
"Yang saya ingat, saya tidak mendapatkan pekerjaannya. Kalau yang dibilang Andi meminta saya serahkan uang ke anggota dewan juga tidak pernah ada," kata Irvanto.
Meski seluruh saksi membantah keterangannya, tak membuat Novanto patah arang. Di persidangan Kamis 22 Maret 2018, mantan Ketua Umum Partai Golkar ini dengan suara sesenggukan menyebutkan dua nama elit PDI Perjuangan Puan Maharani dan Pramono Anung sebagai penerima dana e-KTP masing-masing USD500 ribu.
"Waktu itu ada pertemuan di rumah saya yang dihadiri Oka dan Irvanto. (Uang) diberikan ke Puan USD500 ribu dan Pramono Anung USD500 ribu," ungkap Novanto saat menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor.
Tudingan Novanto langsung dibantah Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto. "Kami siap diaudit untuk membuktikan bahwa keterangan Bapak Setya Novanto tidak benar" tegas Hasto.
Tak berselang lama, Pramono Anung yang saat kejadian menjabat Wakil Ketua DPR bidang Industri dan Pembangunan membantah semua keterangan Novanto.
"Saya siap dikonfrontasi dengan Novanto dengan siapapun di manapun. Kalau Novanto ingin mendapat status justice collaborator untuk meringankan hukuman, seharusnya Novanto tidak asal catut nama-nama" ujar politisi yang kini menjabat Sekretaris Kabinet ini.
(pur)