Lowongan PNS, Bukan Impian Generasi Milenial
A
A
A
RATIH Amalia terlihat gusar sepulang dari kantor tempatnya bekerja, siang itu. Dilemparnya helm merah muda yang selalu menemaninya mengendarai motor matik keluaran 2012 ke kolong meja teras rumah. Dia sangat kecewa setelah namanya tidak tercantum dalam daftar nama peserta seleksi penerimaan pegawai negeri sipil (PNS) tahun lalu.
Lia, begitu dia biasa disapa, merasa bukan tidak bersyukur. Sebagai sarjana Bahasa Inggris salah satu kampus di Jakarta, dia ingin ilmunya bisa lebih digunakan, ketimbang menjadi staf administrasi sebuah kantor kecil. Makanya, saat membaca informasi penerimaan PNS di 61 kementerian dan lembaga, Lia sangat antusias ikut seleksi.
Pilihannya jatuh pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang membuka 300 formasi. Kebetulan, salah satu kualifikasi yang diminta adalah S-1 Bahasa Inggris. Meski tahu perjuangannya tidak bakal mudah, Lia tetap berharap bisa diterima. Sayang, kenyataan berkata lain. Perempuan 25 tahun itu kembali gagal mencoba peruntungan menjadi PNS. "Itu sudah kali kedua saya ikut tes PNS. Ternyata sama saja, tidak lolos," kata Lia menceritakan pengalamannya mengikuti seleksi penerimaan PNS pada September 2017 kepada SINDO Weekly, pekan lalu.
PNS memang masih menjadi bidang profesi dengan jumlah peminat cukup besar di Indonesia. Gaji standar bukan masalah, toh tersedia fasilitas dan tunjangan. Terlebih, ada uang pensiun yang bisa menjadi bekal hidup di hari tua nanti. Padahal, tidak sedikit pandangan miring masyarakat tentang PNS, mulai dari buruknya layanan hingga korupsi.
Menurut data dalam laman https://sscn.bkn.go.id, hingga penutupan, ada 162.225 orang yang mendaftar tes di Kemendikbud. Itu berarti, satu kursi diperebutkan 540 orang. Itu baru rasio kebutuhan dan peminat di satu kementerian.
Lalu apakah pekerjaan menjadi abdi negara akan terus diminati oleh generasi milenial ke depan? Simak laporan selengkapnya di Majalah SINDO Weekly Edisi 03-07 Tahun 2018 yang terbit Senin (19/3/2018) hari ini.
Lia, begitu dia biasa disapa, merasa bukan tidak bersyukur. Sebagai sarjana Bahasa Inggris salah satu kampus di Jakarta, dia ingin ilmunya bisa lebih digunakan, ketimbang menjadi staf administrasi sebuah kantor kecil. Makanya, saat membaca informasi penerimaan PNS di 61 kementerian dan lembaga, Lia sangat antusias ikut seleksi.
Pilihannya jatuh pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang membuka 300 formasi. Kebetulan, salah satu kualifikasi yang diminta adalah S-1 Bahasa Inggris. Meski tahu perjuangannya tidak bakal mudah, Lia tetap berharap bisa diterima. Sayang, kenyataan berkata lain. Perempuan 25 tahun itu kembali gagal mencoba peruntungan menjadi PNS. "Itu sudah kali kedua saya ikut tes PNS. Ternyata sama saja, tidak lolos," kata Lia menceritakan pengalamannya mengikuti seleksi penerimaan PNS pada September 2017 kepada SINDO Weekly, pekan lalu.
PNS memang masih menjadi bidang profesi dengan jumlah peminat cukup besar di Indonesia. Gaji standar bukan masalah, toh tersedia fasilitas dan tunjangan. Terlebih, ada uang pensiun yang bisa menjadi bekal hidup di hari tua nanti. Padahal, tidak sedikit pandangan miring masyarakat tentang PNS, mulai dari buruknya layanan hingga korupsi.
Menurut data dalam laman https://sscn.bkn.go.id, hingga penutupan, ada 162.225 orang yang mendaftar tes di Kemendikbud. Itu berarti, satu kursi diperebutkan 540 orang. Itu baru rasio kebutuhan dan peminat di satu kementerian.
Lalu apakah pekerjaan menjadi abdi negara akan terus diminati oleh generasi milenial ke depan? Simak laporan selengkapnya di Majalah SINDO Weekly Edisi 03-07 Tahun 2018 yang terbit Senin (19/3/2018) hari ini.
(amm)