Usung Prabowo, Gerindra Aktif Lobi Parpol Lain
A
A
A
JAKARTA - Partai Gerindra terus mematangkan rencana mengusung Prabowo Subianto dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. Partai berlambang burung Garuda ini pun aktif menjalin komunikasi dengan partai politik (Parpol) lain.
Jika tidak ada aral melintang kepastian Prabowo kembali berlaga dalam Pilpres 2019 akan diumumkan pada pekan pertama atau pekan kedua di bulan April 2018. Saat ini sejumlah dewan pimpinan daerah (DPD) Gerindra terus menyuarakan dukungan bagi ketua umum mereka untuk kembali mencalonkan diri dalam Pilpres 2019.
Hingga kemarin DPD Gerindra Banteng, DKI Jakarta, dan Jawa Barat telah resmi mendeklarasikan dukungan kepada Prabowo Subianto. Dengan modal kursi parlemen sebanyak 13,04% Gerindra membutuhkan tambahan minimal 7% kursi. Menilik rekam jejak Gerindra yang selalu seiring sejalan dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dalam berbagai isu nasional hampir dipastikan partai oposisi ini tidak kesulitan mendapatkan kawan koalisi.
"Kami masih terus membuka diri dan aktif menjalin komunikasi dengan partai lain terutama mereka yang belum secara resmi mendeklarasikan dukungan kepada Jokowi," ujar Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Ferry Juliantono, di Jakarta, Minggu (18/3/2018).
Dia menjelaskan saat ini hanya ada dua figur yang mempunyai peluang besar dalam Pilpres 2019 yakni Prabowo Subianto dan Jokowi. Menurutnya kedua figur ini akan membentuk dua poros koalisi yang akan saling berhadapan dalam Pilpres 2019. Kendati saat ini ada lima partai politik yang telah resmi mendeklarasikan dukungan untuk Jokowi, namun masih ada juga beberapa partai yang belum menentukan sikap seperti PKB, PAN, dan Demokrat.
"Saat ini berbagai kemungkinan tetap terbuka. Kami terus aktif melakukan komunikasi dengan parpol lain karena bisa jadi elit parpol yang kecewa karena kadernya tidak dipilih sebagai calon wakil presiden oleh Pak Jokowi bisa juga mengubah sikap dukungan mereka," katanya.
Penggagas Poros Ketiga Pilih Realistis
Tiga partai penggagas wacana koalisi poros ketiga di luar koalisi pengusung Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan pengusung Prabowo Subianto di Pilpres 2019 mulai realistis. Selain upaya itu susah direalisasikan karena persyaratan presidential threshold (PT) sebesar 20% jumlah kursi di DPR hasil Pemilu 2014, tiga partai penggagas yakni Partai Kebangkitan bangsa (PKB), Partai Amanat nasional (PAN), dan Partai Demokrat menyadari bahwa saat ini yang paling memungkinkan adalah merapat ke poros Jokowi atau ke poros Prabowo.
"Kalau poros ketiga itu dimaksudkan membentuk koalisi di luar koalisi pendukung Jokowi dan koalisi yang dimotori Pak Prabowo, maka sulit direalisasikan," kata Sekretaris Jenderal PKB, Abdul Kadir Karding, di Jakarta, Minggu (18/3/2018).
Karding mengungkapkan, peta dukungan dalam Pilpres 2019 sudah semakin terlihat jelas. Di mana lima partai sudah mendukung Jokowi, yakni PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai NasDem, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Hanura. Kemudian, kata dia, PKB yang memang sekarang tergabung dengan koalisi Jokowi juga kecenderungannya akan kembali bersama di Pilpres 2019 nanti.
"Bahkan Partai Demokrat juga bisa merapat ke Jokowi. Dalam rapimnas sudah kelihatan kalau Demokrat cenderung dukung Pak Jokowi. Dari sini saja sudah kelihatan sulit merealisasikan poros ketiga. Sedangkan PKS dan Gerindra akan mengusung Prabowo Subianto," ungkapnya.
Yang paling dimungkinkan, kata Karding, adalah munculnya figur baru di luar Presiden Jokowi. Artinya, dalam Pilpres 2019 bisa saja akan muncul sosok alternatif, namun dalam hal ini bukan lagi soal koalisi baru. Sosok baru itu yang diusung oleh dua koalisi yang ada.
"Misalnya jika Pak Prabowo tidak maju, tetapi Gerindra dan PKS mencalonkan figur lain. Apakah misalnya Pak Prabowo mencalonkan Gatot (mantan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo), atau Anies (Gubernur DKI Jakarta Anies baswedan), atau siapa, itu alternatif namanya. Hal ini yang saya kira lebih realistis terjadi," jelas Karding.
Sebelumnya, Ketua Umum DPP PAN Zulkifli Hasan juga mengakui bahwa pembentukan poros ketiga memang sulit. Menurut Zulkifli, pilihan paling realistis sejauh ini adalah terbentuknya dua poros yang bertarung dalam Pilpres 2019. "Kita tak bicara kemungkinan tertutup ya. Dalam politik semua kemungkinan masih terbuka. Tapi memang secara rasional dua poros saja," ujar Zulkifli.
Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat Roy Suryo mengakui bahwa wacana poros ketiga hanyalah salah satu alternatif kemungkinan yang bisa diambil. Sama halnya dengan alternatif koalisi dengan poros yang ada saat ini yang juga masih terbuka dilakukan.
"Kami akan realistis dalam menghadapi Pilpres 2019. Meski hasil survei menyebutkan AHY (Agus Harimurti Yudhoyono) tertinggi kedua setelah Pak Wapres Jusuf Kalla dalam mengisi posisi calon wakil presiden, tapi kalau RI 1 masih kecil. Jadi, sekali lagi, kami realistis," ungkapnya.
Dalam membangun koalisi, kata Roy, Partai Demokrat tentu akan mencari solusi terbaik untuk bangsa Indonesia. Partainya akan mempertimbangkan matang-matang sebelum mengambil keputusan akhir. "Kita belum akan menyebutkan ke mana karena kita kan benar-benar memperhitungkan secara matang, terukur, dan terstruktur," tukasnya.
Jika tidak ada aral melintang kepastian Prabowo kembali berlaga dalam Pilpres 2019 akan diumumkan pada pekan pertama atau pekan kedua di bulan April 2018. Saat ini sejumlah dewan pimpinan daerah (DPD) Gerindra terus menyuarakan dukungan bagi ketua umum mereka untuk kembali mencalonkan diri dalam Pilpres 2019.
Hingga kemarin DPD Gerindra Banteng, DKI Jakarta, dan Jawa Barat telah resmi mendeklarasikan dukungan kepada Prabowo Subianto. Dengan modal kursi parlemen sebanyak 13,04% Gerindra membutuhkan tambahan minimal 7% kursi. Menilik rekam jejak Gerindra yang selalu seiring sejalan dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dalam berbagai isu nasional hampir dipastikan partai oposisi ini tidak kesulitan mendapatkan kawan koalisi.
"Kami masih terus membuka diri dan aktif menjalin komunikasi dengan partai lain terutama mereka yang belum secara resmi mendeklarasikan dukungan kepada Jokowi," ujar Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Ferry Juliantono, di Jakarta, Minggu (18/3/2018).
Dia menjelaskan saat ini hanya ada dua figur yang mempunyai peluang besar dalam Pilpres 2019 yakni Prabowo Subianto dan Jokowi. Menurutnya kedua figur ini akan membentuk dua poros koalisi yang akan saling berhadapan dalam Pilpres 2019. Kendati saat ini ada lima partai politik yang telah resmi mendeklarasikan dukungan untuk Jokowi, namun masih ada juga beberapa partai yang belum menentukan sikap seperti PKB, PAN, dan Demokrat.
"Saat ini berbagai kemungkinan tetap terbuka. Kami terus aktif melakukan komunikasi dengan parpol lain karena bisa jadi elit parpol yang kecewa karena kadernya tidak dipilih sebagai calon wakil presiden oleh Pak Jokowi bisa juga mengubah sikap dukungan mereka," katanya.
Penggagas Poros Ketiga Pilih Realistis
Tiga partai penggagas wacana koalisi poros ketiga di luar koalisi pengusung Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan pengusung Prabowo Subianto di Pilpres 2019 mulai realistis. Selain upaya itu susah direalisasikan karena persyaratan presidential threshold (PT) sebesar 20% jumlah kursi di DPR hasil Pemilu 2014, tiga partai penggagas yakni Partai Kebangkitan bangsa (PKB), Partai Amanat nasional (PAN), dan Partai Demokrat menyadari bahwa saat ini yang paling memungkinkan adalah merapat ke poros Jokowi atau ke poros Prabowo.
"Kalau poros ketiga itu dimaksudkan membentuk koalisi di luar koalisi pendukung Jokowi dan koalisi yang dimotori Pak Prabowo, maka sulit direalisasikan," kata Sekretaris Jenderal PKB, Abdul Kadir Karding, di Jakarta, Minggu (18/3/2018).
Karding mengungkapkan, peta dukungan dalam Pilpres 2019 sudah semakin terlihat jelas. Di mana lima partai sudah mendukung Jokowi, yakni PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai NasDem, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Hanura. Kemudian, kata dia, PKB yang memang sekarang tergabung dengan koalisi Jokowi juga kecenderungannya akan kembali bersama di Pilpres 2019 nanti.
"Bahkan Partai Demokrat juga bisa merapat ke Jokowi. Dalam rapimnas sudah kelihatan kalau Demokrat cenderung dukung Pak Jokowi. Dari sini saja sudah kelihatan sulit merealisasikan poros ketiga. Sedangkan PKS dan Gerindra akan mengusung Prabowo Subianto," ungkapnya.
Yang paling dimungkinkan, kata Karding, adalah munculnya figur baru di luar Presiden Jokowi. Artinya, dalam Pilpres 2019 bisa saja akan muncul sosok alternatif, namun dalam hal ini bukan lagi soal koalisi baru. Sosok baru itu yang diusung oleh dua koalisi yang ada.
"Misalnya jika Pak Prabowo tidak maju, tetapi Gerindra dan PKS mencalonkan figur lain. Apakah misalnya Pak Prabowo mencalonkan Gatot (mantan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo), atau Anies (Gubernur DKI Jakarta Anies baswedan), atau siapa, itu alternatif namanya. Hal ini yang saya kira lebih realistis terjadi," jelas Karding.
Sebelumnya, Ketua Umum DPP PAN Zulkifli Hasan juga mengakui bahwa pembentukan poros ketiga memang sulit. Menurut Zulkifli, pilihan paling realistis sejauh ini adalah terbentuknya dua poros yang bertarung dalam Pilpres 2019. "Kita tak bicara kemungkinan tertutup ya. Dalam politik semua kemungkinan masih terbuka. Tapi memang secara rasional dua poros saja," ujar Zulkifli.
Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat Roy Suryo mengakui bahwa wacana poros ketiga hanyalah salah satu alternatif kemungkinan yang bisa diambil. Sama halnya dengan alternatif koalisi dengan poros yang ada saat ini yang juga masih terbuka dilakukan.
"Kami akan realistis dalam menghadapi Pilpres 2019. Meski hasil survei menyebutkan AHY (Agus Harimurti Yudhoyono) tertinggi kedua setelah Pak Wapres Jusuf Kalla dalam mengisi posisi calon wakil presiden, tapi kalau RI 1 masih kecil. Jadi, sekali lagi, kami realistis," ungkapnya.
Dalam membangun koalisi, kata Roy, Partai Demokrat tentu akan mencari solusi terbaik untuk bangsa Indonesia. Partainya akan mempertimbangkan matang-matang sebelum mengambil keputusan akhir. "Kita belum akan menyebutkan ke mana karena kita kan benar-benar memperhitungkan secara matang, terukur, dan terstruktur," tukasnya.
(amm)