Rampak Sarinah Akan Perjuangkan Hari Kebaya Nasional
A
A
A
DEPOK - Penggagas rampak Sarinah Eva Kusuma Sundari akan memperjuangkan Hari Kebaya Nasional dan mengusulkan kebaya sebagai national heritage kepada Unesco. Hal ini diungkapkan Eva dalam acara pendidikan kader khusus perempuan nasional (PKKPN 1).
Eva mengatakan, para peserta akan melakukan joget bersama Maumere dan Jaran Goyang seusai penandatanganan janji perjuangan mengerakkan perempuan nasionalis untuk mewujudkan keadilan sosial di saat penutupan PKKPN 1 pada Senin (12/3/2018) di Depok. Hal ini, lanjut Eva, sesuai pesan Ketum Megawati bahwa militansi perjuangan ideologis yang panjang akan mudah kita jalani bila kita ikhlas dan gembira.
Kegiatan joget akan diikuti sebanyak 150 Sarinah peserta kaderisasi dan seluruh panitia termasuk Ketua Bidang Kesehatan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Sri Rahayu. Eva menuturkan, semua akan menggunakan kebaya putih dan berkain Nusantara serta kerudung Ibu Fatmawati berwarna merah bagi yang muslim.
Rampak Sarinah memilih kebaya sebagai wujud atas amanah Trisakti ketiga yaitu berkepribadian dalam kebudayaan. Hasil riset menunjukkan bahwa sudah sejak dahulu kebaya adalah pakaian ibu-ibu berbagai suku di Nusantara. Gerakan Rampak Sarinah mendukung gagasan dan bekerja sama dengan komunitas perempuan lain untuk mengusulkan kepada pemerintah untuk menetapkan Hari Ibu tanggal 22 Desember sekaligus sebagai Hari Berkebaya Nasional.
Penetapan Hari Berkebaya Nasional ini akan menjadi salah satu alasan untuk mengusulkan kebaya sebagai warisan budaya Nusantara Indonesia kepada Unesco. Usulan tersebut akan disampaikan oleh Sri Rahayu pada pidato penutupan PKKPN.
Rampak Sarinah mengajak semua perempuan untuk membangun gerakan perempuan berdasar ideologi negara yaitu Pancasila sekaligus menjalankan tugas peradaban sebagai pendidik pertama dan pembentuk karakter nasionalis kepada anak-anak dan keluarga. Sebagaimana pesan Soekarno, perempuan harus mengatasi ketertinggalan mereka untuk menjadi sama kuat dengan laki-laki agar menjadi dua sayap Garuda untuk terbang tinggi mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Eva mengatakan, para peserta akan melakukan joget bersama Maumere dan Jaran Goyang seusai penandatanganan janji perjuangan mengerakkan perempuan nasionalis untuk mewujudkan keadilan sosial di saat penutupan PKKPN 1 pada Senin (12/3/2018) di Depok. Hal ini, lanjut Eva, sesuai pesan Ketum Megawati bahwa militansi perjuangan ideologis yang panjang akan mudah kita jalani bila kita ikhlas dan gembira.
Kegiatan joget akan diikuti sebanyak 150 Sarinah peserta kaderisasi dan seluruh panitia termasuk Ketua Bidang Kesehatan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Sri Rahayu. Eva menuturkan, semua akan menggunakan kebaya putih dan berkain Nusantara serta kerudung Ibu Fatmawati berwarna merah bagi yang muslim.
Rampak Sarinah memilih kebaya sebagai wujud atas amanah Trisakti ketiga yaitu berkepribadian dalam kebudayaan. Hasil riset menunjukkan bahwa sudah sejak dahulu kebaya adalah pakaian ibu-ibu berbagai suku di Nusantara. Gerakan Rampak Sarinah mendukung gagasan dan bekerja sama dengan komunitas perempuan lain untuk mengusulkan kepada pemerintah untuk menetapkan Hari Ibu tanggal 22 Desember sekaligus sebagai Hari Berkebaya Nasional.
Penetapan Hari Berkebaya Nasional ini akan menjadi salah satu alasan untuk mengusulkan kebaya sebagai warisan budaya Nusantara Indonesia kepada Unesco. Usulan tersebut akan disampaikan oleh Sri Rahayu pada pidato penutupan PKKPN.
Rampak Sarinah mengajak semua perempuan untuk membangun gerakan perempuan berdasar ideologi negara yaitu Pancasila sekaligus menjalankan tugas peradaban sebagai pendidik pertama dan pembentuk karakter nasionalis kepada anak-anak dan keluarga. Sebagaimana pesan Soekarno, perempuan harus mengatasi ketertinggalan mereka untuk menjadi sama kuat dengan laki-laki agar menjadi dua sayap Garuda untuk terbang tinggi mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
(whb)