DPR Dorong Industri Pertahanan Swasta Penuhi Kebutuhan Polri dan TNI
A
A
A
JAKARTA - Ketua DPR Bambang Soesatyo melakukan pertemuan dengan Perkumpulan Industri Pertahanan Swasta Nasional (Pinhantanas) di Ruang Kerjanya, Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (12/2/2018). Dalam pertemuan itu, Bambang mengatakan bahwa DPR mendorong Perkumpulan Industri Pertahanan Swasta Nasional bergerak maju dan menguasai peralatan pertahanan yang dibutuhkan Polri dan TNI.
"Intinya DPR mendorong perkumpulan ini bisa bergerak maju dan menguasai peralatan pertahanan yang dibutuhkan Polri dan TNI," ujar pria yang akrab disapa Bamsoet itu. Sehingga, Industri Pertahanan Swasta Nasional dapat bersaing dengan kualitas impor.
Diakuinya bahwa kebutuhan untuk menjaga keamanan Indonesia sebagai negara kepulauan memang tinggi. Diakuinya juga bahwa kemampuan yang dimiliki industri pertahanan dalam negeri cukup terbatas.
"Memang keadaan produk kita lebih mahal. Itu jadi tantangan," tutur politikus Partai Golkar ini. Adapun Pinhantanas meminta DPR untuk berkomitmen terhadap tumbuhnya industri pertahanan swasta nasional.
Dewan Penasihat Perkumpulan Industri Pertahanan Swasta Nasional Connie Rahakundini Bakrie mengatakan bahwa industri pertahanan swasta selama ini berjalan sendiri. Dia menjelaskan, komitmen DPR tersebut menjadi angin segar bagi industri pertahanan swasta.
Sebab, pengadaan alat utama sistem persenjataan (Alutsista) Polri dan TNI saat ini dirasa tidak berpihak kepada industri pertahanan swasta. Maka itu, kata Connie, negara perlu mengubah beberapa aturan dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan.
Karena, pasal 11 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2012 itu dianggap menyusahkan peran industri swasta. "Pasal 11 yang menyatakan yang menjadi integrator hanya BUMN. Padahal pelaku industri swasta sudah banyak tetapi tidak diberikan ruang untuk maju," paparnya.
Kemudian, Pinjaman Dalam Negeri (PDN) juga menjadi sorotan. Sebab, industri pertahanan swasta nasional selalu menemui kesulitan saat mengajukan pinjaman.
"Tapi yang penting masalah PDN, tentang alokasi pinjaman dalam negeri. Bagaimana kami menuntut perlakuan negara tentang legislasi kebijakan anggaran PDN. PDN itu sekarang anggaran penyerapannya buruk, tapi itu bisa jadi baik, jika industri swasta bisa menyerap dan dialokasikan dalam jangka lima tahun," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Harian Pinhantanas Mayjen (Purn) Jan Pieterk menilai negara tidak perlu ragu dengan kemampuan produksi dari industri pertahanan swasta. Buktinya, industri pertahanan swasta telah mampu membuat produk seperti pesawat tanpa awak hingga bom.
"Sesungguhnya kita punya kemampuan yang harus kita gunakan supaya devisa negara bisa mengalir ke dalam negeri. Dalam arti penyerapan tenaga kerja dan kebutuhan TNI-Polri hasil karya anak bangsa," ujar Jan dalam kesempatan sama.
"Intinya DPR mendorong perkumpulan ini bisa bergerak maju dan menguasai peralatan pertahanan yang dibutuhkan Polri dan TNI," ujar pria yang akrab disapa Bamsoet itu. Sehingga, Industri Pertahanan Swasta Nasional dapat bersaing dengan kualitas impor.
Diakuinya bahwa kebutuhan untuk menjaga keamanan Indonesia sebagai negara kepulauan memang tinggi. Diakuinya juga bahwa kemampuan yang dimiliki industri pertahanan dalam negeri cukup terbatas.
"Memang keadaan produk kita lebih mahal. Itu jadi tantangan," tutur politikus Partai Golkar ini. Adapun Pinhantanas meminta DPR untuk berkomitmen terhadap tumbuhnya industri pertahanan swasta nasional.
Dewan Penasihat Perkumpulan Industri Pertahanan Swasta Nasional Connie Rahakundini Bakrie mengatakan bahwa industri pertahanan swasta selama ini berjalan sendiri. Dia menjelaskan, komitmen DPR tersebut menjadi angin segar bagi industri pertahanan swasta.
Sebab, pengadaan alat utama sistem persenjataan (Alutsista) Polri dan TNI saat ini dirasa tidak berpihak kepada industri pertahanan swasta. Maka itu, kata Connie, negara perlu mengubah beberapa aturan dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan.
Karena, pasal 11 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2012 itu dianggap menyusahkan peran industri swasta. "Pasal 11 yang menyatakan yang menjadi integrator hanya BUMN. Padahal pelaku industri swasta sudah banyak tetapi tidak diberikan ruang untuk maju," paparnya.
Kemudian, Pinjaman Dalam Negeri (PDN) juga menjadi sorotan. Sebab, industri pertahanan swasta nasional selalu menemui kesulitan saat mengajukan pinjaman.
"Tapi yang penting masalah PDN, tentang alokasi pinjaman dalam negeri. Bagaimana kami menuntut perlakuan negara tentang legislasi kebijakan anggaran PDN. PDN itu sekarang anggaran penyerapannya buruk, tapi itu bisa jadi baik, jika industri swasta bisa menyerap dan dialokasikan dalam jangka lima tahun," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Harian Pinhantanas Mayjen (Purn) Jan Pieterk menilai negara tidak perlu ragu dengan kemampuan produksi dari industri pertahanan swasta. Buktinya, industri pertahanan swasta telah mampu membuat produk seperti pesawat tanpa awak hingga bom.
"Sesungguhnya kita punya kemampuan yang harus kita gunakan supaya devisa negara bisa mengalir ke dalam negeri. Dalam arti penyerapan tenaga kerja dan kebutuhan TNI-Polri hasil karya anak bangsa," ujar Jan dalam kesempatan sama.
(pur)