Calon Jamaah Umrah dan Haji Harus Pastikan Lima Hal
A
A
A
JAKARTA - Melaksanakan ibadah umrah dan haji ke Tanah Suci Mekkah sudah pasti menjadi impian setiap umat muslim di dunia, termasuk Indonesia. Sayangnya, di tengah semangat yang tinggi untuk melaksanakan ibadah yang menjadi rukun Islam kelima ini, para calon jamaah dan haji di Tanah Air, tak sedikit yang lalai dan abai untuk memastikan kondisi pengelola biro perjalanan haji dan umrah.
Akibatnya, tak sedikit kasus penipuan yang terjadi dalam penyelenggaraan ibadah umrah dan haji di Indonesia. Alih-alih para calon jemaah berbahagia melaksanakan ibadah ke Tanah Suci, justru menderita karena harus menjadi korban penipuan. Calon jamaah gagal pergi dan harus kehilangan uang.
Contoh kasus terbaru, misalnya, terjadi di Bandung 30 Januari 2018 kemarin. Sedikitnya, 12.845 calon jamaah umrah dan haji, gagal berangkat karena biro penyelenggara ibadah umrah dan haji mereka, PT SBL, ternyata tidak punya kemampuan manajemen untuk membiayai keberangkatan. Uang para jamaah banyak diselewengkan untuk kepentingan pribadi pengelola dan pemilik biro itu.
Dalam praktiknya, perusahaan yang berkantor di Bandung tersebut membuka jasa perjalanan ibadah haji plus dan umrah. Calon jamaah umrah menyerahkan biaya bervariasi sekitar Rp18 hingga 23 juta. Tercatat sudah 30.237 jamaah yang mendaftar untuk umrah.
Namun tidak semuanya bisa berangkat. Dari angka tersebut, hanya 17.383 orang yang diberangkatkan. Sisanya, 12.845 jemaah tidak bisa berangkat karena ketidakmampuan manajemen untuk membiayai keberangkatan.
Dari seluruh jamaah yang belum diberangkatkan, PT SBL telah menerima sedikitnya Rp300 miliar. Uang tersebut diduga digunakan tersangka untuk kepentingan pribadi. Selain itu, tercatat pula 117 orang mendaftar ke PT SBL sebagai jamaah haji plus. Padahal PT SBL tidak memiliki izin penyelenggara haji plus.
Untuk jasa ini, masing-masing jamaah membayar biaya sekitar Rp 110 juta. Dengan demikian, dana terkumpul dari perjalanan haji plus ini sekitar Rp12,8 miliar.
Nah, memetik pelajaran berharga dari beragam kasus yang terjadi terkait penyelenggara umrah dan haji, Direktur Bina Umroh dan Haji Khusus Direktorat Jenderal (Ditjen) Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Kementerian Agama, M Arfi Hatim menegaskan akan melakukan audit terhadap Penyelenggara Perjalanan Ibadah dan Umrah (PPIU) di Tanah Air.
“Proses audit akan dilakukan bekerjasama dengan akuntan publik independen. Harapannya, hasil audit menjadi bahan kemenag untuk melakukan pengawasan lanjutan,” ujarnya dalam acara Dialog Haji dan Umrah yang digelar SINDO Weekly, di Gedung Asrama Haji dan Embarkasi Jakarta-Bekasi, Rabu (9/2/2018).
Selaku regulator, kata Arfi, Kemenag telah membuat pemetaan atau mitigasi dan memantau PPIU yang berpotensi bermasalah. Indikator pemetaan, antara lain, jumlah jamaah yang masif, harga yang tidak rasional, dan sistem pemasaran yang berpotensi merugikan masyarakat karena tidak sesuai ketentuan. Pemetaan dilakukan sekaligus dalam rangka penyempurnaan regulasi yang sekarang sudah tahap final.
"Ada beberapa hal yang akan diatur, seperti harga referensi, pembatasan masa pendaftaran, pengawasan yang lebih ketat dan penetapan sanksi yang lebih tegas, dan lain-lain,” jelasnya.
Selain itu, Kemenag juga terus menyempurnakan sistem pengawasan secara elektronik yang telah ada agar meminimalisir setiap risiko yang mengancam jemaah. Kemenag melakukan pengembangan sistem aplikasi SiPatuh atau Sistem Informasi Pengawasan Terpadu Umrah dan Haji.
Namun, hal penting lagi, Arfi Hatim mengingatkan masyarakat untuk mengetahui lima pasti. Pertama, pastikan travel atau biro perjalanan umrah dan haji itu berizin. Memastikan travel berizin ini dapat dilakukan melalui aplikasi umrah cerdas. Bisa juga bertanya melalui Kanwil Kemenag yang berada di kabupaten dan kota. Kedua, pastikan tanggal keberangkatan maskapai.
“Masyarakat harus mengetahui kapan pastinya tanggal dan bulan mereka berangkat umrah. Maksudnya, biro travel yang menawarkan umrah dan haji itu sudah harus tanggal dan bulan keberangkatan. Pastikan ini,” imbuhnya.
Ketiga, pastikan hotelnya. Artinya, masyarakat atau calon jamaah haji sudah harus mengetahui di mana hotel tempat dia menginap selama di Mekkah atau Madinah. Keempat, pastikan harganya. Harga harus rasional. “Kalau ada harga Rp14 juta, apakah rasional? Ini masyarakat harus mengetahui persis,” tegasnya.
“Kelima, pastikan visanya. Calon jamaah harus memastikan visa ke Arab Saudi ini sudah beres lebih dulu,” tambahnya.
Hal senada dilontarkan Kanwil Kemenag Provinsi Jawa Barat, Drs HA Buchrori MM. Ia tegaskan, masyarakat harus mencek betul travel atau biro perjalanan yang menjadi pilihannya. Kepastian travel ini berizin atau tidak bermasalah, dapat ditanyakan ke kanwil kabupaten dan kota tempat mereka berdomisili. Kemudian, hindari dan waspadai promosi-promosi murah dan sebagainya.
“Hal penting lain, pastikan biro travel itu ada kontrak dengan pelayanan yang mereka tawarkan,” imbuhnya.
Sementara itu, di tempat yang sama usai meresmikan Gedung Asrama Haji Mina D dan Muzdalifah Embarkasi Jakarta-Bekasi, Menteri Agama H Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, belajar dari pengalaman yang tidak baik terkait penipuan, penelantaran umrah dan haji di Tanah Air, Kemenag terus merevisi, memperbaiki dan membuat regulasi baru. “Sehingga, diharapkan, tidak ada lagi peluang dan kesempatan bagi biro travel atau PPIU untuk melakukan praktik-praktik tidak terpuji dan tidak benar,” ujarnya.
Selain itu, Kemenag mengembangkan aplikasi SiPatuh. Melalui aplikasi ini masyarakat calon jamaah umrah dan haji dapat mengakses, di tempat di hotel apa, menggunakan maskapai apa, dan berbagai informasi untuk memastikan keberangkatan mereka. “Aplikasi ini kita koneksikan juga dengan Kedutaan Arab Saudi sehingga harapannya untuk lebih memudahkan berbagai urusan, termasuk koordinasi terkait penyelenggaraan umrah,” terangnya.
Ia menambahkan, saat ini juga tengah disusun untuk membuat harga referensi. Harga refensi ini adalah harga yang akan menjadi rujukan bagi semua pihak, tidak hanya bagi PPIU tapi juga masyarakat.
“Kita menentukan harga yang rasional sehingga tidak ada jor-joran, saling berlomba ke arah yang tidak dapat dipertanggungjawabkan mengenai harga. Masyarakat harus kita lindungi dari objek-objek penipuan para oknum penyelenggara,” kata Lukman.
Akibatnya, tak sedikit kasus penipuan yang terjadi dalam penyelenggaraan ibadah umrah dan haji di Indonesia. Alih-alih para calon jemaah berbahagia melaksanakan ibadah ke Tanah Suci, justru menderita karena harus menjadi korban penipuan. Calon jamaah gagal pergi dan harus kehilangan uang.
Contoh kasus terbaru, misalnya, terjadi di Bandung 30 Januari 2018 kemarin. Sedikitnya, 12.845 calon jamaah umrah dan haji, gagal berangkat karena biro penyelenggara ibadah umrah dan haji mereka, PT SBL, ternyata tidak punya kemampuan manajemen untuk membiayai keberangkatan. Uang para jamaah banyak diselewengkan untuk kepentingan pribadi pengelola dan pemilik biro itu.
Dalam praktiknya, perusahaan yang berkantor di Bandung tersebut membuka jasa perjalanan ibadah haji plus dan umrah. Calon jamaah umrah menyerahkan biaya bervariasi sekitar Rp18 hingga 23 juta. Tercatat sudah 30.237 jamaah yang mendaftar untuk umrah.
Namun tidak semuanya bisa berangkat. Dari angka tersebut, hanya 17.383 orang yang diberangkatkan. Sisanya, 12.845 jemaah tidak bisa berangkat karena ketidakmampuan manajemen untuk membiayai keberangkatan.
Dari seluruh jamaah yang belum diberangkatkan, PT SBL telah menerima sedikitnya Rp300 miliar. Uang tersebut diduga digunakan tersangka untuk kepentingan pribadi. Selain itu, tercatat pula 117 orang mendaftar ke PT SBL sebagai jamaah haji plus. Padahal PT SBL tidak memiliki izin penyelenggara haji plus.
Untuk jasa ini, masing-masing jamaah membayar biaya sekitar Rp 110 juta. Dengan demikian, dana terkumpul dari perjalanan haji plus ini sekitar Rp12,8 miliar.
Nah, memetik pelajaran berharga dari beragam kasus yang terjadi terkait penyelenggara umrah dan haji, Direktur Bina Umroh dan Haji Khusus Direktorat Jenderal (Ditjen) Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Kementerian Agama, M Arfi Hatim menegaskan akan melakukan audit terhadap Penyelenggara Perjalanan Ibadah dan Umrah (PPIU) di Tanah Air.
“Proses audit akan dilakukan bekerjasama dengan akuntan publik independen. Harapannya, hasil audit menjadi bahan kemenag untuk melakukan pengawasan lanjutan,” ujarnya dalam acara Dialog Haji dan Umrah yang digelar SINDO Weekly, di Gedung Asrama Haji dan Embarkasi Jakarta-Bekasi, Rabu (9/2/2018).
Selaku regulator, kata Arfi, Kemenag telah membuat pemetaan atau mitigasi dan memantau PPIU yang berpotensi bermasalah. Indikator pemetaan, antara lain, jumlah jamaah yang masif, harga yang tidak rasional, dan sistem pemasaran yang berpotensi merugikan masyarakat karena tidak sesuai ketentuan. Pemetaan dilakukan sekaligus dalam rangka penyempurnaan regulasi yang sekarang sudah tahap final.
"Ada beberapa hal yang akan diatur, seperti harga referensi, pembatasan masa pendaftaran, pengawasan yang lebih ketat dan penetapan sanksi yang lebih tegas, dan lain-lain,” jelasnya.
Selain itu, Kemenag juga terus menyempurnakan sistem pengawasan secara elektronik yang telah ada agar meminimalisir setiap risiko yang mengancam jemaah. Kemenag melakukan pengembangan sistem aplikasi SiPatuh atau Sistem Informasi Pengawasan Terpadu Umrah dan Haji.
Namun, hal penting lagi, Arfi Hatim mengingatkan masyarakat untuk mengetahui lima pasti. Pertama, pastikan travel atau biro perjalanan umrah dan haji itu berizin. Memastikan travel berizin ini dapat dilakukan melalui aplikasi umrah cerdas. Bisa juga bertanya melalui Kanwil Kemenag yang berada di kabupaten dan kota. Kedua, pastikan tanggal keberangkatan maskapai.
“Masyarakat harus mengetahui kapan pastinya tanggal dan bulan mereka berangkat umrah. Maksudnya, biro travel yang menawarkan umrah dan haji itu sudah harus tanggal dan bulan keberangkatan. Pastikan ini,” imbuhnya.
Ketiga, pastikan hotelnya. Artinya, masyarakat atau calon jamaah haji sudah harus mengetahui di mana hotel tempat dia menginap selama di Mekkah atau Madinah. Keempat, pastikan harganya. Harga harus rasional. “Kalau ada harga Rp14 juta, apakah rasional? Ini masyarakat harus mengetahui persis,” tegasnya.
“Kelima, pastikan visanya. Calon jamaah harus memastikan visa ke Arab Saudi ini sudah beres lebih dulu,” tambahnya.
Hal senada dilontarkan Kanwil Kemenag Provinsi Jawa Barat, Drs HA Buchrori MM. Ia tegaskan, masyarakat harus mencek betul travel atau biro perjalanan yang menjadi pilihannya. Kepastian travel ini berizin atau tidak bermasalah, dapat ditanyakan ke kanwil kabupaten dan kota tempat mereka berdomisili. Kemudian, hindari dan waspadai promosi-promosi murah dan sebagainya.
“Hal penting lain, pastikan biro travel itu ada kontrak dengan pelayanan yang mereka tawarkan,” imbuhnya.
Sementara itu, di tempat yang sama usai meresmikan Gedung Asrama Haji Mina D dan Muzdalifah Embarkasi Jakarta-Bekasi, Menteri Agama H Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, belajar dari pengalaman yang tidak baik terkait penipuan, penelantaran umrah dan haji di Tanah Air, Kemenag terus merevisi, memperbaiki dan membuat regulasi baru. “Sehingga, diharapkan, tidak ada lagi peluang dan kesempatan bagi biro travel atau PPIU untuk melakukan praktik-praktik tidak terpuji dan tidak benar,” ujarnya.
Selain itu, Kemenag mengembangkan aplikasi SiPatuh. Melalui aplikasi ini masyarakat calon jamaah umrah dan haji dapat mengakses, di tempat di hotel apa, menggunakan maskapai apa, dan berbagai informasi untuk memastikan keberangkatan mereka. “Aplikasi ini kita koneksikan juga dengan Kedutaan Arab Saudi sehingga harapannya untuk lebih memudahkan berbagai urusan, termasuk koordinasi terkait penyelenggaraan umrah,” terangnya.
Ia menambahkan, saat ini juga tengah disusun untuk membuat harga referensi. Harga refensi ini adalah harga yang akan menjadi rujukan bagi semua pihak, tidak hanya bagi PPIU tapi juga masyarakat.
“Kita menentukan harga yang rasional sehingga tidak ada jor-joran, saling berlomba ke arah yang tidak dapat dipertanggungjawabkan mengenai harga. Masyarakat harus kita lindungi dari objek-objek penipuan para oknum penyelenggara,” kata Lukman.
(kri)