Kader Muda Golkar Kritisi Susunan Kepengurusan Baru Partai
A
A
A
JAKARTA - Kepengurusan baru Partai Golkar yang dipimpin oleh Airlangga Hartarto dikritisi kader muda Golkar, alasannya karena susunan kepengurusan dinilai melanggar Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART).
Selain itu, kepengurusan baru itu dianggap melanggar rekomendasi Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) tahun 2017.
Maka itu, Airlangga disarankan merombak kepengurusan Golkar yang telah disampaikan ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) itu.
"Harus dirombak lagi. Kembalikan ke AD/ART. Jangan sesuka hati. Ini bukan partai milik pribadi yang buat sesuka hati," kata Kader Muda Partai Golkar JS Simatupang di Jakarta, Rabu (24/1/2018).
Sebab, kata dia, Munaslub Partai Golkar merekomendasikan Airlangga Hartarto untuk merevitalisasi kepengurusan, bukan merestrukturisasi. Kepengurusan baru Partai Golkar itu dianggap hasil restrukturisasi alias merombak total hasil kepengurusan Munaslub tahun 2016.
"Yang namanya revitalisasi itu mengganti yang malas datang rapat, tidak produktif untuk partai dan tersangkut kasus hukum. Tetapi faktanya rombak total. Yang tidak jelas latar belakang pun dimasukan jadi pengurus," ujarnya.
Pria yang juga sebagai ketua Dewan Pimpinan Pusat Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong ini berpendapat bahwa Munaslub Partai Golkar tahun 2017 tidak mengubah AD/ART. Sehingga, AD/ART yang berlaku adalah mengacu ke hasil munaslub tahun 2016.
Dalam ART hasil Munaslub 2016, Pasal 6 Ayat 1 menyebutkan susunan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) terdiri atas Ketua Harian. Namun dalam kepengurusan yang dibentuk, jabatan itu dihilangkan.
Kemudian, dalam Pasal 12 menyebutkan syarat-syarat menjadi pengurus yaitu memiliki prestasi, dedikasi, disiplin, loyalitas dan tidak tercela (PDLT). Namun kepengurusan yang disusun berdasarkan penilaian subyektif Airlangga Hartarto sebagai pengurus.
Buktinya, ada sejumlah pengurus yang berdasarkan sponsor atau titipan orang tertentu. "Jadi selain melanggar AD/ART, pengurus yang ada juga syarat nepotisme. Gimana mau meningkatkan elektabilitas Golkar kalau pengurusnya aja begini," tutur mantan Ketua Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia ini.
Hal senada dikatakan Kader Muda Partai Golkar yang lain, Irwan. Dia menilai kepengurusan yang disusun tidak mencerminkan prinsip-prinsip obyektif yitu berdasarkan kriteria PDLT.
Kepengurusan baru Partai Golkar itu dinilai lebih banyak karena pesan sponsor. Kepengurusan juga karena kedekatan dengan Airlangga Hartarto. "Harus dirombak itu kepengurusan. Sudah jelas-jelas melanggar AD/ART," ujar Irwan.
Lebih lanjut dia mengatakan, dalam AD/ART tidak dikenal Koordinator Pratama. Namun dalam kepengurusan yang baru diumumkan, tiba-tiba ada jabatan tersebut.
Dalam AD/ART juga disebutkan Ketua Departemen hanya maksimal 16 departemen. Namun Airlangga membuat format baru dengan membentuk departemen hingga 64 departemen.
"Ini kan menabrak AD/ART. Jadi harus segera dirombak sebelum disahkan Kementerian Hukum dan HAM," pungkasnya.
Selain itu, kepengurusan baru itu dianggap melanggar rekomendasi Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) tahun 2017.
Maka itu, Airlangga disarankan merombak kepengurusan Golkar yang telah disampaikan ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) itu.
"Harus dirombak lagi. Kembalikan ke AD/ART. Jangan sesuka hati. Ini bukan partai milik pribadi yang buat sesuka hati," kata Kader Muda Partai Golkar JS Simatupang di Jakarta, Rabu (24/1/2018).
Sebab, kata dia, Munaslub Partai Golkar merekomendasikan Airlangga Hartarto untuk merevitalisasi kepengurusan, bukan merestrukturisasi. Kepengurusan baru Partai Golkar itu dianggap hasil restrukturisasi alias merombak total hasil kepengurusan Munaslub tahun 2016.
"Yang namanya revitalisasi itu mengganti yang malas datang rapat, tidak produktif untuk partai dan tersangkut kasus hukum. Tetapi faktanya rombak total. Yang tidak jelas latar belakang pun dimasukan jadi pengurus," ujarnya.
Pria yang juga sebagai ketua Dewan Pimpinan Pusat Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong ini berpendapat bahwa Munaslub Partai Golkar tahun 2017 tidak mengubah AD/ART. Sehingga, AD/ART yang berlaku adalah mengacu ke hasil munaslub tahun 2016.
Dalam ART hasil Munaslub 2016, Pasal 6 Ayat 1 menyebutkan susunan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) terdiri atas Ketua Harian. Namun dalam kepengurusan yang dibentuk, jabatan itu dihilangkan.
Kemudian, dalam Pasal 12 menyebutkan syarat-syarat menjadi pengurus yaitu memiliki prestasi, dedikasi, disiplin, loyalitas dan tidak tercela (PDLT). Namun kepengurusan yang disusun berdasarkan penilaian subyektif Airlangga Hartarto sebagai pengurus.
Buktinya, ada sejumlah pengurus yang berdasarkan sponsor atau titipan orang tertentu. "Jadi selain melanggar AD/ART, pengurus yang ada juga syarat nepotisme. Gimana mau meningkatkan elektabilitas Golkar kalau pengurusnya aja begini," tutur mantan Ketua Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia ini.
Hal senada dikatakan Kader Muda Partai Golkar yang lain, Irwan. Dia menilai kepengurusan yang disusun tidak mencerminkan prinsip-prinsip obyektif yitu berdasarkan kriteria PDLT.
Kepengurusan baru Partai Golkar itu dinilai lebih banyak karena pesan sponsor. Kepengurusan juga karena kedekatan dengan Airlangga Hartarto. "Harus dirombak itu kepengurusan. Sudah jelas-jelas melanggar AD/ART," ujar Irwan.
Lebih lanjut dia mengatakan, dalam AD/ART tidak dikenal Koordinator Pratama. Namun dalam kepengurusan yang baru diumumkan, tiba-tiba ada jabatan tersebut.
Dalam AD/ART juga disebutkan Ketua Departemen hanya maksimal 16 departemen. Namun Airlangga membuat format baru dengan membentuk departemen hingga 64 departemen.
"Ini kan menabrak AD/ART. Jadi harus segera dirombak sebelum disahkan Kementerian Hukum dan HAM," pungkasnya.
(maf)