USBN Masih Menunggu Permendikbud
A
A
A
JAKARTA - Permendikbud yang menaungi pelaksanaan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) hingga saat ini belum dikeluarkan.
Kepala Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Bambang Suryadi mengakui bahwa peraturan menteri yang mengatur tentang USBN belum ditandatangani Mendikbud Muhadjir Effendy. Menurut Bambang, Permendikbud kemungkinan masih dalam pembahasan. “Belum (ditandatangani). Masih ada pembahasan di internal Kemendikbud,” katanya kepada KORAN SINDO.
Bambang mengatakan, esensi revisi Permendikbud No 3/2017 tentang Penilaian Hasil Belajar oleh Pemerintah dan Satuan Pendidikan ialah dengan memasukkan penerapan USBN untuk SD dan Mdrasah Ibtidaiyah. Menurut dia, esensi kedua ialah istilah Ujian Sekolah (US) menjadi USBN. Dengan demikian, kata dia, jika pada 2017 ada US, USBN dan UN maka tahun 2018 hanya aka nada USBN dan UN.
Dosen Universitas Syarief Hidayatullah ini menyampaikan, USBN diadakan meski pemerintah menetapkan UN tidak sebagai penentu kelulusan ini terkait dengan UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Kata dia, spirit yang ada di UU 20 itu adalah Pendidikan Berbasis Standar. “UN meskipun tidak lagi menentukan kelulusan sebagai instrument untuk mengukur capaian standar tersebut. Sejauh mana standar tersebut sudah dicapai? Dengan capaian standar kita bisa mengetahui posisi kompetensi siswa kita,” katanya.
Diketahui, mulai tahun ini siswa SD akan menjalani USBN dengan menguji delapan mata pelajaran. Yakni Bahasa Indonesia, IPA, Matematika, IPS, Pendidikan Kewarganegaraan, Seni Budaya dan Prakarya, Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan serta pendidikan Agama.
Prosedur Operasional Standar (POS) USBN telah ditetapkan oleh BSNP. Naskah soalnya sendiri terbagi atas dua pembuat. Pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyiapkan 20%-25% naskah soal. Sementara 75% hingga 80% sial disiapkan oleh guru-guru yang dikoordinasikan melalui Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) dan Kelompok Kerja Guru (KKG).
Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Kemendikbud Hamid Muhammad mengatakan, Permendikbud itu masih dikaji di Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemendikbud.
Pengamat Pendidikan dari Eduspec Indonesia Indra Charismiadji berpendapat, perlu dipertanyakan apa tujuan utama pemerintah mau membuat USBN. Sebab pemerintah sendiri telah menghapus UN sebagai syarat kelulusan nasional namun saat ini malah dibuat tes yang soalnya dibuat oleh pusat dan diterapkan ke semua sekolah.
“Koordinasikan dulu mau dibuatnya seperti apa. Jika secara kolektif pemerintah dan masyarakat memang membutuhkan ujian, jika sepakat semua ya kita laksanakan. Sebab satu sisi UN dihapus tetapi sekarang ada USBN,” katanya.
Selain itu, pemerintah pusat juga harus berkoordinasi dengan pemerintah daerah sebab jika daerah tidak mau melaksanakan USBN maka akan kacau. Jika tidak ada benang merah antara pusat dan daerah mau dibuat apa kebijakan yang ada maka setiap kebijakan yang dibuat pusat hanya akan menjadi kontroversi. Permasalahannya nanti juga bisa memanjang ke anggaran. Kata dia, jika pemerintah daerah tidak mau mengeluarkan anggaran maka akan ada potensi pungli.
Dia menjelaskan, jika persiapan USBN tidak mengikutsertakan dinas maka implementasinya akan menuai problem. Misalnya, APBD juga sudah diketok dan banyak daerah juga sudah mulai belanja. Sedangkan selama ini ujian SD tanggung jawabnya berada di provinsi. Sementara dana yang dibutuhkan tidak hanya saat pelaksanaan namun juga pada tahap sosialisasi.
"Dari sisi Kemdikbud itu kegiatan mudah. Tapi implementasi berhubungan dengan pemda itu ga mudah. Kacamatanya selalu bagaimana kementeriannya anggaran habis dan targetnya ingin selesai. Tapi bicara kuaalitasnya itu di dinas. Itu karena tidak ada blueprint yang jelas," katanya. (Neneng Zubaidah)
Kepala Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Bambang Suryadi mengakui bahwa peraturan menteri yang mengatur tentang USBN belum ditandatangani Mendikbud Muhadjir Effendy. Menurut Bambang, Permendikbud kemungkinan masih dalam pembahasan. “Belum (ditandatangani). Masih ada pembahasan di internal Kemendikbud,” katanya kepada KORAN SINDO.
Bambang mengatakan, esensi revisi Permendikbud No 3/2017 tentang Penilaian Hasil Belajar oleh Pemerintah dan Satuan Pendidikan ialah dengan memasukkan penerapan USBN untuk SD dan Mdrasah Ibtidaiyah. Menurut dia, esensi kedua ialah istilah Ujian Sekolah (US) menjadi USBN. Dengan demikian, kata dia, jika pada 2017 ada US, USBN dan UN maka tahun 2018 hanya aka nada USBN dan UN.
Dosen Universitas Syarief Hidayatullah ini menyampaikan, USBN diadakan meski pemerintah menetapkan UN tidak sebagai penentu kelulusan ini terkait dengan UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Kata dia, spirit yang ada di UU 20 itu adalah Pendidikan Berbasis Standar. “UN meskipun tidak lagi menentukan kelulusan sebagai instrument untuk mengukur capaian standar tersebut. Sejauh mana standar tersebut sudah dicapai? Dengan capaian standar kita bisa mengetahui posisi kompetensi siswa kita,” katanya.
Diketahui, mulai tahun ini siswa SD akan menjalani USBN dengan menguji delapan mata pelajaran. Yakni Bahasa Indonesia, IPA, Matematika, IPS, Pendidikan Kewarganegaraan, Seni Budaya dan Prakarya, Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan serta pendidikan Agama.
Prosedur Operasional Standar (POS) USBN telah ditetapkan oleh BSNP. Naskah soalnya sendiri terbagi atas dua pembuat. Pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyiapkan 20%-25% naskah soal. Sementara 75% hingga 80% sial disiapkan oleh guru-guru yang dikoordinasikan melalui Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) dan Kelompok Kerja Guru (KKG).
Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Kemendikbud Hamid Muhammad mengatakan, Permendikbud itu masih dikaji di Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemendikbud.
Pengamat Pendidikan dari Eduspec Indonesia Indra Charismiadji berpendapat, perlu dipertanyakan apa tujuan utama pemerintah mau membuat USBN. Sebab pemerintah sendiri telah menghapus UN sebagai syarat kelulusan nasional namun saat ini malah dibuat tes yang soalnya dibuat oleh pusat dan diterapkan ke semua sekolah.
“Koordinasikan dulu mau dibuatnya seperti apa. Jika secara kolektif pemerintah dan masyarakat memang membutuhkan ujian, jika sepakat semua ya kita laksanakan. Sebab satu sisi UN dihapus tetapi sekarang ada USBN,” katanya.
Selain itu, pemerintah pusat juga harus berkoordinasi dengan pemerintah daerah sebab jika daerah tidak mau melaksanakan USBN maka akan kacau. Jika tidak ada benang merah antara pusat dan daerah mau dibuat apa kebijakan yang ada maka setiap kebijakan yang dibuat pusat hanya akan menjadi kontroversi. Permasalahannya nanti juga bisa memanjang ke anggaran. Kata dia, jika pemerintah daerah tidak mau mengeluarkan anggaran maka akan ada potensi pungli.
Dia menjelaskan, jika persiapan USBN tidak mengikutsertakan dinas maka implementasinya akan menuai problem. Misalnya, APBD juga sudah diketok dan banyak daerah juga sudah mulai belanja. Sedangkan selama ini ujian SD tanggung jawabnya berada di provinsi. Sementara dana yang dibutuhkan tidak hanya saat pelaksanaan namun juga pada tahap sosialisasi.
"Dari sisi Kemdikbud itu kegiatan mudah. Tapi implementasi berhubungan dengan pemda itu ga mudah. Kacamatanya selalu bagaimana kementeriannya anggaran habis dan targetnya ingin selesai. Tapi bicara kuaalitasnya itu di dinas. Itu karena tidak ada blueprint yang jelas," katanya. (Neneng Zubaidah)
(nfl)