Bela Kepala Desa, Yusril Ajukan Judicial Review UU Desa
A
A
A
TANGERANG - Yusril Ihza Mahendra mengaku siap membela seluruh kepala desa yang ada di pelosok Indonesia untuk melakukan uji materil atau judicial review terhadap Undang-undang (UU) Nomor 6 tahun 2014 ke Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA) yang dinilai diskriminatif.
Menurut Yusril, salah satu ketidakadilan dalam UU tersebut tercantum dalam Pasal 29 Nomor 6. Dalam UU tersebut, para kepala desa yang ingin mencalonkan diri dalam pileg, diwajibkan mengundurkan diri. Katanya, itu tidak adil, dan harus dilakukan uji materil atau judicial review.
"Ini merupakan perlakuan diskrimintaif terhadap kepala desa. Padahal, pejabat lain seperti gubernur, wali kota, dan bupati, proses pemilihannya sama dengan kepala desa," kata Yusril, di Gedung Balai Pelayanan Kepulangan Tenaga Kerja Indonesia (BPKTKI) Selapajang, Tangerang, Jumat (5/1/2018).
Parahnya, dalam peraturan Undang-undangan tersebut, kepala desa tidak diperbolehkan mengurus partai politik. Menurut Yusril, peraturan ini membuat kepala desa terpasung menyuarakan aspirasinya. "Harusnya kalau mereka maju dalam pileg, tidak usah mundur dari jabatannya, cuti saja cukup," jelasnya.
Namun, dirinya meminta kepada Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) untuk bersikap tenang terlebih dulu, dan jangan melakukan aksi. Tetapi mencari solusi yang elegan. "Agar penyelesaian masalahnya damai. Tidak usah demo bawa massa sampai 10.000 orang," ungkapnya.
Dia melanjutkan, pekan depan pihaknya akan melayangkan permohonan ke MA soal pengujian materil UU Desa ini. "Sebulan bisa diputuskan hasilnya oleh MA, sehingga bisa menjadi jelas, dan Apdesi tidak perlu melakukan aksi besar-besaran menyambut hal itu," paparnya.
Sementara itu, Ketua Persatuan Rakyat Desa (Parade) Nusantara Sudir Santoso mengatakan, peraturan tersebut sangat merugikan kepala desa di Indonesia. Makanya, pihaknya bersama Apdesi menggandeng Yusril Ihza Mahendra dalam menuntaskan masalah ini. Terutama dalam melakukan uji materil UU Desa.
"Setelah UU Desa itu diketuk, ini merupakan musibah. Sebab memang sangat merugikan para kepala desa. Sehingga membuat kepala desa menjadi bingung dan gamang. Mereka jadi kesulitan jika berniat mengikuti Pileg 2019. Secara tidak langsung, ini membuat mereka mundur," jelasnya.
Ketua Pelaksana Apdesi Rukhyat menambahkan, pihaknya telah melakukan penandatanganan dengan Yusril Ihza Mahendra sebagai kuasa hukum mereka pada hari ini. Dihadiri sekitar 400 kepala desa, mulai dari Aceh hingga Papua. "Sebetulnya kami berencana menggelar aksi besar-besaran di Tugu Proklamasi," katanya.
Namun, setelah mendengarkan saran dari Yusril, pihaknya mengurungkan rencana aksi itu. Dia pun berencana, bersama Yusril, untuk melakukan gugatan tehadap MA dan MK, terkait UU Desa itu. "Semoga bisa bermanfaat juga untuk masyarakat, dan ini perjuangan kami bersama untuk bertanggung jawab," tukasnya.
Menurut Yusril, salah satu ketidakadilan dalam UU tersebut tercantum dalam Pasal 29 Nomor 6. Dalam UU tersebut, para kepala desa yang ingin mencalonkan diri dalam pileg, diwajibkan mengundurkan diri. Katanya, itu tidak adil, dan harus dilakukan uji materil atau judicial review.
"Ini merupakan perlakuan diskrimintaif terhadap kepala desa. Padahal, pejabat lain seperti gubernur, wali kota, dan bupati, proses pemilihannya sama dengan kepala desa," kata Yusril, di Gedung Balai Pelayanan Kepulangan Tenaga Kerja Indonesia (BPKTKI) Selapajang, Tangerang, Jumat (5/1/2018).
Parahnya, dalam peraturan Undang-undangan tersebut, kepala desa tidak diperbolehkan mengurus partai politik. Menurut Yusril, peraturan ini membuat kepala desa terpasung menyuarakan aspirasinya. "Harusnya kalau mereka maju dalam pileg, tidak usah mundur dari jabatannya, cuti saja cukup," jelasnya.
Namun, dirinya meminta kepada Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) untuk bersikap tenang terlebih dulu, dan jangan melakukan aksi. Tetapi mencari solusi yang elegan. "Agar penyelesaian masalahnya damai. Tidak usah demo bawa massa sampai 10.000 orang," ungkapnya.
Dia melanjutkan, pekan depan pihaknya akan melayangkan permohonan ke MA soal pengujian materil UU Desa ini. "Sebulan bisa diputuskan hasilnya oleh MA, sehingga bisa menjadi jelas, dan Apdesi tidak perlu melakukan aksi besar-besaran menyambut hal itu," paparnya.
Sementara itu, Ketua Persatuan Rakyat Desa (Parade) Nusantara Sudir Santoso mengatakan, peraturan tersebut sangat merugikan kepala desa di Indonesia. Makanya, pihaknya bersama Apdesi menggandeng Yusril Ihza Mahendra dalam menuntaskan masalah ini. Terutama dalam melakukan uji materil UU Desa.
"Setelah UU Desa itu diketuk, ini merupakan musibah. Sebab memang sangat merugikan para kepala desa. Sehingga membuat kepala desa menjadi bingung dan gamang. Mereka jadi kesulitan jika berniat mengikuti Pileg 2019. Secara tidak langsung, ini membuat mereka mundur," jelasnya.
Ketua Pelaksana Apdesi Rukhyat menambahkan, pihaknya telah melakukan penandatanganan dengan Yusril Ihza Mahendra sebagai kuasa hukum mereka pada hari ini. Dihadiri sekitar 400 kepala desa, mulai dari Aceh hingga Papua. "Sebetulnya kami berencana menggelar aksi besar-besaran di Tugu Proklamasi," katanya.
Namun, setelah mendengarkan saran dari Yusril, pihaknya mengurungkan rencana aksi itu. Dia pun berencana, bersama Yusril, untuk melakukan gugatan tehadap MA dan MK, terkait UU Desa itu. "Semoga bisa bermanfaat juga untuk masyarakat, dan ini perjuangan kami bersama untuk bertanggung jawab," tukasnya.
(pur)