Aturan Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Sering Dilanggar
A
A
A
JAKARTA - Undang-Undang (UU) No 5 Tahun 2015 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) sudah tiga tahun disahkan. Namun, ternyata masih banyak instansi yang melanggar. Salah satu bentuk pelanggaran adalah dalam pengisian jabatan pimpinan tinggi (JPT). Pelanggaran bukan hanya terjadi di pemerintah daerah tapi juga di level kementerian. Mereka tidak menaati prosedur pengangkatan JPT.
Fakta ini diungkapkan Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Sofian Effendi. Salah satu pelanggaran yang sering dilakukan adalah pengangkatan JPT tanpa seleksi. Padahal berdasarkan UU ASN, pengangkatan JPT harus melalui seleksi terbuka. "Masih ada kementerian dan instansi lain yang mbalelo. Artinya belum melaksanakan sistem merit dalam penunjukan JPT-nya, termasuk daerah juga banyak yang belum melaksanakannya," katanya di Jakarta, Senin (1/1/2018).
Sofian tak memungkiri terjadinya pelanggaran peraturan kemungkinan akibat jual-beli jabatan. Dia pun mencontohkan kasus yang terjadi di Kabupaten Klaten. "Mereka (instansi) melakukan tidak benar. Kita gampang, kalau seorang pejabat mengganti jajaran, itu pasti ada jual-beli. Seperti Klaten ada 760 orang diganti sekaligus. Itu mengembalikan biaya agar terpilih jadi bupati," jelasnya.
KASN sebenarnya telah memberikan peringatan dan rekomendasi jika ada pelanggaran pengangkatan JPT. Namun begitu, KASN tidak memiliki wewenang eksekusi sehingga sering tidak dilaksanakan. "Jadi, kita seperti macan ompong. Bupati Minahasa Utara saja tidak mau laksanakan rekomendasi karena tidak ada hukum badan," katanya.
Sebagai jalan tengah, KASN bersikap tegas dengan memberikan data-data instansi yang bandel kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dengan begitu, daerah tersebut bisa langsung diawasi oleh KPK. Laporan sama juga diberikan langsung kepada Presiden.
Pakar administrasi publik Universitas Gajah Mada (UGM) Miftah Thoha melihat, kondisi demikian terjadi karena adanya kepentingan politik yang masuk dalam birokrasi. Pasalnya, banyak pimpinan instansi berasal dari partai politik. Mulai menteri sampai kepala daerah sebagai pejabat pembina kepegawaian (PPK). "Orang diseleksi dapat dengan baik, lalu mengerucut tiga untuk dipilih oleh PPK. Pasti yang dipilih yang dekat dengan pejabat tersebut," tuturnya.
Untuk mengatasi persoalan tersebut, dia berharap KASN bisa diperkuat kewenangannya sehingga tidak menjadi ompong. Salah satu yang perlu diperkuat adalah bagaimana KASN bisa memastikan sistem merit berjalan dengan baik.
Sebelumnya, laporan malaadministrasi dalam kepegawaian juga diterima Ombudsman Republik Indonesia. Anggota Ombudsman Laode Ida mengatakan setidaknya sampai Mei ini Ombudsman telah menerima 17 laporan terkait malaadministrasi ke pegawaian. Sementara itu, pada 2016 masuk 12 laporan. Menurut Laode, ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya malaadministrasi kepegawaian. Salah satunya adalah dampak dari pilkada yang cukup berpengaruh pada birokrasi di daerah.
Fakta ini diungkapkan Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Sofian Effendi. Salah satu pelanggaran yang sering dilakukan adalah pengangkatan JPT tanpa seleksi. Padahal berdasarkan UU ASN, pengangkatan JPT harus melalui seleksi terbuka. "Masih ada kementerian dan instansi lain yang mbalelo. Artinya belum melaksanakan sistem merit dalam penunjukan JPT-nya, termasuk daerah juga banyak yang belum melaksanakannya," katanya di Jakarta, Senin (1/1/2018).
Sofian tak memungkiri terjadinya pelanggaran peraturan kemungkinan akibat jual-beli jabatan. Dia pun mencontohkan kasus yang terjadi di Kabupaten Klaten. "Mereka (instansi) melakukan tidak benar. Kita gampang, kalau seorang pejabat mengganti jajaran, itu pasti ada jual-beli. Seperti Klaten ada 760 orang diganti sekaligus. Itu mengembalikan biaya agar terpilih jadi bupati," jelasnya.
KASN sebenarnya telah memberikan peringatan dan rekomendasi jika ada pelanggaran pengangkatan JPT. Namun begitu, KASN tidak memiliki wewenang eksekusi sehingga sering tidak dilaksanakan. "Jadi, kita seperti macan ompong. Bupati Minahasa Utara saja tidak mau laksanakan rekomendasi karena tidak ada hukum badan," katanya.
Sebagai jalan tengah, KASN bersikap tegas dengan memberikan data-data instansi yang bandel kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dengan begitu, daerah tersebut bisa langsung diawasi oleh KPK. Laporan sama juga diberikan langsung kepada Presiden.
Pakar administrasi publik Universitas Gajah Mada (UGM) Miftah Thoha melihat, kondisi demikian terjadi karena adanya kepentingan politik yang masuk dalam birokrasi. Pasalnya, banyak pimpinan instansi berasal dari partai politik. Mulai menteri sampai kepala daerah sebagai pejabat pembina kepegawaian (PPK). "Orang diseleksi dapat dengan baik, lalu mengerucut tiga untuk dipilih oleh PPK. Pasti yang dipilih yang dekat dengan pejabat tersebut," tuturnya.
Untuk mengatasi persoalan tersebut, dia berharap KASN bisa diperkuat kewenangannya sehingga tidak menjadi ompong. Salah satu yang perlu diperkuat adalah bagaimana KASN bisa memastikan sistem merit berjalan dengan baik.
Sebelumnya, laporan malaadministrasi dalam kepegawaian juga diterima Ombudsman Republik Indonesia. Anggota Ombudsman Laode Ida mengatakan setidaknya sampai Mei ini Ombudsman telah menerima 17 laporan terkait malaadministrasi ke pegawaian. Sementara itu, pada 2016 masuk 12 laporan. Menurut Laode, ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya malaadministrasi kepegawaian. Salah satunya adalah dampak dari pilkada yang cukup berpengaruh pada birokrasi di daerah.
(amm)