Gerakan Sosial Umat Islam Lahirkan Kelas Menengah Baru Muslim
A
A
A
JAKARTA - Reformasi terus bergerak mencari bentuk. Hal ini tak lepas dari tersedianya ruang ekspresi yang lapang bagi setiap individu maupun kelompok dalam masyarakat. Aktualisasi potensi dan aspirasi dalam era demokrasi ini bisa memunculkan dua kemungkinan; yaitu penguatan perubahan yang konstruktif, bisa juga kontraproduktif.
Ketua Umum Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI), Mayjen TNI (Purn) H Kurdi Mustofa MM mengatakan, fenomena menguatnya gerakan sosial ini bisa dimaknai sebagai ikhtiar untuk mencari sisi terbaik di tengah negara belum maksimal menunaikan tugas dan tanggungjawabnya. Salah satu gerakan sosial yang menarik diamati adalah gerakan umat Islam dalam merespons beragam isu, baik politik, ekonomi, hukum, maupun sosial budaya.
"Sisi menarik dari gerakan umat Islam saat ini adalah munculnya kekuatan baru yang melampaui sekat organisasi Islam konvensional. Mereka bergerak pada satu keinginan bersama menyuarakan apa yang dianggapnya perlu dipertahankan atau diperjuangkan," ujarnya kepada SINDOnews, Jumat (15/12/2017).
Namun demikian, kata dia, organisasi Islam konvensional tidak berarti hilang. Gerakan muslim baru ini muncul lebih sebagai respons atas isu-isu terkait dengan kepentingan mendesak umat Islam. Pada titik ini ada semangat baru yang muncul di kalangan umat Islam untuk memperjuangkan aspirasinya tidak lagi pada institusi politik yang ada selama ini.
"Umat Islam menampakkan diri sebagai sebuah gerakan politik di luar institusi prosedural konvensional, seperti partai politik, dengan tetap mengedepankan mekanisme dan aturan," jelasnya.
Menurut Kurdi, munculnya gejala tersebut bisa disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, adanya aspirasi yang sama di antara umat Islam yang memerlukan gerakan agresif-progresif (out of the box). Sementara organisasi Islam yang ada selama ini cenderung bergerak secara konvensional (business as usual) sebagaimana berjalan selama ini.
Kedua, belum maksimalnya peran institusi politik yang selama ini diharapakan menjadi wadah agerasi aspirasi umat Islam. Partai-partai politik yang memiliki ikatan emosional dengan umat Islam masih berkutat pada problem kepentingan internalnya, sehingga tak mampu mengalokasikan perhatiannya pada kepentingan mendesak umat Islam.
"Ketiga, minimnya keberpihakan pemerintah terhadap aspirasi umat Islam yang semakin luas cakupannya. Belum maksimalnya perhatian negara terhadap umat Islam mendorong umat Islam bergerak mencari jalan untuk menemukan jawabannya sendiri," tuturnya.
Kelas Menengah Baru
Kurdi berpandangan, gerakan sosial sejatinya bukan hal baru. Bahkan sejak zaman penjajahan, gerakan sosial sudah ada sebagai bentuk perlawanan di luar organisasi formal yang ada terhadap rezim yang feodalistik.
"Karena itu, gerakan sosial oleh sebagian ahli didefinisikan sebagai gerakan kolektif (collective action) untuk memperjuangkan kepentingan bersama melampaui sekat kelembagaan formal," ucapnya.
Dia menilai, gerakan sosial umat Islam yang berada di luar mainstream organisasi kemasyarakatan konvensional secara tidak langsung mengikis sekat-sekat primordial paham keagamaan yang selama ini terawat. Mereka hadir bersama diikat oleh tantangan (challenge), keinginan, dan tujuan yang sama. "Gerakan ini memiliki target dan capaian yang jelas dalam waktu yang cepat," kata dia.
Dilanjutkan Kurdi, munculnya gerakan umat Islam ini merupakan realitas baru karena beberapa hal. Pertama, gerakan ini menghadirkan pembauran strata sosial baik dari aspek usia, pendidikan, pekerjaan, etnisitas, aliran, dan lainnya. Kedua, adanya distribusi peran berdasarkan keahlian masing-masing dalam satu komando gerakan.
"Di dalam gerakan ini ada pengusaha, ahli IT, manajer, dan expert di bidang lainnya yang bersinergi untuk pembangunan umat," paparnya.
Ketiga, secara demografi, gerakan ini didominasi oleh kaum muda dengan background pendidikan yang relatif lebih baik. Paling tidak mereka adalah para sarjana yang memiliki wawasan komprehensif (visioner) terkait pengembangan umat Islam dalam berbagai bidang baik politik, ekonomi, maupun sosial budaya dalam framing keislaman yang kaffah.
"Secara output gerakan ini melahirkan beberapa dampak yang pada titik tertentu memperkuat kolektivitas gerakan ini. Dua di antaranya adalah pengembangan ekonomi melalui penyebaran mini market yang dikelola secara kolektif dan adanya kebijakan yang lebih akomodatif terhadap aspirasi yang mereka perjuangkan, seperti penutupan tempat-tempat yang dianggap bertentangan dengan ajaran Islam dan adanya kebijakan terkait penguatan amaliyah keislaman bagi umat Islam di lembaga pemerintahan," tuturdia.
Menurutnya, keberhasilan gerakan sosial muslim ini bisa menjadi pemantik mekarnya gerakan-gerakan serupa di berbagai wilayah sebagai respons atas belum maksimalnya fungsi institusi formal dalam mengagregasi aspirasi umat Islam. Gerakan sosial muslim ini efektif karena lahir dari bawah (bottom up) sebagai kehendak kolektif untuk memperjuangkan aspirasi yang mendesak untuk diselesaikan.
"Ia bergerak karena adanya tantangan yang sama (collective challenge). Ini berbeda dengan lahirnya kebijakan yang bersifat top down yang tidak selalu berjalin kelindan dengan kepentingan umat Islam, sehingga kurang efektif dalam implementasinya," kata Kurdi
Dalam konteks strata kelas, lanjut dia, gerakan ini dapat diklasifikasikan sebagai kelas menengah baru (new middle class) yang memiliki kekuatan transformatif di tengah belum maksimalnya kerja-kerja institusi politik yang ada. Kelas menengah baru yang bisa menjadi epicentrum bagi perjuangan aspirasi umat Islam di tengah sebagian organisasi sosial lainnya belum cepat memberikan respons terkait kepentingan mendesak umat Islam.
"Karenanya responsnya yang cepat dan massif, gerakan ini dapat dikategorikan sebagai gerakan progresif-agresif yang siap memberi jawaban atas aspirasi umat Islam yang cenderung terpinggirkan. Tentu keberadaan ini tidak menafikan keberadaan ormas Islam yang sudah ada selama ini. Gerakan ini merupakan salah satu jalan untuk memberikan jawaban atas tuntutan umat Islam yang hadir dalam atmosfir yang terus bergerak dan perubahan yang cepat," tutup Kurdi.
Ketua Umum Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI), Mayjen TNI (Purn) H Kurdi Mustofa MM mengatakan, fenomena menguatnya gerakan sosial ini bisa dimaknai sebagai ikhtiar untuk mencari sisi terbaik di tengah negara belum maksimal menunaikan tugas dan tanggungjawabnya. Salah satu gerakan sosial yang menarik diamati adalah gerakan umat Islam dalam merespons beragam isu, baik politik, ekonomi, hukum, maupun sosial budaya.
"Sisi menarik dari gerakan umat Islam saat ini adalah munculnya kekuatan baru yang melampaui sekat organisasi Islam konvensional. Mereka bergerak pada satu keinginan bersama menyuarakan apa yang dianggapnya perlu dipertahankan atau diperjuangkan," ujarnya kepada SINDOnews, Jumat (15/12/2017).
Namun demikian, kata dia, organisasi Islam konvensional tidak berarti hilang. Gerakan muslim baru ini muncul lebih sebagai respons atas isu-isu terkait dengan kepentingan mendesak umat Islam. Pada titik ini ada semangat baru yang muncul di kalangan umat Islam untuk memperjuangkan aspirasinya tidak lagi pada institusi politik yang ada selama ini.
"Umat Islam menampakkan diri sebagai sebuah gerakan politik di luar institusi prosedural konvensional, seperti partai politik, dengan tetap mengedepankan mekanisme dan aturan," jelasnya.
Menurut Kurdi, munculnya gejala tersebut bisa disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, adanya aspirasi yang sama di antara umat Islam yang memerlukan gerakan agresif-progresif (out of the box). Sementara organisasi Islam yang ada selama ini cenderung bergerak secara konvensional (business as usual) sebagaimana berjalan selama ini.
Kedua, belum maksimalnya peran institusi politik yang selama ini diharapakan menjadi wadah agerasi aspirasi umat Islam. Partai-partai politik yang memiliki ikatan emosional dengan umat Islam masih berkutat pada problem kepentingan internalnya, sehingga tak mampu mengalokasikan perhatiannya pada kepentingan mendesak umat Islam.
"Ketiga, minimnya keberpihakan pemerintah terhadap aspirasi umat Islam yang semakin luas cakupannya. Belum maksimalnya perhatian negara terhadap umat Islam mendorong umat Islam bergerak mencari jalan untuk menemukan jawabannya sendiri," tuturnya.
Kelas Menengah Baru
Kurdi berpandangan, gerakan sosial sejatinya bukan hal baru. Bahkan sejak zaman penjajahan, gerakan sosial sudah ada sebagai bentuk perlawanan di luar organisasi formal yang ada terhadap rezim yang feodalistik.
"Karena itu, gerakan sosial oleh sebagian ahli didefinisikan sebagai gerakan kolektif (collective action) untuk memperjuangkan kepentingan bersama melampaui sekat kelembagaan formal," ucapnya.
Dia menilai, gerakan sosial umat Islam yang berada di luar mainstream organisasi kemasyarakatan konvensional secara tidak langsung mengikis sekat-sekat primordial paham keagamaan yang selama ini terawat. Mereka hadir bersama diikat oleh tantangan (challenge), keinginan, dan tujuan yang sama. "Gerakan ini memiliki target dan capaian yang jelas dalam waktu yang cepat," kata dia.
Dilanjutkan Kurdi, munculnya gerakan umat Islam ini merupakan realitas baru karena beberapa hal. Pertama, gerakan ini menghadirkan pembauran strata sosial baik dari aspek usia, pendidikan, pekerjaan, etnisitas, aliran, dan lainnya. Kedua, adanya distribusi peran berdasarkan keahlian masing-masing dalam satu komando gerakan.
"Di dalam gerakan ini ada pengusaha, ahli IT, manajer, dan expert di bidang lainnya yang bersinergi untuk pembangunan umat," paparnya.
Ketiga, secara demografi, gerakan ini didominasi oleh kaum muda dengan background pendidikan yang relatif lebih baik. Paling tidak mereka adalah para sarjana yang memiliki wawasan komprehensif (visioner) terkait pengembangan umat Islam dalam berbagai bidang baik politik, ekonomi, maupun sosial budaya dalam framing keislaman yang kaffah.
"Secara output gerakan ini melahirkan beberapa dampak yang pada titik tertentu memperkuat kolektivitas gerakan ini. Dua di antaranya adalah pengembangan ekonomi melalui penyebaran mini market yang dikelola secara kolektif dan adanya kebijakan yang lebih akomodatif terhadap aspirasi yang mereka perjuangkan, seperti penutupan tempat-tempat yang dianggap bertentangan dengan ajaran Islam dan adanya kebijakan terkait penguatan amaliyah keislaman bagi umat Islam di lembaga pemerintahan," tuturdia.
Menurutnya, keberhasilan gerakan sosial muslim ini bisa menjadi pemantik mekarnya gerakan-gerakan serupa di berbagai wilayah sebagai respons atas belum maksimalnya fungsi institusi formal dalam mengagregasi aspirasi umat Islam. Gerakan sosial muslim ini efektif karena lahir dari bawah (bottom up) sebagai kehendak kolektif untuk memperjuangkan aspirasi yang mendesak untuk diselesaikan.
"Ia bergerak karena adanya tantangan yang sama (collective challenge). Ini berbeda dengan lahirnya kebijakan yang bersifat top down yang tidak selalu berjalin kelindan dengan kepentingan umat Islam, sehingga kurang efektif dalam implementasinya," kata Kurdi
Dalam konteks strata kelas, lanjut dia, gerakan ini dapat diklasifikasikan sebagai kelas menengah baru (new middle class) yang memiliki kekuatan transformatif di tengah belum maksimalnya kerja-kerja institusi politik yang ada. Kelas menengah baru yang bisa menjadi epicentrum bagi perjuangan aspirasi umat Islam di tengah sebagian organisasi sosial lainnya belum cepat memberikan respons terkait kepentingan mendesak umat Islam.
"Karenanya responsnya yang cepat dan massif, gerakan ini dapat dikategorikan sebagai gerakan progresif-agresif yang siap memberi jawaban atas aspirasi umat Islam yang cenderung terpinggirkan. Tentu keberadaan ini tidak menafikan keberadaan ormas Islam yang sudah ada selama ini. Gerakan ini merupakan salah satu jalan untuk memberikan jawaban atas tuntutan umat Islam yang hadir dalam atmosfir yang terus bergerak dan perubahan yang cepat," tutup Kurdi.
(kri)