Jadi Tersangka KPK, Masud Yunus: Saya Tidak Akan Nabrak Tiang
A
A
A
MOJOKERTO - Menyandang status sebagai tersangka kasus korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Wali Kota Mojokerto Masud Yunus masih sempat berkelakar. Ia memastikan bakal mengikuti proses hukum yang akan berjalan. Selain itu, ia juga tak akan melarikan diri atau menabrak tiang.
”Saya tidak akan melarikan diri dan nabrak leneng (tiang) lah,” kelakar Masud Yunus di Kantor Pemkot Mojokerto, Jumat (24/11/2017).
Ia seakan menegaskan bahwa dirinya siap menjalani proses hukum dan tak akan bermanuver seperti yang banyak dinilai masyarakat terhadap Ketua DPR Setya Novanto. Meski beberapa hari setelah ditetapkan tersangka oleh KPK, keberadaan Masud Yunus sempat misterius.
”Kalau kemarin saya memang tidak ngantor. Saya ke Surabaya untuk menemui pengacara,” ujarnya.
Soal rencana bakal mengajukan pra peradilan, Masud Yunus mengaku masih belum merencanakannya. Masalah proses hukum ini, kata dia, masih akan dibahas bersama kuasa hukum dari Surabaya yang ia tunjuk.
Sejalan dengan itu, ia mengaku masih belum menerima panggilan dari KPK sejak ditetapkan sebagai tersangka. Meski sebelumnya, KPK telah meminta keterangan Masud Yunus, termasuk dalam persidangan tersangka lain. ”Itu (pra peradilan) akan kita konsultasikan dengan kuasa hukum,” kata dia.
Wali kota yang memiliki background sebagai kiai ini menampik jika dirinya memerintahkan atau menjanjikan uang kepada tiga pimpinan DPRD Kota Mojokerto yang terjaring OTT tanggal 17 Juni lalu. Menurutnya, saat pimpinan Dewan meminta fee Jasmas, dia mengarahkan ke Dinas PUPR. ”Saya arahkan ke Dinas PUPR dan saya tak pernah menjanjikan,” ungkapnya.
Meski begitu, ia mengakui jika keterangannya di persidangan tersangka lain, diabaikan oleh hakim. Itu lantaran mantan Kepala Dinas PUPR Kota Mojokerto Wiwiet Febryanto menyuguhkan bukti rekaman pembicaraan dengan dirinya terkait permintaan fee dewan tersebut.
”Keyakinan hakim lebih tertuju pada rekaman Wiwiet yang merekam tanpa sepengetahuan saya. Dan ada saksi yang menyatakan ada pertemuan antara saya dengan pimpinan Dewan,” tukasnya.
Diketahui, tanggal 17 November lalu KPK menetapkan Masud Yunus sebagai tersangka. Penetapan status baru itu menyusul pengembangan kasus OTT terhadap tiga pimpinan DPRD Kota Mojokerto, yakni Ketua DPRD Kota Mojokerto Purnomo beserta dua wakilnya Abdullah Fanani dan Umar Faruq serta Kepala Dinas PUPR Kota Mojokerto Wiwiet Febryanto. Dalam OTT tersebut, KPK mengamankan uang Rp470 juta yang diduga sebagai fee proyek Jasmas dewan.
”Saya tidak akan melarikan diri dan nabrak leneng (tiang) lah,” kelakar Masud Yunus di Kantor Pemkot Mojokerto, Jumat (24/11/2017).
Ia seakan menegaskan bahwa dirinya siap menjalani proses hukum dan tak akan bermanuver seperti yang banyak dinilai masyarakat terhadap Ketua DPR Setya Novanto. Meski beberapa hari setelah ditetapkan tersangka oleh KPK, keberadaan Masud Yunus sempat misterius.
”Kalau kemarin saya memang tidak ngantor. Saya ke Surabaya untuk menemui pengacara,” ujarnya.
Soal rencana bakal mengajukan pra peradilan, Masud Yunus mengaku masih belum merencanakannya. Masalah proses hukum ini, kata dia, masih akan dibahas bersama kuasa hukum dari Surabaya yang ia tunjuk.
Sejalan dengan itu, ia mengaku masih belum menerima panggilan dari KPK sejak ditetapkan sebagai tersangka. Meski sebelumnya, KPK telah meminta keterangan Masud Yunus, termasuk dalam persidangan tersangka lain. ”Itu (pra peradilan) akan kita konsultasikan dengan kuasa hukum,” kata dia.
Wali kota yang memiliki background sebagai kiai ini menampik jika dirinya memerintahkan atau menjanjikan uang kepada tiga pimpinan DPRD Kota Mojokerto yang terjaring OTT tanggal 17 Juni lalu. Menurutnya, saat pimpinan Dewan meminta fee Jasmas, dia mengarahkan ke Dinas PUPR. ”Saya arahkan ke Dinas PUPR dan saya tak pernah menjanjikan,” ungkapnya.
Meski begitu, ia mengakui jika keterangannya di persidangan tersangka lain, diabaikan oleh hakim. Itu lantaran mantan Kepala Dinas PUPR Kota Mojokerto Wiwiet Febryanto menyuguhkan bukti rekaman pembicaraan dengan dirinya terkait permintaan fee dewan tersebut.
”Keyakinan hakim lebih tertuju pada rekaman Wiwiet yang merekam tanpa sepengetahuan saya. Dan ada saksi yang menyatakan ada pertemuan antara saya dengan pimpinan Dewan,” tukasnya.
Diketahui, tanggal 17 November lalu KPK menetapkan Masud Yunus sebagai tersangka. Penetapan status baru itu menyusul pengembangan kasus OTT terhadap tiga pimpinan DPRD Kota Mojokerto, yakni Ketua DPRD Kota Mojokerto Purnomo beserta dua wakilnya Abdullah Fanani dan Umar Faruq serta Kepala Dinas PUPR Kota Mojokerto Wiwiet Febryanto. Dalam OTT tersebut, KPK mengamankan uang Rp470 juta yang diduga sebagai fee proyek Jasmas dewan.
(kri)