Golkar Masih di Bawah Kendali Pendukung Setya Novanto
A
A
A
JAKARTA - Hasil rapat pleno Partai Golkar dinilai menunjukkan kubu pendukung Setya Novanto masih kuat di internal partai berlambang pohon beringin itu.
Rapat DPP Partai Golkar pada Selasa 21 November 2017 malam memutuskan mempertahankan Setya Novanto (Setnov) sebagai Ketua Umum hingga ada putusan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Seperti diketahui, Setnov melalui pengacaranya kembali mengajukan praperadilan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi KPK, 15 November lalu. Praperadilan diajukan karena Setnov menolak kembali ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek kartu tanda penduduk elektonik (e-KTP).
Rapat pleno Golkar juga menyetujui penunjukan Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar Idrus Marham menjadi Pelaksana tugas Ketua Umum Golkar.
Pengamat politik Emrus Sihombing menilai, sebelumnya yang terlihat di publik, ada dua kubu di Golkar. Dua kubu itu, yakni kelompok yang tetap menginginkan Setnov jadi Ketua Umum, dan kubu yang ingin segera menggelar musyawarah nasional luar biasa (munaslub) untuk melakukan pergantian ketua umum.
"Tampaknya yang masih mengendalikan (Golkar-red) mereka yang masih menginginkan Setnov sebagai ketua dengan mengangkat Plt," ujar Emrus kepada SINDOnews, Rabu (22/11/2017) menanggapi hasil rapat pleno DPP Golkar tadi malam. (Baca juga: Setya Novanto Tersangka Lagi, Akbar Tanjung Khawatir Golkar Kiamat )
Dia memahami keputusan Golkar yang akhirnya mengangkat seorang pelaksana tugas untuk menjalankan tugas-tugas ketua umum.
"Namun, pelaksana tugas tak bisa mengambil keputusan strategis atau keputusan luar biasa. Hanya sebagai pelaksana berjalannya organisasi secara birokratif. tetapi mengambil keputusan strategi, tidak sebesar yang dimiliki ketua umum," tutur Emrus.
Dia menyarankan Setnov bersikap legowo mundur dari Golkar. Dengan demikian persoalan ini dapat dipersempit sebatas kasus Setnov dan tidak mengganggu Golkar.
"Dengan demikian, Golkar akan leluasa melakukan kerja-kerja politik," tandas pengamat dari Universitas Pelita Harapan ini.
Menurut dia, secara teoritis dan konseptual, kasus Setnov membebani Golkar meskipun hal itu harus dibuktikan melalui survei. Kendati demikian, dia yakin kasus Setnov akan mengganggu kepercayaan publik terhadap Golkar.
"Bisa menimbulkan distrust publik terhadap Golkar," ucapnya. (Baca juga: DPP Partai Golkar Diminta Pertimbangkan Usulan Munaslub )
Rapat DPP Partai Golkar pada Selasa 21 November 2017 malam memutuskan mempertahankan Setya Novanto (Setnov) sebagai Ketua Umum hingga ada putusan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Seperti diketahui, Setnov melalui pengacaranya kembali mengajukan praperadilan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi KPK, 15 November lalu. Praperadilan diajukan karena Setnov menolak kembali ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek kartu tanda penduduk elektonik (e-KTP).
Rapat pleno Golkar juga menyetujui penunjukan Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar Idrus Marham menjadi Pelaksana tugas Ketua Umum Golkar.
Pengamat politik Emrus Sihombing menilai, sebelumnya yang terlihat di publik, ada dua kubu di Golkar. Dua kubu itu, yakni kelompok yang tetap menginginkan Setnov jadi Ketua Umum, dan kubu yang ingin segera menggelar musyawarah nasional luar biasa (munaslub) untuk melakukan pergantian ketua umum.
"Tampaknya yang masih mengendalikan (Golkar-red) mereka yang masih menginginkan Setnov sebagai ketua dengan mengangkat Plt," ujar Emrus kepada SINDOnews, Rabu (22/11/2017) menanggapi hasil rapat pleno DPP Golkar tadi malam. (Baca juga: Setya Novanto Tersangka Lagi, Akbar Tanjung Khawatir Golkar Kiamat )
Dia memahami keputusan Golkar yang akhirnya mengangkat seorang pelaksana tugas untuk menjalankan tugas-tugas ketua umum.
"Namun, pelaksana tugas tak bisa mengambil keputusan strategis atau keputusan luar biasa. Hanya sebagai pelaksana berjalannya organisasi secara birokratif. tetapi mengambil keputusan strategi, tidak sebesar yang dimiliki ketua umum," tutur Emrus.
Dia menyarankan Setnov bersikap legowo mundur dari Golkar. Dengan demikian persoalan ini dapat dipersempit sebatas kasus Setnov dan tidak mengganggu Golkar.
"Dengan demikian, Golkar akan leluasa melakukan kerja-kerja politik," tandas pengamat dari Universitas Pelita Harapan ini.
Menurut dia, secara teoritis dan konseptual, kasus Setnov membebani Golkar meskipun hal itu harus dibuktikan melalui survei. Kendati demikian, dia yakin kasus Setnov akan mengganggu kepercayaan publik terhadap Golkar.
"Bisa menimbulkan distrust publik terhadap Golkar," ucapnya. (Baca juga: DPP Partai Golkar Diminta Pertimbangkan Usulan Munaslub )
(dam)