1 Tahun Merantau, Warga Wajib Pindah
A
A
A
JAKARTA - Banyaknya masyarakat yang tinggal di luar domisili tanpa melakukan proses perpindahan, membuat data administrasi kependudukan tidak tertata dengan baik.
Pemerintah pun akan mendorong agar masyarakat melakukan proses perpindahan jika tinggal di luar domisili selama lebih dari satu tahun.
Seperti diketahui dalam Undang-Undang (UU) 23/ 2006 yang telah diubah menjadi UU No.24/2013 tentang Administrasi kependudukan diatur adanya kewajiban tersebut. Hal ini tertuang dalam pasal 14 ayat 2 bahwa pindah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah berdomisilinya penduduk di alamat yang baru untuk waktu lebih darisatu tahun atau berdasarkan kebutuhan yang bersangkutan untuk waktu yang kurang dari satu tahun. Namun begitu aturan ini tidak terimplementasi dengan baik di lapangan.
“Ini kita harus dorong. Satu tahun harus pindah,” kata Direktur Jenderal (Dirjen) Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Zudan Arif Fakrulloh, kemarin.
Menurutnya jika masyarakat tidak mengurus proses perpindahan maka hak-haknya sebagai warga negara tidak terpenuhi secara maksimal. Mulai dari hak-hak politik saat sampai hak-hak untuk memperoleh layanan publik.
“Penduduk hanya akan mendapatkan haknya sesuai domisili di data basenya. Apabila saya di database kependudukan di Jogja maka hakhak politik melekat ataupun mendapatkan hibah/bansos di Jogja. Walaupun sebenarnya di Bekasi,” ungkapnya.
Dia mengatakan dampak ini akan terasa pada saat digelar pemilihan kepala daerah (pilkada). Di mana ada penduduk yang merasa telah tinggal lama di suatu daerah tapi tidak memperoleh hak pilih.
Menurut Zudan salah satu penyebabnya ada kemungkinan penduduk tersebut tidak mengurus surat pindah.
“Di Mesuji Lampung ada satu kawasan yang penduduknya mengatakan belum didata. Padahal dia datang dari Jawa, Padang, ataupun Bengkulu. Dia ingin nyoblos di lampung dengan alasan sudah lima tahun tinggal disana. Tapi sepanjang belum pindah maka tetap terikat di daerah asal dan tidak diberikan hak pilih,” jelasnya.
Zudan mengakui banyak masyarakat yang enggan melaporkan kepindahan karena berpikiran masih ingin kembali ke daerah asal. Selain itu juga disebabkan karena prosesnya sangat rumit dan berbelit-belit.
“Anak-anak yang kuliah di luar kota selama empat tahun tidak mau pindah. Banyak misalnya yangkuliahdiIPDNtapiKTPnya masih daerah asal. Alasannya pasti pulang dan mengurusnya rumit,” jelasnya.
Dia pun berjanji akan mempermudah proses perpindahan penduduk. Dalam hal ini masyarakat tidak lagi memerlukan surat pengantar RT/RW ataupun kelurahan.
Menurutnya kemudahan ini akan dilaksanakan tahun depan. “Penduduk hanya perlu melakukan datang ke disdukcapil. Dari dukcapil keluarkan surat keterangan pindah. Setelah itu dibawa ke domisili baru untuk diterbitkan KK dan KTP baru,” paparnya.
Zudan pun menyadari adanya kemungkinan penolakan ketua RT/RW terhadap kebijakan ini. Namun dia mengatakan bahwa pelaporan kepindahan pendudukan akan dilakukan top down.
“Jadi kita balik. Sebelumnya kan pengantar RT/RW baru diproses. Ke depan setiap ada perpindahan dukcapil wajib melaporkan ke RT/RW,” tuturnya. Anggota Ombudsman RI, Ahmad Suaedy mengatakan aturan ini memang pada kenyataannya tidak berjalan baik.
Menurutnya hal ini tidaklah lepas dari layanan di dinas dukcapil yang masih jauh dari kata efektif. “Masyarakat malas mengurus perpindahan karena sulit. Untuk mengurus KTP saja sulit apalagi perpindahan dengan berbagai syarat,” katanya.
Dia mengatakan perbaikan layanan harus dilakukan jika pemerintah ingin menata administarsi kependudukan. Salah satunya dengan mempermudah proses layanan. Apalagi saat ini layanan kependudukan sudah terkoneksi internet tentunya lebih mudah.
“Harus dipermudah jika ingin masyarakat melaporkan kepindahan. Tanpa itu masyarakat akan tetap malas,” paparnya.
Lebih lanjut Suaedy mengingatkan bahwa perbaikan layanan tidak hanya berkaitan dengan perpindahan. Menurutnya pemerintah masih punya pekerjaan rumah terkait dengan layanan e-KTP.
“Banyak usulan e-KTP yang sudah masuk tapi belum diproses. Ini juga harus diperhatikan. Kalau layanan ini baik maka proses perpindahan juga akan mengikuti,” ungkapnya.
Sebelumnya, Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Viryan mengatakan data kependudukan merupakan salah satu komponen utama dalam proses pelaksanaan pemilu ataupun pilkada. Dia mengatakan tidak akuratnya data kependudukan bisa menimbulkan permasalahan dalam kepemiluan.
“Tidak akuratnya jumlah penduduk mengakibatkan penataan dapil dan alokasi kursi menjadi tidak proporsional dan tidak menggambarkan kondisi riil di lapangan. Seperti pemilih meninggal ataupun adanya penduduk yang pindah domisili,” jelasnya. (Dita Angga)
Pemerintah pun akan mendorong agar masyarakat melakukan proses perpindahan jika tinggal di luar domisili selama lebih dari satu tahun.
Seperti diketahui dalam Undang-Undang (UU) 23/ 2006 yang telah diubah menjadi UU No.24/2013 tentang Administrasi kependudukan diatur adanya kewajiban tersebut. Hal ini tertuang dalam pasal 14 ayat 2 bahwa pindah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah berdomisilinya penduduk di alamat yang baru untuk waktu lebih darisatu tahun atau berdasarkan kebutuhan yang bersangkutan untuk waktu yang kurang dari satu tahun. Namun begitu aturan ini tidak terimplementasi dengan baik di lapangan.
“Ini kita harus dorong. Satu tahun harus pindah,” kata Direktur Jenderal (Dirjen) Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Zudan Arif Fakrulloh, kemarin.
Menurutnya jika masyarakat tidak mengurus proses perpindahan maka hak-haknya sebagai warga negara tidak terpenuhi secara maksimal. Mulai dari hak-hak politik saat sampai hak-hak untuk memperoleh layanan publik.
“Penduduk hanya akan mendapatkan haknya sesuai domisili di data basenya. Apabila saya di database kependudukan di Jogja maka hakhak politik melekat ataupun mendapatkan hibah/bansos di Jogja. Walaupun sebenarnya di Bekasi,” ungkapnya.
Dia mengatakan dampak ini akan terasa pada saat digelar pemilihan kepala daerah (pilkada). Di mana ada penduduk yang merasa telah tinggal lama di suatu daerah tapi tidak memperoleh hak pilih.
Menurut Zudan salah satu penyebabnya ada kemungkinan penduduk tersebut tidak mengurus surat pindah.
“Di Mesuji Lampung ada satu kawasan yang penduduknya mengatakan belum didata. Padahal dia datang dari Jawa, Padang, ataupun Bengkulu. Dia ingin nyoblos di lampung dengan alasan sudah lima tahun tinggal disana. Tapi sepanjang belum pindah maka tetap terikat di daerah asal dan tidak diberikan hak pilih,” jelasnya.
Zudan mengakui banyak masyarakat yang enggan melaporkan kepindahan karena berpikiran masih ingin kembali ke daerah asal. Selain itu juga disebabkan karena prosesnya sangat rumit dan berbelit-belit.
“Anak-anak yang kuliah di luar kota selama empat tahun tidak mau pindah. Banyak misalnya yangkuliahdiIPDNtapiKTPnya masih daerah asal. Alasannya pasti pulang dan mengurusnya rumit,” jelasnya.
Dia pun berjanji akan mempermudah proses perpindahan penduduk. Dalam hal ini masyarakat tidak lagi memerlukan surat pengantar RT/RW ataupun kelurahan.
Menurutnya kemudahan ini akan dilaksanakan tahun depan. “Penduduk hanya perlu melakukan datang ke disdukcapil. Dari dukcapil keluarkan surat keterangan pindah. Setelah itu dibawa ke domisili baru untuk diterbitkan KK dan KTP baru,” paparnya.
Zudan pun menyadari adanya kemungkinan penolakan ketua RT/RW terhadap kebijakan ini. Namun dia mengatakan bahwa pelaporan kepindahan pendudukan akan dilakukan top down.
“Jadi kita balik. Sebelumnya kan pengantar RT/RW baru diproses. Ke depan setiap ada perpindahan dukcapil wajib melaporkan ke RT/RW,” tuturnya. Anggota Ombudsman RI, Ahmad Suaedy mengatakan aturan ini memang pada kenyataannya tidak berjalan baik.
Menurutnya hal ini tidaklah lepas dari layanan di dinas dukcapil yang masih jauh dari kata efektif. “Masyarakat malas mengurus perpindahan karena sulit. Untuk mengurus KTP saja sulit apalagi perpindahan dengan berbagai syarat,” katanya.
Dia mengatakan perbaikan layanan harus dilakukan jika pemerintah ingin menata administarsi kependudukan. Salah satunya dengan mempermudah proses layanan. Apalagi saat ini layanan kependudukan sudah terkoneksi internet tentunya lebih mudah.
“Harus dipermudah jika ingin masyarakat melaporkan kepindahan. Tanpa itu masyarakat akan tetap malas,” paparnya.
Lebih lanjut Suaedy mengingatkan bahwa perbaikan layanan tidak hanya berkaitan dengan perpindahan. Menurutnya pemerintah masih punya pekerjaan rumah terkait dengan layanan e-KTP.
“Banyak usulan e-KTP yang sudah masuk tapi belum diproses. Ini juga harus diperhatikan. Kalau layanan ini baik maka proses perpindahan juga akan mengikuti,” ungkapnya.
Sebelumnya, Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Viryan mengatakan data kependudukan merupakan salah satu komponen utama dalam proses pelaksanaan pemilu ataupun pilkada. Dia mengatakan tidak akuratnya data kependudukan bisa menimbulkan permasalahan dalam kepemiluan.
“Tidak akuratnya jumlah penduduk mengakibatkan penataan dapil dan alokasi kursi menjadi tidak proporsional dan tidak menggambarkan kondisi riil di lapangan. Seperti pemilih meninggal ataupun adanya penduduk yang pindah domisili,” jelasnya. (Dita Angga)
(nfl)