Sekitar 90% Kasus Narkoba Dikendalikan Napi dari Dalam Lapas

Rabu, 25 Oktober 2017 - 15:27 WIB
Sekitar 90% Kasus Narkoba Dikendalikan Napi dari Dalam Lapas
Sekitar 90% Kasus Narkoba Dikendalikan Napi dari Dalam Lapas
A A A
JAKARTA - Sebagian besar kasus peredaran narkotika yang terungkap dikendalikan narapidana dari dalam lembaga pemasyarakatan (lapas). Bagaimana modus bandar narkoba bisa leluasa mengendalikan narkoba dari jeruji besi. Berikut wawancara KORAN SINDO dengan Direktur Tindak Pidana Narkotika Bareskrim Mabes Polri Brigjen Pol Eko Daniyanto.

Peredaran narkoba banyak dikendalikan nara pidana dari Lapas. Bisa dijelaskan?
Berdasarkan kasus yang kami ungkap, hampir 90% dikendalikan narapidana. Misalnya kasus 30 kilogram sabu yang kami ungkap pekan lalu ternyata pemilik barang tersebut seorang narapidana di Lapas Tanjung Gusta, Medan, Sumatera Utara.

Begitu juga Fredy Budiman, terpidana mati yang dieksekusi 2016 yang bikin heboh. Dia bisa mengendalikan narkoba meski mendekam di Lapas Cipinang. Ini yang saya mau katakan bahwa tidak ada jaminan meski lapas tersebut sangat ketat dan steril.

Selain dari kurir, bagaimana cara pengung kapan kasus narkoba?
Kalau yang saya tangani kebanyakan dari lapas (nomor cantik yang dimiliki bandar). Bagaimana cara dapatnya, itu rahasia. Jadi e-mail dan ponsel satelit itu data awalnya adalah dari bandar yang mendekam di lapas. Kita bongkar datanya dan dari situ terungkap dengan siapa saja mereka berhubungan. Contoh kasus pengungkapan 1,2 juta ekstasi itu terbongkarnya berdasarkan e-mail. Jadi kembali lagi ke lapas.

Bagaimana cara menghubungkan bandar dengan kurir?
Hubungan antara bandar dan kurir adalah sel terputus. Kurir umumnya tidak tahu siapa bandar narkoba di Malaysia atau Nigeria. Sedangkan bandar biasanya menggunakan jasa pengendali atau kuda tengah kemudian ma suk ke transporter baru masuk kekurir.

Nah, transporter inilah yang bertugas mencari kurir. Makanya antara kurir ke atas jaringannya selalu terputus karena tidak saling kenal.

Perlu dicatat, Indonesia adalah nomor tiga penjualan termurah untuk sabu-sabu. Pertama, New Zealand dan Australia harganya hampir Rp8- 10 miliar per kilogram (kg). Kedua, Jepang Rp3-5 miliar per kg dan ketiga Indonesia Rp1-2 miliar per kg.

Maka itu, New Zealand, Australia, dan Jepang penggunanya sedikit karena barangnya mahal. Sementara di Indonesia sangat murah sehingga penggunanya banyak.

Bagaimana lalu lintas peredaran narkoba di Indonesia?
Saat ini Indonesia menjadi nomor satu bisnis peredaran narkoba. Pertama penggunanya lebih dari 5 juta orang, kedua bisnis ini sangat menguntungkan, ketiga rekrutmen kurirnya sangat mudah.

Apakah hukuman mati sudah setimpal untuk bandar?
Hukuman mati sudah sangat sesuai meski prosesnya panjang. Tapi, paling tidak itu akan memberikan efek jera kepada mereka. Selain mati, kami juga terapkan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU) kepada bandar sebab kalau kurir kan tidak punya uang. Istilahnya kita miskinkan. Rekeningnya kita blokir, rumah, kendaraan semua kita sita.

Jalur laut mana saja yang biasa dipakai untuk menyelundupkan narkoba?
Perairan ujung laut Selat Malaka salah satunya. Jalur tersebut surga bagi para kurir narkoba karena relatif aman dari pengawasan petugas. Ada sejumlah jalur tikus yang kerap digunakan membawa narkoba dari Malaysia ke Indonesia melalui Aceh dan Medan. Ada juga yang dari Belawan. Mereka biasanya melintasi jalur nelayan.

Selain itu, jalur laut mana lagi yang rawan?
Selat Malaka itu kan antara Malaysia dengan Aceh, Malaysia dengan Medan, Malaysia dengan Dumai, Kepri. Ada juga antara Entikong dengan Malaysia dan ini yang sangat rawan. Kalimantan Utara (Kaltara) barangnya dari Malaysia lalu dikirim ke Sulawesi Selatan, termasuk Manado.

Pengawasan di Selat Malaka seperti apa?
Pengawasannya sangat lemah karena hampir semua kurir narkoba melintasi jalur ini.
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5752 seconds (0.1#10.140)