Tb Hasanuddin: Pengadaan Senjata Perlu Diatur Lewat Keppres
A
A
A
JAKARTA - Wakil Ketua Pokja bidang Politik, Hukum, dan Pertahanan (Polhukam) Rembuk Nasional 2017 Tubagus (Tb) Hasanuddin menyoroti soal sengkarut izin pengadaan senjata yang baru-baru ini terjadi di Tanah Air. Dia menilai, peraturan terkait pengadaan senjata yang ada selama ini belum komprehensif dan tumpang tindih.
Selama ini, pengadaan senjata kaliber militer harus seizin menteri pertahanan (Menhan). Hal itu seperti tertuang dalam Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 7 Tahun 2010 yang mengatur soal izin, pengawasan, dan pengendalian senjata standar militer di luar TNI.
Aturan itu menyebut 12 lembaga negara, lima jenis badan hukum, dan tiga kategori perorangan yang dapat menguasai senjata kaliber militer atas seizin Menhan. Sementara itu di Peraturan Kapolri, pembelian senjata melumpuhkan ada di bawah supervisi Baintelkam. Izin Polri untuk pengadaan senjata nontempur juga diatur dalam UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951.
Untuk menghindari miss koordinasi seperti yang terjadi baru-baru ini, Hasanuddin mendorong agar pembelian senjata diatur melalui keputusan Presiden (Keppres).
"Pengadaan senjata harus diatur melalui Keppres," ujar Hasanuddin di arena Rembuk Nasional tahun 2017, di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin (23/10/2017).
Dia menambahkan, campur tangan Presiden dalam pengadaan senjata diperlukan untuk mencegah silang sengkarut pengadaan senjata di sejumlah institusi bidang pertahanan dan keamanan di Indonesia.
"(Pengadaan senjata) jangan diatur oleh menteri. Nanti kalau ogah-ogahan (menerapkan aturan menteri) gimana?" ucap Hasanuddin.
Selama ini, pengadaan senjata kaliber militer harus seizin menteri pertahanan (Menhan). Hal itu seperti tertuang dalam Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 7 Tahun 2010 yang mengatur soal izin, pengawasan, dan pengendalian senjata standar militer di luar TNI.
Aturan itu menyebut 12 lembaga negara, lima jenis badan hukum, dan tiga kategori perorangan yang dapat menguasai senjata kaliber militer atas seizin Menhan. Sementara itu di Peraturan Kapolri, pembelian senjata melumpuhkan ada di bawah supervisi Baintelkam. Izin Polri untuk pengadaan senjata nontempur juga diatur dalam UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951.
Untuk menghindari miss koordinasi seperti yang terjadi baru-baru ini, Hasanuddin mendorong agar pembelian senjata diatur melalui keputusan Presiden (Keppres).
"Pengadaan senjata harus diatur melalui Keppres," ujar Hasanuddin di arena Rembuk Nasional tahun 2017, di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin (23/10/2017).
Dia menambahkan, campur tangan Presiden dalam pengadaan senjata diperlukan untuk mencegah silang sengkarut pengadaan senjata di sejumlah institusi bidang pertahanan dan keamanan di Indonesia.
"(Pengadaan senjata) jangan diatur oleh menteri. Nanti kalau ogah-ogahan (menerapkan aturan menteri) gimana?" ucap Hasanuddin.
(kri)