Mensos Berharap Monica Bawa Aspirasi Anak Indonesia di Forum WHO
A
A
A
JAKARTA - Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa berharap Monica bisa membawa aspirasi anak-anak Indonesia di forum World Health Organization (WHO).
Monica adalah anak ketiga Purwati, perempuan yang sehari-hari berkeliling menjual kopi di sekitar Senen, Jakarta.
Monica lulus seleksi untuk berangkat ke Kanada setelah mengirimkan artikel bertema mengakhiri kekerasan anak.
Monica mendapat undangan pertemuan The WHO 8th Milestone of Global Campaign for Violence Prevention, di Ottawa, Kanada pada 19-20 Oktober 2017. Pertemuan itu akan dihadiri oleh perwakilan anak, pemerintah, NGO (non-governmental organization/lembaga swadaya masayarakat) sedunia.
"Alhamdulillah masalah visa sudah selesai. Hari ini visanya sudah terbit dan rencananya Monica akan berangkat akhir pekan ini," ungkap Khofifah.
Khofifah telah bertemu Purwati, Ibunda Monica di RPSA Bambu Apus, Jakarta Timur, Rabu 11 Oktober 2017.
Khofifah mengaku ikut bangga dengan apa yang berhasil diraih Monica. Di tengah keterbatasan, Monica tetap mampu berprestasi. Bukan di level nasional, melainkan internasional.
Mengenai kondisi Purwati dan anaknya Subehi, Khofifah mengatakan, untuk sementara akan tetap tinggal di RPSA Bambu Apus milik Kementerian Sosial.
Rencananya, sambung Khofifah, Kemensos bersama Dompet Dhuafa akan menyediakan akses tempat tinggal berupa rumah kontrakan yang tidak jauh dari tempatnya mencari nafkah.
"Akan diupayakan Purwati memperoleh berbagai bansos seperti Kartu Keluarga Sejahtera, Kartu Indonesia Sehat, dan Kartu Indonesia Pintar untuk Subehi," tuturnya.
Sementara itu, Khofifah juga menyoroti masih minimnya pemahaman masyarakat mengenai perlindungan anak.
Padahal, kata dia, diterbitkannya UU Perlindungan Anak bertujuan agar anak-anak Indonesia bisa menikmati hak mereka sebagai seorang anak, bahkan bisa tumbuh menjadi generasi berkualitas dan diharapkan bisa menjadi tulang punggung bangsa yang akan menjalankan pembangunan.
"Akhir-akhir ini banyak berita viral mengenai pernikahan dini, perdagangan anak, pelecehan seksual, penganiayaan anak dan mempekerjakan anak di bawah umur. Ini menjadi PR (pekerjaan rumah-red) kita bersama," tuturnya.
Dia mengatakan, perlindungan terhadap hak anak bukan semata tanggung jawab negara. Namun, tanggung jawab bersama keluarga, masyarakat dan negara.
Bagaimana pun, kata dia, anak-anak adalah generasi penerus bangsa yang nantinya akan meneruskan estafet kepemimpinan negeri ini.
Oleh karena itu, menurut Khofifah, sangat diperlukan perlindungan bagi anak dari bahaya, ancaman, kekerasan, diskriminasi, dan segala perlakuan negatif.
Monica adalah anak ketiga Purwati, perempuan yang sehari-hari berkeliling menjual kopi di sekitar Senen, Jakarta.
Monica lulus seleksi untuk berangkat ke Kanada setelah mengirimkan artikel bertema mengakhiri kekerasan anak.
Monica mendapat undangan pertemuan The WHO 8th Milestone of Global Campaign for Violence Prevention, di Ottawa, Kanada pada 19-20 Oktober 2017. Pertemuan itu akan dihadiri oleh perwakilan anak, pemerintah, NGO (non-governmental organization/lembaga swadaya masayarakat) sedunia.
"Alhamdulillah masalah visa sudah selesai. Hari ini visanya sudah terbit dan rencananya Monica akan berangkat akhir pekan ini," ungkap Khofifah.
Khofifah telah bertemu Purwati, Ibunda Monica di RPSA Bambu Apus, Jakarta Timur, Rabu 11 Oktober 2017.
Khofifah mengaku ikut bangga dengan apa yang berhasil diraih Monica. Di tengah keterbatasan, Monica tetap mampu berprestasi. Bukan di level nasional, melainkan internasional.
Mengenai kondisi Purwati dan anaknya Subehi, Khofifah mengatakan, untuk sementara akan tetap tinggal di RPSA Bambu Apus milik Kementerian Sosial.
Rencananya, sambung Khofifah, Kemensos bersama Dompet Dhuafa akan menyediakan akses tempat tinggal berupa rumah kontrakan yang tidak jauh dari tempatnya mencari nafkah.
"Akan diupayakan Purwati memperoleh berbagai bansos seperti Kartu Keluarga Sejahtera, Kartu Indonesia Sehat, dan Kartu Indonesia Pintar untuk Subehi," tuturnya.
Sementara itu, Khofifah juga menyoroti masih minimnya pemahaman masyarakat mengenai perlindungan anak.
Padahal, kata dia, diterbitkannya UU Perlindungan Anak bertujuan agar anak-anak Indonesia bisa menikmati hak mereka sebagai seorang anak, bahkan bisa tumbuh menjadi generasi berkualitas dan diharapkan bisa menjadi tulang punggung bangsa yang akan menjalankan pembangunan.
"Akhir-akhir ini banyak berita viral mengenai pernikahan dini, perdagangan anak, pelecehan seksual, penganiayaan anak dan mempekerjakan anak di bawah umur. Ini menjadi PR (pekerjaan rumah-red) kita bersama," tuturnya.
Dia mengatakan, perlindungan terhadap hak anak bukan semata tanggung jawab negara. Namun, tanggung jawab bersama keluarga, masyarakat dan negara.
Bagaimana pun, kata dia, anak-anak adalah generasi penerus bangsa yang nantinya akan meneruskan estafet kepemimpinan negeri ini.
Oleh karena itu, menurut Khofifah, sangat diperlukan perlindungan bagi anak dari bahaya, ancaman, kekerasan, diskriminasi, dan segala perlakuan negatif.
(dam)