Ungkap Kasus Dukun Santet, Komnas HAM Cari Bukti Radiogram
A
A
A
JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyelidiki keberadaan radiogram terkait peristiwa pembantaian dukun santet terjadi 1998-1999 silam.
Sebab keberadaan radiogram yang dikeluarkan Bupati Banyuwangi saat itu Kolonel Polisi Purn HT Purnomo Sidik menjadi satu dari empat alat bukti dokumen penting.
Sayangnya keberadaan radiogram yang terbit 6 Februari 1998 itu kini misterius.
Ketua Tim Penyelidikan Kasus Pembantaian Dukun Santet Komnas HAM, M Nurkhoiron meminta Pemerintah Kabupatan (Pemkab) Banyuwangi memberikan penjelasan.
Jika memang tidak ditemukan, kata dia, Komnas meminta Pemkab menyampaikan alasan tersebut ke publik. "Kalau enggak bisa ditemukan, apa alasannya? Biar publik tahu," kata Khoiron kepada SINDOnews, Rabu 4 Oktober 2017.
Sebenarnya seperti apa radiogram yang kini menjadi salah satu bukti kunci itu?
Berdasarkan data yang dihimpun, radiogram adalah instruksi tertulis Bupati Purnomo Sidik kepada seluruh jajaran aparat pemerintahan mulai camat hingga kepala desa.
Instruksi itu meminta agar mendata orang-orang yang ditengarai memiliki ilmu supranatural. Para aparat selanjutnya diminta melakukan pengamanan dan perlindungan .
Bupati Purnomo menegaskan instruksinya dengan menerbitkan ulang radiogram pada bulan September 1998.
Pasca terbitnya radiogram, pembantaian dukun santet semakin meluas dan merajalela. Dalam sehari 2-9 nyawa melayang. Muncul asumsi di tengah masyarakat radiogram justru menjadi penyebab pembantaian.
"Bukti otentik radiogram sangat membantu hasil penyelidikan Komnas HAM," ujar Khoiron.
Penyelidikan yang semula ditargetkan selesai September 2017 akhirnya mundur. Tim Komnas masih akan turun lagi ke lapangan. Selain ke Banyuwangi minggu depan tim juga akan mendatangi Jember.
Sebab pembantaian dengan korban tewas sebanyak 200-an jiwa itu meluas ke Jember dan wilayah Pangandaran Jawa Barat. Komnas mengategorikan peristiwa itu sebagai pelanggaran HAM berat. Sebab kejadian itu berlangsung sistematis dan meluas.
Sebab keberadaan radiogram yang dikeluarkan Bupati Banyuwangi saat itu Kolonel Polisi Purn HT Purnomo Sidik menjadi satu dari empat alat bukti dokumen penting.
Sayangnya keberadaan radiogram yang terbit 6 Februari 1998 itu kini misterius.
Ketua Tim Penyelidikan Kasus Pembantaian Dukun Santet Komnas HAM, M Nurkhoiron meminta Pemerintah Kabupatan (Pemkab) Banyuwangi memberikan penjelasan.
Jika memang tidak ditemukan, kata dia, Komnas meminta Pemkab menyampaikan alasan tersebut ke publik. "Kalau enggak bisa ditemukan, apa alasannya? Biar publik tahu," kata Khoiron kepada SINDOnews, Rabu 4 Oktober 2017.
Sebenarnya seperti apa radiogram yang kini menjadi salah satu bukti kunci itu?
Berdasarkan data yang dihimpun, radiogram adalah instruksi tertulis Bupati Purnomo Sidik kepada seluruh jajaran aparat pemerintahan mulai camat hingga kepala desa.
Instruksi itu meminta agar mendata orang-orang yang ditengarai memiliki ilmu supranatural. Para aparat selanjutnya diminta melakukan pengamanan dan perlindungan .
Bupati Purnomo menegaskan instruksinya dengan menerbitkan ulang radiogram pada bulan September 1998.
Pasca terbitnya radiogram, pembantaian dukun santet semakin meluas dan merajalela. Dalam sehari 2-9 nyawa melayang. Muncul asumsi di tengah masyarakat radiogram justru menjadi penyebab pembantaian.
"Bukti otentik radiogram sangat membantu hasil penyelidikan Komnas HAM," ujar Khoiron.
Penyelidikan yang semula ditargetkan selesai September 2017 akhirnya mundur. Tim Komnas masih akan turun lagi ke lapangan. Selain ke Banyuwangi minggu depan tim juga akan mendatangi Jember.
Sebab pembantaian dengan korban tewas sebanyak 200-an jiwa itu meluas ke Jember dan wilayah Pangandaran Jawa Barat. Komnas mengategorikan peristiwa itu sebagai pelanggaran HAM berat. Sebab kejadian itu berlangsung sistematis dan meluas.
(dam)