Diterpa Isu Korupsi, Golkar Harus Belajar dari Demokrat
A
A
A
JAKARTA - Penetapan Setya Novanto sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) diprediksi menggerus suara Partai Golkar pada Pilkada serentak tahun 2018 dan Pemilu 2019.
Pengamat politik Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing mengatakan, klaim DPP Partai Golkar yang mengatakan status Novanto sebagai tersangka tak berpengaruh pada kerja dan elektabilitas Partai terbantah dengan hasil survei politik yang dilakukan Centre for Strategic and International Studies (CSIS) baru-baru ini.
Dalam survei tersebut, kata Emrus, Partai Golkar berada di urutan ketiga setelah PDIP dan Partai Gerindra. "Hasil survei CSIS itu bukan tanpa data. Hasil survei itu mematahkan pernyataan Sekjen Golkar," kata Emrus melalui keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Minggu (17/9/2017).
Emrus mengatakan, elektabilitas partai bukan ditentukan oleh pernyataan seorang sekjen. Akan tetapi, isu korupsi bisa menggerus suara partai.
Dia mengingatkan Golkar agar belajar dari Partai Demokrat yang suaranya terjungkal bebas saat ketua umumnya saat itu, Anas Urbaningrum terjerat kasus korupsi.
"Meski posisi Anas digantikan oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akan tetapi tidak dapat mendongkrak suara partai secara signifikan. Padahal SBY saat itu seorang Presiden, dengan segala kemampuannya seharusnya bisa meningkatkan elektabilitas partai, tapi ternyata tidak bisa berbuat banyak,” ujar Emrus.
Kendati demikian, Emrus menilai Partai Golkar merupakan aset bangsa. Dengan segala kekurangannya, Golkar pernah menorehkan sejarah dalam membangun bangsa dan pernah berjaya pada masanya.
Menurut dia, bila Golkar tidak segera mengambil tindakan, tidak mustahil kondisi partai berlambang pohon beringin itu akan lebih terpuruk.
"Kalau Golkar ingin keluar dari krisis kepercayaan publik, jalan satu-satunya adalah melalui Munaslub," ucap Emrus.
Pengamat politik Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing mengatakan, klaim DPP Partai Golkar yang mengatakan status Novanto sebagai tersangka tak berpengaruh pada kerja dan elektabilitas Partai terbantah dengan hasil survei politik yang dilakukan Centre for Strategic and International Studies (CSIS) baru-baru ini.
Dalam survei tersebut, kata Emrus, Partai Golkar berada di urutan ketiga setelah PDIP dan Partai Gerindra. "Hasil survei CSIS itu bukan tanpa data. Hasil survei itu mematahkan pernyataan Sekjen Golkar," kata Emrus melalui keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Minggu (17/9/2017).
Emrus mengatakan, elektabilitas partai bukan ditentukan oleh pernyataan seorang sekjen. Akan tetapi, isu korupsi bisa menggerus suara partai.
Dia mengingatkan Golkar agar belajar dari Partai Demokrat yang suaranya terjungkal bebas saat ketua umumnya saat itu, Anas Urbaningrum terjerat kasus korupsi.
"Meski posisi Anas digantikan oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akan tetapi tidak dapat mendongkrak suara partai secara signifikan. Padahal SBY saat itu seorang Presiden, dengan segala kemampuannya seharusnya bisa meningkatkan elektabilitas partai, tapi ternyata tidak bisa berbuat banyak,” ujar Emrus.
Kendati demikian, Emrus menilai Partai Golkar merupakan aset bangsa. Dengan segala kekurangannya, Golkar pernah menorehkan sejarah dalam membangun bangsa dan pernah berjaya pada masanya.
Menurut dia, bila Golkar tidak segera mengambil tindakan, tidak mustahil kondisi partai berlambang pohon beringin itu akan lebih terpuruk.
"Kalau Golkar ingin keluar dari krisis kepercayaan publik, jalan satu-satunya adalah melalui Munaslub," ucap Emrus.
(dam)