Catatan Perawat Klinik Haji, Miris Lihat Jamaah Belum Lihat Kakbah
A
A
A
MEKKAH - Terenyuh dengan kondisi jamaah haji yang terbaring sakit, seorang perawat Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) Mekkah mencurahkan perasaan dalam status akun media sosial, Facebook. Namanya Lili Adriani.
Catatan yang diunggah Selasa (12/9/2012) sekitar pukul 23.00-an waktu Arab Saudi (WAS) menyiratkan pentingnya istithaah kesehatan haji. Sebab dari perjalanannya selama menjadi perawat di KKHI Mekkah, ternyata banyak jamaah yang hingga kepulangannya ke Tanah Air ternyata tak sempat sekalipun melihat keagungan Kakbah secara langsung.
Dalam status berjudul “Catatan di Coster” sang perawat menumpahkan perasaannya terhadap kondisi para jamaah yang sakit ini. Coster sendiri merupakan bus kecil berkapasitas 28 orang.
“Selesai jaga malam itu aku dapat jadwal rujukan 1. Artinya aku akan stanby sejak jam 09-21 malam hari ini untuk mengantar jamaah sakit ke rumah sakit rujukan, pagi ini jam 10 WA (WhatsApp) grup minta perawat rujukan untuk turun ke IGD, kebetulan urutannya sampai ke namaku. Bergegas aku turun setelah ganti pakaian,” tulis Lili Adriani.
Ternyata, dia berangkat mengantar jamaah yang mau dibuatkan surat layak terbang untuk tanazul (percepatan pemulangan jamaah haji ke embarkasi). Jamaah itu hanya bisa berbaring setelah serangan stroke ketiga pekan lalu.
Selesai mengantar rujukan 1, dia ke kamar rehat dulu dengan harapan bisa tidur sejenak. Belum lama mengatupkan matanya, ada berita di WA, tim rujukan diminta mengantar jamaah yang dirawat di KKHI dan sudah diperbolehkan pulang ke kloternya.
“Ada sekitar 12 orang yang kami antar ke sektor masing-masing. Sepuluh orang yang kami bawa adalah lansia, dua orang adalah istri yang suaminya sedang di rawat di RSAS (Rumah Sakit Arab Saudi),” katanya lagi.
Perawat Rumah Sakit Krakatau Medika (RSKM) Banten ini berangkat bersama dua temannya. Dia merasa senang duduk di sekitar para jamaah.
Namun perasaan itu berubah drastis ketika dia bertanya pada seorang jamaah laki-laki. “Pak sama siapa naik hajinya?” tanyanya.
Jamaah menjawabnya, ”Sendiri.” Jawaban singkat tapi agak-agak susah dicucapkan karena pasien ini mengalami stroke sehingga sulit bicara. “Punya anak berapa pak?” tanya Lili lagi.
Si jamaah ini menggeleng. Pasien juga mengungkapkan istrinya telah berpulang sehingga nanti sepulang di Tanah Air akan dirawat saudaranya. “Deg aku langsung terdiam, ya Allah kasihan bapak ini. Dengan kondisi lebih dari 70 tahun mengalami stroke dan dia tidak punya anak untuk merawatnya,” tuturnya.
Lili pun merasa sedih mengingat ayahnya juga pernah stroke. Dan dia tahu pasien stroke butuh banyak bantuan orang lain sampai nanti bisa sembuh.
Sejumlah jamaah pun sudah diantar ke sector tujuannya, yakni Sektor 2 Daker Mekkah. Perjalanan dilanjutkan ke sektor berikutnya dengan suasana menuju magrib.
Perjalanan mereka melewati Masjidil Haram. Tenaga medis heboh kami menunjukkan kompleks Baitullah tersebut ke jamaah. “Bu...pak tuh sebelah kanan Masjidil Harom di sana, yang lampunya warna hijau, di dalamnya Kakbah,” kata Lili.
Sebagaian dari mereka menoleh ke kanan, tapi ada bapak yang dengan wajah bingung menatapnya. “Itu Pak,” ujarnya seraya memalingkan wajah jamaah tersebut ke kanan. Sayang hal itu percuma karena jamaah ini mengalami dimensia sehingga tidak mengerti apa yang dibicarakan.
Ada lagi ibu yang juga dimensia. Dia juga sama-sama bingung dan tidak mengerti dengan apa yang dibicarakan. “Agak parau suaraku, seketika berlinang air mata, wajah-wajah tua ini berusaha mengumpulkan uang, menunggu antrean yang lama untuk datang berharap bisa melihat Kakbah tapi sampai di sini (Tanah Suci) bahkan tidak mengerti (ada di mana),” katanya sedih.
“Saya juga belum lihat Kakbah,” ujar suara ibu dengan wajah lesu menyahut dari arah belakang.
Jamaah ini mengatakan, sejak datang ke Madinah sudah saki. Lalu dipindahkan ke rumah sakit di Mekkah. Akhirnya sampai sekarang belum ke masjid itu dan belum melihat Kakbah.
“Ya Allah, akhirnya air mataku tidak terbendung, begitu besar harapan mereka sama seperti orang-orang yang berusaha mengumpulkan uang, membayar mahal dan menunggu waktu untuk berhaji. Begitu tiba waktunya, mereka bahkan tidak bisa melaksanakan rukunnya sendiri, sebagaian dari manula yang kami bawa ini hajinya dibadalkan,” katanya.
Menurut Lili, haji bukan hanya cukup secara materi. Tetapi juga kemampuan fisik dan mental juga harus di perhatikan. “Betapa mahal harga istithaah yang sebenarnya. Mereka yang manula terbang 10 jam perjalanan, sampai di Tanah Suci sakit karena kelelahan, dirawat, tidak mampu melaksanakan rukun dan wajibnya. Lalu pulang ke Tanah Air dengan kondisi sakit atau tanazul awal sehingga belum melihat Kakbah,” tulisnya lagi masih dalam status yang sama.
Lili berterima kasih kepada Allah SWT karena di usianya yang masih muda diberikan kesempatan melaksanakan haji. Bahkan sambil merawat jamaah yang sakit. “Ya Allah semoga engkau terima Hajiku dan semua muslim yang berhaji menjadi haji yang mabrur. Semoga Engkau berikan kesempatan bagi suami, anak-anak dan keluargaku, saudaraku, teman-temanku dan semua muslim berhaji dalam keadaan sehat dan istithaah. Sehingga mereka dapat melaksanakan hajinya dengan sempurna. Aamiin,” pungkasnya dalam status Facebook berjudul “Catatan di Coster” tersebut.
Catatan yang diunggah Selasa (12/9/2012) sekitar pukul 23.00-an waktu Arab Saudi (WAS) menyiratkan pentingnya istithaah kesehatan haji. Sebab dari perjalanannya selama menjadi perawat di KKHI Mekkah, ternyata banyak jamaah yang hingga kepulangannya ke Tanah Air ternyata tak sempat sekalipun melihat keagungan Kakbah secara langsung.
Dalam status berjudul “Catatan di Coster” sang perawat menumpahkan perasaannya terhadap kondisi para jamaah yang sakit ini. Coster sendiri merupakan bus kecil berkapasitas 28 orang.
“Selesai jaga malam itu aku dapat jadwal rujukan 1. Artinya aku akan stanby sejak jam 09-21 malam hari ini untuk mengantar jamaah sakit ke rumah sakit rujukan, pagi ini jam 10 WA (WhatsApp) grup minta perawat rujukan untuk turun ke IGD, kebetulan urutannya sampai ke namaku. Bergegas aku turun setelah ganti pakaian,” tulis Lili Adriani.
Ternyata, dia berangkat mengantar jamaah yang mau dibuatkan surat layak terbang untuk tanazul (percepatan pemulangan jamaah haji ke embarkasi). Jamaah itu hanya bisa berbaring setelah serangan stroke ketiga pekan lalu.
Selesai mengantar rujukan 1, dia ke kamar rehat dulu dengan harapan bisa tidur sejenak. Belum lama mengatupkan matanya, ada berita di WA, tim rujukan diminta mengantar jamaah yang dirawat di KKHI dan sudah diperbolehkan pulang ke kloternya.
“Ada sekitar 12 orang yang kami antar ke sektor masing-masing. Sepuluh orang yang kami bawa adalah lansia, dua orang adalah istri yang suaminya sedang di rawat di RSAS (Rumah Sakit Arab Saudi),” katanya lagi.
Perawat Rumah Sakit Krakatau Medika (RSKM) Banten ini berangkat bersama dua temannya. Dia merasa senang duduk di sekitar para jamaah.
Namun perasaan itu berubah drastis ketika dia bertanya pada seorang jamaah laki-laki. “Pak sama siapa naik hajinya?” tanyanya.
Jamaah menjawabnya, ”Sendiri.” Jawaban singkat tapi agak-agak susah dicucapkan karena pasien ini mengalami stroke sehingga sulit bicara. “Punya anak berapa pak?” tanya Lili lagi.
Si jamaah ini menggeleng. Pasien juga mengungkapkan istrinya telah berpulang sehingga nanti sepulang di Tanah Air akan dirawat saudaranya. “Deg aku langsung terdiam, ya Allah kasihan bapak ini. Dengan kondisi lebih dari 70 tahun mengalami stroke dan dia tidak punya anak untuk merawatnya,” tuturnya.
Lili pun merasa sedih mengingat ayahnya juga pernah stroke. Dan dia tahu pasien stroke butuh banyak bantuan orang lain sampai nanti bisa sembuh.
Sejumlah jamaah pun sudah diantar ke sector tujuannya, yakni Sektor 2 Daker Mekkah. Perjalanan dilanjutkan ke sektor berikutnya dengan suasana menuju magrib.
Perjalanan mereka melewati Masjidil Haram. Tenaga medis heboh kami menunjukkan kompleks Baitullah tersebut ke jamaah. “Bu...pak tuh sebelah kanan Masjidil Harom di sana, yang lampunya warna hijau, di dalamnya Kakbah,” kata Lili.
Sebagaian dari mereka menoleh ke kanan, tapi ada bapak yang dengan wajah bingung menatapnya. “Itu Pak,” ujarnya seraya memalingkan wajah jamaah tersebut ke kanan. Sayang hal itu percuma karena jamaah ini mengalami dimensia sehingga tidak mengerti apa yang dibicarakan.
Ada lagi ibu yang juga dimensia. Dia juga sama-sama bingung dan tidak mengerti dengan apa yang dibicarakan. “Agak parau suaraku, seketika berlinang air mata, wajah-wajah tua ini berusaha mengumpulkan uang, menunggu antrean yang lama untuk datang berharap bisa melihat Kakbah tapi sampai di sini (Tanah Suci) bahkan tidak mengerti (ada di mana),” katanya sedih.
“Saya juga belum lihat Kakbah,” ujar suara ibu dengan wajah lesu menyahut dari arah belakang.
Jamaah ini mengatakan, sejak datang ke Madinah sudah saki. Lalu dipindahkan ke rumah sakit di Mekkah. Akhirnya sampai sekarang belum ke masjid itu dan belum melihat Kakbah.
“Ya Allah, akhirnya air mataku tidak terbendung, begitu besar harapan mereka sama seperti orang-orang yang berusaha mengumpulkan uang, membayar mahal dan menunggu waktu untuk berhaji. Begitu tiba waktunya, mereka bahkan tidak bisa melaksanakan rukunnya sendiri, sebagaian dari manula yang kami bawa ini hajinya dibadalkan,” katanya.
Menurut Lili, haji bukan hanya cukup secara materi. Tetapi juga kemampuan fisik dan mental juga harus di perhatikan. “Betapa mahal harga istithaah yang sebenarnya. Mereka yang manula terbang 10 jam perjalanan, sampai di Tanah Suci sakit karena kelelahan, dirawat, tidak mampu melaksanakan rukun dan wajibnya. Lalu pulang ke Tanah Air dengan kondisi sakit atau tanazul awal sehingga belum melihat Kakbah,” tulisnya lagi masih dalam status yang sama.
Lili berterima kasih kepada Allah SWT karena di usianya yang masih muda diberikan kesempatan melaksanakan haji. Bahkan sambil merawat jamaah yang sakit. “Ya Allah semoga engkau terima Hajiku dan semua muslim yang berhaji menjadi haji yang mabrur. Semoga Engkau berikan kesempatan bagi suami, anak-anak dan keluargaku, saudaraku, teman-temanku dan semua muslim berhaji dalam keadaan sehat dan istithaah. Sehingga mereka dapat melaksanakan hajinya dengan sempurna. Aamiin,” pungkasnya dalam status Facebook berjudul “Catatan di Coster” tersebut.
(kri)