Korupsi Proyek Alquran, Fahd El Fouz Dituntut Lima Tahun Penjara
A
A
A
JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Ketua DPP Partai Fahd El Fouz alias Fahd A Rafiq dihukum lima tahun penjara.
JPU yang diketuai Lie Putra Setiawan dengan anggota Nanang Sunaryadi, Bayu Satriyo, dan Heradian Salipi menyatakan Fahd El Fouz terbukti menerima suap Rp3,411 miliar.
Penerimaan suap terkait dengan pekerjaan pengadaan pengadaan laboratorium MTs 2011 di Direktorat Jenderal Pendidikan Islam (Ditjen Pendis) Kemenag dengan anggaran Rp31 miliar serta pekerjaan pengadaan kitab suci Alquran di Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarat Islam (Ditjen Bimas Islam) dari APBN Perubahan 2011 dan APBN Perubahan 2012 dengan total anggaran Rp72 miliar.
Tindak pidana itu dilakukan secara bersama-sama dengan mantan anggota Komisi VII DPR Zulkarnaen Djabar (mantan anggota Komisi VIII dan Dendy Prasetia Zulkarnaen Putra, anak Zulkarnaen yang saat itu menjabat sebagai sekretaris jenderal Gema MKGR) dengan total Rp14,39 miliar.
Suap diterima dari Direktur PT Sinergi Pustaka Indonesia (SPI) merangkap pemilik PT Adhi Aksara Abadi Indonesia (A3I) Abdul Kadir Alaydrus dan Direktur Utama PT A31 Ali Djufrie.
Saat perbuatan pidana terjadi, Fahd adalah Ketua Umum Gema MKGR. Kini Fahd juga juga menjabat Ketua Umum Pengurus Pusat Angkatan Muda Partai Golkar sekaligus Ketua Umum Komite Nasional Pemuda Indonesia periode 2015-2018.
"Menuntut, agar majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang memeriksa dan mengadili perkara ini menjatuhkan pidana terhadap Fadh El Fouz berupa penjara selama 5 tahun ditambah dengan pidana denda sebesar Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan," tegas JPU Lie saat membacakan surat tuntutan atas nama Fahd, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (31/8/2017).
JPU Lie membeberkan, perbuatan Fahd terbukti melanggar Pasal 12 huruf b jo Pasal 18 UU Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat 1 KUHP. "Sebagaimana dalam dakwaan pertama," katanya.
Dalam pertimbangan putusan, JPU juga memasukkan klausul tentang dugaan keterlibatan beberapa anggota DPR periode 2009-2014 serta Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Golkar 2009-2014 Priyo Budi Santoso (bersandi pak Bos). Jatah untuk Priyo sebesar 1 persen dengan nominal sekitar Rp3 miliar yang diakui Fahd sudah diserahkan Fahd.
"Fee tersebut merupakan hasil perhitungan yang telah dicatat Fahd bersama dengan Dendy Prasetia Zulkarnaen Putra," tegas Lie.
JPU Lie membeberkan, berdasarkan fakta persidangan dengan didasari Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor, Fahd layak dijatuhi pidana tambahan berupa membayar uang pengganti sebesar Rp3,411 miliar yang diterima dan dinikmati Fahd.
Hanya saja, tutur Lie, Fahd sudah mengembalikan uang tersebut dengan dititipkan ke KPK dan masuk dalam rekening penampungan sementara KPK. Karenanya, Fahd tidak lagi dikenakan sanksi berupa uang pengganti. "Cukup dilakukan perampasan terhadap uang titipan tersebut untuk kepentingan negara yang diperhitungkan sebagai pembayaran atas uang pengganti," ucapnya.
Atas tuntutan JPU, Fahd El Fouz dan tim penasihat hukumnya mengaku akan mengajukan nota pembelaan (pleidoi). Selepas sidang, Fahd mengaku menerima tuntutan pidana karena dia bersalah. Tapi Fahd terkejut terkait penerapan pasal. Dia merasa tidak pernah menjabat sebagai pejabat negara.
Fahd mengatakan, semua dugaan keterlibatan para anggota Komisi VIII DPR dan Banggar 2009-2014 serta Priyo Budi Santoso dalam persidangan.
"Saya yakin KPK berani dalam mengungkap," ujarnya.
JPU yang diketuai Lie Putra Setiawan dengan anggota Nanang Sunaryadi, Bayu Satriyo, dan Heradian Salipi menyatakan Fahd El Fouz terbukti menerima suap Rp3,411 miliar.
Penerimaan suap terkait dengan pekerjaan pengadaan pengadaan laboratorium MTs 2011 di Direktorat Jenderal Pendidikan Islam (Ditjen Pendis) Kemenag dengan anggaran Rp31 miliar serta pekerjaan pengadaan kitab suci Alquran di Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarat Islam (Ditjen Bimas Islam) dari APBN Perubahan 2011 dan APBN Perubahan 2012 dengan total anggaran Rp72 miliar.
Tindak pidana itu dilakukan secara bersama-sama dengan mantan anggota Komisi VII DPR Zulkarnaen Djabar (mantan anggota Komisi VIII dan Dendy Prasetia Zulkarnaen Putra, anak Zulkarnaen yang saat itu menjabat sebagai sekretaris jenderal Gema MKGR) dengan total Rp14,39 miliar.
Suap diterima dari Direktur PT Sinergi Pustaka Indonesia (SPI) merangkap pemilik PT Adhi Aksara Abadi Indonesia (A3I) Abdul Kadir Alaydrus dan Direktur Utama PT A31 Ali Djufrie.
Saat perbuatan pidana terjadi, Fahd adalah Ketua Umum Gema MKGR. Kini Fahd juga juga menjabat Ketua Umum Pengurus Pusat Angkatan Muda Partai Golkar sekaligus Ketua Umum Komite Nasional Pemuda Indonesia periode 2015-2018.
"Menuntut, agar majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang memeriksa dan mengadili perkara ini menjatuhkan pidana terhadap Fadh El Fouz berupa penjara selama 5 tahun ditambah dengan pidana denda sebesar Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan," tegas JPU Lie saat membacakan surat tuntutan atas nama Fahd, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (31/8/2017).
JPU Lie membeberkan, perbuatan Fahd terbukti melanggar Pasal 12 huruf b jo Pasal 18 UU Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat 1 KUHP. "Sebagaimana dalam dakwaan pertama," katanya.
Dalam pertimbangan putusan, JPU juga memasukkan klausul tentang dugaan keterlibatan beberapa anggota DPR periode 2009-2014 serta Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Golkar 2009-2014 Priyo Budi Santoso (bersandi pak Bos). Jatah untuk Priyo sebesar 1 persen dengan nominal sekitar Rp3 miliar yang diakui Fahd sudah diserahkan Fahd.
"Fee tersebut merupakan hasil perhitungan yang telah dicatat Fahd bersama dengan Dendy Prasetia Zulkarnaen Putra," tegas Lie.
JPU Lie membeberkan, berdasarkan fakta persidangan dengan didasari Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor, Fahd layak dijatuhi pidana tambahan berupa membayar uang pengganti sebesar Rp3,411 miliar yang diterima dan dinikmati Fahd.
Hanya saja, tutur Lie, Fahd sudah mengembalikan uang tersebut dengan dititipkan ke KPK dan masuk dalam rekening penampungan sementara KPK. Karenanya, Fahd tidak lagi dikenakan sanksi berupa uang pengganti. "Cukup dilakukan perampasan terhadap uang titipan tersebut untuk kepentingan negara yang diperhitungkan sebagai pembayaran atas uang pengganti," ucapnya.
Atas tuntutan JPU, Fahd El Fouz dan tim penasihat hukumnya mengaku akan mengajukan nota pembelaan (pleidoi). Selepas sidang, Fahd mengaku menerima tuntutan pidana karena dia bersalah. Tapi Fahd terkejut terkait penerapan pasal. Dia merasa tidak pernah menjabat sebagai pejabat negara.
Fahd mengatakan, semua dugaan keterlibatan para anggota Komisi VIII DPR dan Banggar 2009-2014 serta Priyo Budi Santoso dalam persidangan.
"Saya yakin KPK berani dalam mengungkap," ujarnya.
(dam)