KPK Diminta Hati-hati Tangani Perkara Korupsi Korporasi

Rabu, 23 Agustus 2017 - 21:03 WIB
KPK Diminta Hati-hati Tangani Perkara Korupsi Korporasi
KPK Diminta Hati-hati Tangani Perkara Korupsi Korporasi
A A A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diingatkan untuk lebih berhati-hati dalam memproses kasus korupsi korporasi, terutama perusahaan yang sudah go publik.

Sebagai perusahaan terbuka, status hukum tersebut dapat memengaruhi kondisi finansial perusahaan, sehingga dapat mengancam kepastian usaha dan nasib para karyawan.

"Penanganan kasus yang menyangkut korporasi harus berbeda dengan perorangan. KPK perlu lebih berhati-hati dalam memberikan informasi kepada publik sampai adanya kepastian hukum yang tetap," kata Ketua Umum Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal, Indra Safitri, saat dihubungi wartawan, Rabu (23/8/2017).

Indra mencontohkan langkah KPK dengan mengumumkan PT Nusa Kontruksi Engineering Tbk (NKE) sebagai tersangka korupsi korporasi. Akibat hal itu, perusahaan langsung mendapatkan sejumlah permasalahan.

Mulai dari aktivitas sahamnya di pasar modal dihentikan sementara (suspend) oleh PT Bursa Efek Indonesia, sampai kesulitan mendapatkan pinjaman dari perbankan.

"KPK pun harus memiliki sistem pengungkapan korupsi yang baik, apakah benar perusahaan yang melakukan kesalahan atau justru kasus ini hanya dikarenakan perorangan. Ini nantinya juga akan menunjukkan apakah memang sistem dalam lelang itu yang memang bermasalah," tutur Indra.

Sekadar informasi, NKE telah bersikap proaktif dengan menyerahkan uang sekitar Rp 15 miliar kepada KPK. Kasus hukum yang melibatkan NKE berhungan dengan proyek pembangunan rumah sakit Universitas Udayana Bali tahun 2009-2010.

Yudho Taruno Muryanto, Ahli Hukum Korporasi dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo menilai sistem yang koruptif dinilai sebagai salah satu penyebab utama banyaknya perusahaan tersandung korupsi.

"Untuk mendapatkan proyek, pimpinan perusahaan atau proyek seringkali harus berkompromi dengan situasi ini. Kondisi inilah yang membuat banyak perusahaan tidak bisa menolak ketika diminta untuk memberi suap," tutur Yudho.

Untuk mencegah korupsi korporasi, kata dia, aparat penegak hukum, termasuk KPK mesti mendorong fungsi pencegahan. Terutama berkaitan dengan proses pengadaan barang yang selama ini sering menjadi pintu masuk terjadinya praktik suap dan korupsi.

Menurut Yudo, fungsi pencegahan ini justru yang dibutuhkan saat ini. Sebab, kendati usia KPK telah lebih dari satu dasawarsa, namun praktik korupsi masih tetap menjamur.
Untuk itu, menurut dia, dibutuhkan perubahan sistem yang dapat mengikis perilaku koruptif.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8210 seconds (0.1#10.140)