Ketua DPD Ajak Seluruh Pihak Perangi Narkoba
A
A
A
JAKARTA - Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Oesman Sapta Odang mengingatkan ancaman narkoba yang tidak kalah berbahaya dari terorisme.
Hal demikian dikatakan Oesman dalam pidatonya di acara sidang bersama DPD-DPR di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (16/8/2017). "Negara kita sudah masuk status darurat narkoba," kata Oesman.
Dia mengatakan, harus diakui narkoba bisa menjadi alat untuk menghancurkan negara ini. "Kami mengajak semua pihak untuk perang terhadap narkoba," tutur Ketua umum Partai Hanura ini.
Menyikapi perkembangan politik kawasan di Timur Tengah maupun Semenanjung Korea, dia mengatakan DPD mendorong pemerintah untuk meneguhkan kembali politik bebas aktif sesuai amanat pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
"Kami menghargai kebijakan pemerintah yang tetap konsisten mendukung kemerdekaan Palestina," tuturnya.
Dia menambahkan, DPD juga mendukung kebijakan pemerintah yang memberi nama laut Natuna Utara sebagai pengganti nama Laut Cina Selatan yang masuk wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.
"Meski demikian, kami mengingatkan pemerintah untuk senantiasa menghormati Konvensi PBB tentang Hukum Laut Internasional," ucapnya.
Hal demikian dikatakan Oesman dalam pidatonya di acara sidang bersama DPD-DPR di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (16/8/2017). "Negara kita sudah masuk status darurat narkoba," kata Oesman.
Dia mengatakan, harus diakui narkoba bisa menjadi alat untuk menghancurkan negara ini. "Kami mengajak semua pihak untuk perang terhadap narkoba," tutur Ketua umum Partai Hanura ini.
Menyikapi perkembangan politik kawasan di Timur Tengah maupun Semenanjung Korea, dia mengatakan DPD mendorong pemerintah untuk meneguhkan kembali politik bebas aktif sesuai amanat pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
"Kami menghargai kebijakan pemerintah yang tetap konsisten mendukung kemerdekaan Palestina," tuturnya.
Dia menambahkan, DPD juga mendukung kebijakan pemerintah yang memberi nama laut Natuna Utara sebagai pengganti nama Laut Cina Selatan yang masuk wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.
"Meski demikian, kami mengingatkan pemerintah untuk senantiasa menghormati Konvensi PBB tentang Hukum Laut Internasional," ucapnya.
(dam)