Komisi VIII Setuju Kasus First Travel Disebut Penipuan
A
A
A
JAKARTA - Komisi VIII DPR sepakat kasus yang dilakukan PT First Anugerah Karya Wisata (First Travel) kepada para calon jamaah umrah merupakan penipuan. Sehingga, langkah ‎Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri menangkap bos First Travel dinilai tepat.
"Saya agak setuju ini (masuk, red) penipuan," Wakil Ketua Komisi VIII DPR Sodik Mujahid dalam diskusi Polemik SINDO Trijaya Network bertajuk Mimpi dan Realitas First Travel di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (12/8/2017).
Karena, banyak dalil-dalil yang salah dari pihak First Travel kepada masyarakat calon jamaah umrah. "Yang kedua, kalau orang punya bonafititas yang tinggi untuk menjadi travel, dia tidak akan menggunakan pola ini," papar politikus Partai Gerindra ini.
Terlebih, dia mengaku mengetahui betul pola yang dilakukan seperti First Travel. "Saya agak lama berkecimpung dalam dunia bisnis dan haji," tuturnya.
Dalam kasus ini, Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri telah menetapkan tersangka terhadap Bos First Travel dan istri, Andika Surachman dan Anniesa Desvitasari. Keduanya terancam dijerat dengan Pasal 55 Juncto Pasal 378 dan 372 KUHP serta Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
"Saya agak setuju ini (masuk, red) penipuan," Wakil Ketua Komisi VIII DPR Sodik Mujahid dalam diskusi Polemik SINDO Trijaya Network bertajuk Mimpi dan Realitas First Travel di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (12/8/2017).
Karena, banyak dalil-dalil yang salah dari pihak First Travel kepada masyarakat calon jamaah umrah. "Yang kedua, kalau orang punya bonafititas yang tinggi untuk menjadi travel, dia tidak akan menggunakan pola ini," papar politikus Partai Gerindra ini.
Terlebih, dia mengaku mengetahui betul pola yang dilakukan seperti First Travel. "Saya agak lama berkecimpung dalam dunia bisnis dan haji," tuturnya.
Dalam kasus ini, Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri telah menetapkan tersangka terhadap Bos First Travel dan istri, Andika Surachman dan Anniesa Desvitasari. Keduanya terancam dijerat dengan Pasal 55 Juncto Pasal 378 dan 372 KUHP serta Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
(kri)