Peringatan Hari Santri, Kiai Said Promosikan Nilai Lebih Pesantren
A
A
A
JAKARTA -
Untuk mengantarkan santri menjadi pribadi yang berkarakter, pondok pesantren memiliki banyak pola pendidikan.
Dalam peluncuran (grand launching) peringatan Hari Santri 2017 di Kantor PBNU Jakarta, Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siraj membeberkan "rahasia" ragam pendidikan itu.
Menurut kiai yang menempuh pendidikan S1-S3 di Arab Saudi itu, bisa jadi hanya pendidikan dilevel universitas atau perguruan tinggi yang sanggup menyamai.
"Bahkan ada pendidikan yang tidak dimiliki di luar pesantren, yakni berlatih kepekaan spritual, "ujar Kiai Said disambut tepuk tangan meriah.
Pesantren selalu mendidik santri menjadi sosok mandiri. Tidak hanya belajar ilmu agama, pesantren juga menggembleng santri menjadi insan berjiwa sederhana, berakhlak mulia, tawadu' dan khidmat pada kiai.
Kiai Said mengambil contoh dirinya sendiri. Bagaimana saat masih nyantri di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, dirinya memperoleh pendidikan yang manfaatnya baru dirasakan kemudian.
Dengan pola tersendiri, Ponpes Lirboyo mengajari cara menganalisa, berfikir logis, ilmiah, substantif, quality, membangun relasi, hingga bagaimana menempatkan posisi.
"Dan itu baru saya sadari setelah tidak lagi berada di pesantren, "terangnya. Kiai Said menyebut pola atau tradisi Manhajud Tadris sebagai salah satu kuncinya.
Mahajud Tadris ditafsirkan sebagai pengalaman ilmu secara bersama sama antara kiai dan santri. Bagaimana seorang kiai menempatkan diri sebagai teladan santri santrinya.
Bukan hanya urusan ibadah, tapi juga teladan dalam menyikapi beragam persoalan hidup. Mulai menghadapi musibah, kesedihan, duka, marah hingga bagaimana merayakan kegembiraan, kebahagiaan.
"24 jam kiai memberi contoh santri bagaimana mengamalkan ilmunya. Termasuk juga urusan poligami, "terangnya sembari tertawa.
Kemudian pola tradisi Manhajud Takdim. Di sini, kata Kiai Said, pesantren mengajarkan kedisiplinan dan kepatuhan.
Saat masih nyantri di Ponpes Krapyak Yogyakarta, dirinya terkenang dengan tulisan Jawa beraksara Arab yang menempel di dinding perpustakaan ponpes.
Tulisan tangan Kiai Ali Maksum Krapyak. Bunyinya "Oleh diwoco, haram digowo (Boleh dibaca, haram dibawa)".
Walau tanpa penjagaan dan menurut Kiai Said koleksi buku di perpustakaan ponpes aman dari pencurian.
"Ini hebatnya budaya kita. Kalau itu berjalan, polisi tidak perlu menjaga ketertiban. Karena semua sudah tertib dengan sendirinya, "jelasnya.
Di pesantren, tambah Kiai Said, juga mengajarkan rasa malu, menanamkan kepribadian malu. Karenanya jika kelak seorang santri menjadi pejabat, rasa malu itu akan menjadi benteng dari perbuatan korupsi.
Sementara dalam pola tradisi Manhajud Tarbiyah, santri diarahkan menguatkan hal hal yang bersifat spiritual, termasuk didalamnya doa. Bahwa dibalik kekuatan disik ada kekuatan spiritual.
Dalam peringatan hari santri bertema Santri Mandiri, NKRI Hebat ini acara sudah tidak lagi fokus pada acara bersifat simbolis.
Menurut Ketua Panitia Acara Athoilah peringatan yang ketiga ini lebih bersifat substantif. Hal itu untuk memicu para santri ke depan lebih mandiri secara ekonomi, politik dan lain sebagainya.
"Dan tidak sekedar hanya merayakan. Tapi juga mengingatkan lagi bahwa Republik ini tidak bisa melupakan peran pesantren, "ujarnya.
Untuk mengantarkan santri menjadi pribadi yang berkarakter, pondok pesantren memiliki banyak pola pendidikan.
Dalam peluncuran (grand launching) peringatan Hari Santri 2017 di Kantor PBNU Jakarta, Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siraj membeberkan "rahasia" ragam pendidikan itu.
Menurut kiai yang menempuh pendidikan S1-S3 di Arab Saudi itu, bisa jadi hanya pendidikan dilevel universitas atau perguruan tinggi yang sanggup menyamai.
"Bahkan ada pendidikan yang tidak dimiliki di luar pesantren, yakni berlatih kepekaan spritual, "ujar Kiai Said disambut tepuk tangan meriah.
Pesantren selalu mendidik santri menjadi sosok mandiri. Tidak hanya belajar ilmu agama, pesantren juga menggembleng santri menjadi insan berjiwa sederhana, berakhlak mulia, tawadu' dan khidmat pada kiai.
Kiai Said mengambil contoh dirinya sendiri. Bagaimana saat masih nyantri di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, dirinya memperoleh pendidikan yang manfaatnya baru dirasakan kemudian.
Dengan pola tersendiri, Ponpes Lirboyo mengajari cara menganalisa, berfikir logis, ilmiah, substantif, quality, membangun relasi, hingga bagaimana menempatkan posisi.
"Dan itu baru saya sadari setelah tidak lagi berada di pesantren, "terangnya. Kiai Said menyebut pola atau tradisi Manhajud Tadris sebagai salah satu kuncinya.
Mahajud Tadris ditafsirkan sebagai pengalaman ilmu secara bersama sama antara kiai dan santri. Bagaimana seorang kiai menempatkan diri sebagai teladan santri santrinya.
Bukan hanya urusan ibadah, tapi juga teladan dalam menyikapi beragam persoalan hidup. Mulai menghadapi musibah, kesedihan, duka, marah hingga bagaimana merayakan kegembiraan, kebahagiaan.
"24 jam kiai memberi contoh santri bagaimana mengamalkan ilmunya. Termasuk juga urusan poligami, "terangnya sembari tertawa.
Kemudian pola tradisi Manhajud Takdim. Di sini, kata Kiai Said, pesantren mengajarkan kedisiplinan dan kepatuhan.
Saat masih nyantri di Ponpes Krapyak Yogyakarta, dirinya terkenang dengan tulisan Jawa beraksara Arab yang menempel di dinding perpustakaan ponpes.
Tulisan tangan Kiai Ali Maksum Krapyak. Bunyinya "Oleh diwoco, haram digowo (Boleh dibaca, haram dibawa)".
Walau tanpa penjagaan dan menurut Kiai Said koleksi buku di perpustakaan ponpes aman dari pencurian.
"Ini hebatnya budaya kita. Kalau itu berjalan, polisi tidak perlu menjaga ketertiban. Karena semua sudah tertib dengan sendirinya, "jelasnya.
Di pesantren, tambah Kiai Said, juga mengajarkan rasa malu, menanamkan kepribadian malu. Karenanya jika kelak seorang santri menjadi pejabat, rasa malu itu akan menjadi benteng dari perbuatan korupsi.
Sementara dalam pola tradisi Manhajud Tarbiyah, santri diarahkan menguatkan hal hal yang bersifat spiritual, termasuk didalamnya doa. Bahwa dibalik kekuatan disik ada kekuatan spiritual.
Dalam peringatan hari santri bertema Santri Mandiri, NKRI Hebat ini acara sudah tidak lagi fokus pada acara bersifat simbolis.
Menurut Ketua Panitia Acara Athoilah peringatan yang ketiga ini lebih bersifat substantif. Hal itu untuk memicu para santri ke depan lebih mandiri secara ekonomi, politik dan lain sebagainya.
"Dan tidak sekedar hanya merayakan. Tapi juga mengingatkan lagi bahwa Republik ini tidak bisa melupakan peran pesantren, "ujarnya.
(pur)