Sudah Akad Wakalah, Pengelolaan BPIH Tak Harus Izin Jamaah
A
A
A
JAKARTA - Rencana pemanfaatan dana Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) untuk investasi pada pembangunan infrastruktur menuai kontroversi. Ada yang berpendapat bahwa, Pemerintah atau Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) harus meminta izin terlebih dulu kepada jamaah selaku pemilik dana.
Direktur Pengelolaan Dana Haji dan Sistem Informasi Haji Terpadu Kemenag, Ramadan Harisman mengatakan, pemanfaatan BPIH untuk pembangunan maupun investasi lainnya tidak perlu meminta izin lagi kepada jamaah.
Sebab selama ini, ketika pengelolaan dana haji dilakukan oleh Kementerian Agama (Kemenag), para calon jamaah haji telah mengisi dan menandatangani formulir akad wakalah ketika membayar setoran awal BPIH.
"Ketentuan mengenai pengisian dan penandatangan akad wakalah tersebut diatur dalam perjanjian kerja sama antara Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Kementerian Agama, dengan Bank Penerima Setoran BPIH tentang penerimaan dan pembayaran BPIH," kata Ramadan di Jakarta, Sabtu (29/7/2017).
Dalam formulir akad wakalah tersebut, calon jamaah haji selaku muwakkil memberikan kuasa kepada Kemenag selaku wakil, untuk menerima dan mengelola dana setoran awal BPIH yang telah disetorkan melalui Bank Penerima Setoran (BPS) BPIH, sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Penerapan akad wakalah juga diatur ketika keuangan haji dikelola oleh BPKH. Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji dan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang pelaksanaan UU tersebut, mengatur bahwa BPKH selaku wakil akan menerima mandat dari calon jamaah haji selaku muwakkil untuk menerima dan mengelola dana setoran BPIH.
UU Nomor 34/2014 mengamanatkan pengelolaan keuangan haji dilaksanakan oleh BPKH, badan hukum publik yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Agama. Organ BPKH terdiri atas badan pelaksana dan dewan pengawas yang bertugas mengelola penerimaan, pengembangan, pengeluaran, dan pertanggungjawaban keuangan haji.
Nilai manfaat (imbal hasil) atas hasil pengelolaan keuangan haji oleh BPKH dimaksudkan untuk sebesar-besarnya kepentingan jamaah haji. Kepentingan dimaksud antara lain dalam bentuk peningkatan kualitas penyelenggaraan ibadah haji, rasionalitas dan efisiensi BPIH, serta kemaslahatan umat Islam.
Ramadan menambahkan, dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, BPKH berwenang menempatkan dan menginvestasikan keuangan haji. Sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan pelaksanaan UU No 34/2014, opsi pengembangan keuangan haji oleh BPKH dapat dilakukan dalam bentuk produk perbankan, surat berharga, emas, investasi langsung, dan investasi lainnya.
Namun, dalam melakukan penempatan dan/atau investasi keuangan haji, BPKH harus senantiasa mempertimbangkan aspek keamanan, kehati-hatian, nilai manfaat, dan likuiditas serta kesesuain dengan prinsip syariah. Hal ini mengingat dana haji adalah dana titipan masyarakat yang akan melaksanakan ibadah haji.
"Anggota Badan Pelaksana dan anggota Dewan Pengawas bertanggung jawab secara tanggung renteng terhadap kerugian atas penempatan dan/atau investasi keuangan haji secara keseluruhan yang ditimbulkan atas kesalahan dan/atau kelalaian dalam pengelolaanya," tegasnya.
Direktur Pengelolaan Dana Haji dan Sistem Informasi Haji Terpadu Kemenag, Ramadan Harisman mengatakan, pemanfaatan BPIH untuk pembangunan maupun investasi lainnya tidak perlu meminta izin lagi kepada jamaah.
Sebab selama ini, ketika pengelolaan dana haji dilakukan oleh Kementerian Agama (Kemenag), para calon jamaah haji telah mengisi dan menandatangani formulir akad wakalah ketika membayar setoran awal BPIH.
"Ketentuan mengenai pengisian dan penandatangan akad wakalah tersebut diatur dalam perjanjian kerja sama antara Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Kementerian Agama, dengan Bank Penerima Setoran BPIH tentang penerimaan dan pembayaran BPIH," kata Ramadan di Jakarta, Sabtu (29/7/2017).
Dalam formulir akad wakalah tersebut, calon jamaah haji selaku muwakkil memberikan kuasa kepada Kemenag selaku wakil, untuk menerima dan mengelola dana setoran awal BPIH yang telah disetorkan melalui Bank Penerima Setoran (BPS) BPIH, sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Penerapan akad wakalah juga diatur ketika keuangan haji dikelola oleh BPKH. Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji dan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang pelaksanaan UU tersebut, mengatur bahwa BPKH selaku wakil akan menerima mandat dari calon jamaah haji selaku muwakkil untuk menerima dan mengelola dana setoran BPIH.
UU Nomor 34/2014 mengamanatkan pengelolaan keuangan haji dilaksanakan oleh BPKH, badan hukum publik yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Agama. Organ BPKH terdiri atas badan pelaksana dan dewan pengawas yang bertugas mengelola penerimaan, pengembangan, pengeluaran, dan pertanggungjawaban keuangan haji.
Nilai manfaat (imbal hasil) atas hasil pengelolaan keuangan haji oleh BPKH dimaksudkan untuk sebesar-besarnya kepentingan jamaah haji. Kepentingan dimaksud antara lain dalam bentuk peningkatan kualitas penyelenggaraan ibadah haji, rasionalitas dan efisiensi BPIH, serta kemaslahatan umat Islam.
Ramadan menambahkan, dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, BPKH berwenang menempatkan dan menginvestasikan keuangan haji. Sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan pelaksanaan UU No 34/2014, opsi pengembangan keuangan haji oleh BPKH dapat dilakukan dalam bentuk produk perbankan, surat berharga, emas, investasi langsung, dan investasi lainnya.
Namun, dalam melakukan penempatan dan/atau investasi keuangan haji, BPKH harus senantiasa mempertimbangkan aspek keamanan, kehati-hatian, nilai manfaat, dan likuiditas serta kesesuain dengan prinsip syariah. Hal ini mengingat dana haji adalah dana titipan masyarakat yang akan melaksanakan ibadah haji.
"Anggota Badan Pelaksana dan anggota Dewan Pengawas bertanggung jawab secara tanggung renteng terhadap kerugian atas penempatan dan/atau investasi keuangan haji secara keseluruhan yang ditimbulkan atas kesalahan dan/atau kelalaian dalam pengelolaanya," tegasnya.
(maf)