Prototipe Pesawat Tempur KFX/IFX Diproduksi pada 2019

Jum'at, 28 Juli 2017 - 20:17 WIB
Prototipe Pesawat Tempur KFX/IFX Diproduksi pada 2019
Prototipe Pesawat Tempur KFX/IFX Diproduksi pada 2019
A A A
JAKARTA - Proyek pembuatan pesawat tempur Korean Fighter Xperiment atau Indonesia Fighter Xperiment (KFX/IFX) yang dikembangkan antara Korea Selatan dengan Indonesia terus mengalami kemajuan.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertahanan (Kemhan) Anne Kusumayati mengatakan, saat ini pengembangan pesawat tersebut sudah memasuki engineering manufactur development (EMD) berupa peningkatan kesiapan teknologi seperti, tiga hanggar dan delapan laboratorium komposit.

Fasilitas itu sama persis dengan sarana yang ada di Korea Aerospace Industries (KAI). "Pelaksanaan EMD sudah menyelesaikan 14% dari keseluruhan perencanaan program itu. Diperkirakan pada 2019 prototipe pesawat tempur tersebut diproduksi dan mulai terbang pada 2021," ujarnya di Kantor Kemhan, Jakarta Pusat, Jumat (28/7/2017).

Anne mengakui, pengembangan pesawat tempur generasi 4,5 ini masih terkendala pengadaan beberapa komponen yakni, electronically scanned array (AESA) radar, infrared search and track (IRST), electronic optics targeting pod (EOTGP) and Radio Frequency jammer. Termasuk technical asistance agreement dari Amerika Serikat.

Anne berharap, kepada Kementerian Luar Negeri (Kemlu) untuk ikut membantu diplomasi agar hambatan tersebut dapat diatasi, mengingat Indonesia merupakan negara sahabat Amerika Serikat.

"Tapi itu tidak masalah, karena Korea Selatan sudah berkolaborasi dengan negara-negara di Eropa untuk pengadaan komponen tersebut. Ada kesepakatan, ketika mereka (Korea) sudah bisa memproduksi itu, mereka akan memberikan teknologi itu atau mengizinkan Indonesia untuk menggunakan teknologi tersebut," kata Anne.

Menurut Anne, jika pembuatan pesawat tempur yang menghabiskan anggaran sebesar Rp21,6 triliun ini berjalan dengan baik maka ada beberapa keuntungan yang diperoleh Indonesia seperti, membangun kemandirian dan menghapus ketergantungan alat utama sistem persenjataan (alutsista) dari negara lain.

"Menimbulkan deterrent effect atau daya getar terhadap negara-negara lain, kalau beli kan hanya sesaat saja. Menciptakan nilai tambah penguasaan industri teknologi pesawat tempur, serta desain pesawat tempur yang dibuat nantinya menyesuaikan kebutuhan alutsista TNI AU," ucapnya.

Disinggung apakah teknologi yang diterapkan pada pesawat tersebut tidak tertinggal, Anne menegaskan, jika program ini adalah membangun kemampuan dalam membuat pesawat tempur.

"Ketika sudah bisa membangun dan memiliki kemampuan teknologi, tentu kemampuannya bukan hanya memproduksi tapi juga maintenance dan upgrading, kalau sekarang yang dibuat generasi 4,5. Insya Allah bisa dicapai dengan pembangunan teknologi ke depannya," tegasnya.

Kapuslitbang Iptekhan Marsma Bambang Wijanarko menambahkan, pihaknya terus berupaya meningkatkan kemampuan dalam membangun komponen secara mandiri. Salah satunya dengan mengirimkan sumber daya manusia ke sekolah-sekolah di berbagai negara seperti Inggris, Prancis, Amerika Serikat dan negara-negara Eropa lainnya.

"Mereka disiapkan untuk memahami betul teknologi, yang dibutuhkan. Strategi lainnya yakni kerja sama oleh Kemlu untuk mendapatkan izin export license. Sebab tanpa itu, kita akan sulit. Export license itu adalah, izin untuk kita kuasai, menggunakan teknologi dan menginstalasi teknologi mereka," ucapnya.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3964 seconds (0.1#10.140)