Mantan Komisioner KPK Adnan Pandu Praja Dilaporkan ke Bareskrim
A
A
A
JAKARTA - Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Adnan Pandu Praja dilaporkan ke Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri, di Gedung Ombudsman, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (28/7/2017).
Laporan tersebut dilayangkan Komite Masyarakat Pemantau Angket KPK (Kompak) berdasarkan pernyataan saksi kasus korupsi Wisma Atlet, Yulianis, soal dugaan adanya pemberian uang kepada Adnan dari bekas Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.
"Jadi kami hari ini mendatangi Bareskrim melaporkan dugaan tindak pidana suap menyuap yang dilakukan oleh wakil ketua KPK 2011-2015 yaitu saudara Adnan Pandu Praja," ujar Kuasa Hukum Kompak, Amin Fachruddin.
Menurut dia, keterangan di bawah sumpah yang disampaikan Yulianis di sidang Pansus Angket KPK di DPR terkait dugaan penerimaan hadiah, bisa kita kategorikan sebagai tindakan suap menyuap atau gratifikasi sejumlah Rp1 miliar.
Amin menilai, dugaan suap oleh Adnan Pandu merupakan tindak pidana biasa, bukan delik aduan. Jadi tanpa adanya aduan, aparat penegak hukum bisa melakukan proses penyelidikan dan penyidikan. Apalagi, lanjut dia, informasi ini sudah menjadi konsumsi publik. Yulianis sendiri sudah melaporkan dugaan tersebut ke kepada KPK.
"Tapi sampai hari ini tidak ada tindak lanjutnya. Maka kami mengalihkan laporan ini ke Bareskrim Mabes Polri, sehingga tidak ada conflict of interest. Kalau ditangani KPK kami duga ada conflict interest, sehingga kami alihkan ke sini," kata Amin.
Lebih jauh, Amin menuturkan, terkait bukti yang sudah diserahkan hari ini adalah rekaman sidang Pansus Angket KPK dan beberapa pemberitaan di media, baik media elektronik online maupun cetak.
"Karena sudah menjadi konsumsi publik, jadi isu ini harus diklarifikasi dengan cara projusticia. Jadi kalau tidak diklarifikasi dengan cara projusticia, maka isu ini hanya menjadi isu yang merugikan semua pihak khususnya masyarakat."
"Kalau ditemukan bukti permulaan lalu ditindaklanjuti dengan penyidikan maka ini kasus akan menjadi clear. Publik akan menjadi paham apakah ini sebatas isu yang sekadar dihembuskan atau ini merupakan fakta yang harus ditelusuri oleh aparat penegak hukum," papar Amin.
Laporan tersebut dilayangkan Komite Masyarakat Pemantau Angket KPK (Kompak) berdasarkan pernyataan saksi kasus korupsi Wisma Atlet, Yulianis, soal dugaan adanya pemberian uang kepada Adnan dari bekas Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.
"Jadi kami hari ini mendatangi Bareskrim melaporkan dugaan tindak pidana suap menyuap yang dilakukan oleh wakil ketua KPK 2011-2015 yaitu saudara Adnan Pandu Praja," ujar Kuasa Hukum Kompak, Amin Fachruddin.
Menurut dia, keterangan di bawah sumpah yang disampaikan Yulianis di sidang Pansus Angket KPK di DPR terkait dugaan penerimaan hadiah, bisa kita kategorikan sebagai tindakan suap menyuap atau gratifikasi sejumlah Rp1 miliar.
Amin menilai, dugaan suap oleh Adnan Pandu merupakan tindak pidana biasa, bukan delik aduan. Jadi tanpa adanya aduan, aparat penegak hukum bisa melakukan proses penyelidikan dan penyidikan. Apalagi, lanjut dia, informasi ini sudah menjadi konsumsi publik. Yulianis sendiri sudah melaporkan dugaan tersebut ke kepada KPK.
"Tapi sampai hari ini tidak ada tindak lanjutnya. Maka kami mengalihkan laporan ini ke Bareskrim Mabes Polri, sehingga tidak ada conflict of interest. Kalau ditangani KPK kami duga ada conflict interest, sehingga kami alihkan ke sini," kata Amin.
Lebih jauh, Amin menuturkan, terkait bukti yang sudah diserahkan hari ini adalah rekaman sidang Pansus Angket KPK dan beberapa pemberitaan di media, baik media elektronik online maupun cetak.
"Karena sudah menjadi konsumsi publik, jadi isu ini harus diklarifikasi dengan cara projusticia. Jadi kalau tidak diklarifikasi dengan cara projusticia, maka isu ini hanya menjadi isu yang merugikan semua pihak khususnya masyarakat."
"Kalau ditemukan bukti permulaan lalu ditindaklanjuti dengan penyidikan maka ini kasus akan menjadi clear. Publik akan menjadi paham apakah ini sebatas isu yang sekadar dihembuskan atau ini merupakan fakta yang harus ditelusuri oleh aparat penegak hukum," papar Amin.
(kri)