Blokir Telegram, Pemerintah Sekarang Disebut Rezim Paranoid
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah telah memutus akses 11 domain name system (DNS) milik Telegram yang ada di Indonesia. Langkah tersebut tidak berhenti, sebab ke depan media sosial seperti Youtube dan Facebook disebut juga dapat menjadi sasaran pemblokiran apabila tetap ditemukan ada konten hoax dan radikalisme.
Wakil Ketua DPR Fadli Zon saat ditemui di Jakarta, menyebut langkah ini sebagai tindakan ketakutan berlebih (paranoid) pemerintah tanpa didasari logika yang tepat.
"Ini karena paranoid, ini rezim paranoid. Pemerintah logikanya sangat menyedihkan," kata Fadli saat menjadi pembicara diskusi Polemik Sindo Trijaya Radio "Cemas Perppu Ormas", di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (15/7/2017).
Menurut Fadli Zon, penutupan Telegram yang didasari alasan digunakan untuk penyebaran paham terorisme tidak tepat. Sebab, apabila pemikiran semacam itu yang digunakan maka hal-hal lain yang berkaitan dengan media penyebaran paham yang dianggap menyimpang juga harus dihilangkan.
"Kalau begitu panci juga dilarang dong, karena dipakai oleh teroris," ucap politikus Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) ini.
Fadli berharap, pemerintah bisa lebih bijak dan rasional dalam menyikapi media yang digunakan sebagai tempat penyebaran paham yang dianggap bertentangan tersebut. Sebab bukan medianya menurut dia yang ditutup, melainkan pahamnya yang harus diantisipasi.
"Ini satu kemunduran dalam kepemimpinan nasional kita," tambah Fadli.
Wakil Ketua DPR Fadli Zon saat ditemui di Jakarta, menyebut langkah ini sebagai tindakan ketakutan berlebih (paranoid) pemerintah tanpa didasari logika yang tepat.
"Ini karena paranoid, ini rezim paranoid. Pemerintah logikanya sangat menyedihkan," kata Fadli saat menjadi pembicara diskusi Polemik Sindo Trijaya Radio "Cemas Perppu Ormas", di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (15/7/2017).
Menurut Fadli Zon, penutupan Telegram yang didasari alasan digunakan untuk penyebaran paham terorisme tidak tepat. Sebab, apabila pemikiran semacam itu yang digunakan maka hal-hal lain yang berkaitan dengan media penyebaran paham yang dianggap menyimpang juga harus dihilangkan.
"Kalau begitu panci juga dilarang dong, karena dipakai oleh teroris," ucap politikus Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) ini.
Fadli berharap, pemerintah bisa lebih bijak dan rasional dalam menyikapi media yang digunakan sebagai tempat penyebaran paham yang dianggap bertentangan tersebut. Sebab bukan medianya menurut dia yang ditutup, melainkan pahamnya yang harus diantisipasi.
"Ini satu kemunduran dalam kepemimpinan nasional kita," tambah Fadli.
(maf)