Tuduhan Jaksa Yulianto terhadap HT Lemah Secara Bahasa dan Hukum
A
A
A
SOLO - Pakar bahasa Indonesia Dwi Purwanto mengatakan, pesan singkat atau SMS yang dikirimkan Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo (HT) kepada Kasubdit penyidikan Kejaksaan Agung Yulianto itu hanya ungkapan kekesalan.
Dwi menilai Hary Tanoe kesal karena dikait-kaitkan dengan kasus Mobile 8. Padahal, dari bahasa yang dikirimkan melalui SMS itu, HT ingin menyatakan kalau MNC Media tidak terlibat sama sekali.
"Saya bahkan sudah bertanya pada Dekan Fakultas Hukum untuk menanyakan SMS Hary Tanoe. Katanya, SMS itu tidak ada ancaman sama sekali," terang Dwi yang juga Dosen Bahasa Indonesia di UNS, Solo, Jawa Tengah baru-baru ini.
Menurut Dwi, ini terlihat dari paragraf satu dari SMS yang dikirimkan HT kepada Jaksa Yulianto. Pada paragraf pertama jelas sekali menggambarkan ada kejadian yang tidak mengenakan dialami oleh Hary Tanoe.
"Pahami paragraf satu dari SMS itu. Di situ terlihat sekali bila Pak Hary kesal dikaitkan dengan Mobile 8. Pak Hary meminta untuk dibuktikan. Iya toh gitu bunyi paragraf pertama," ungkapnya.
Kemungkinan, penyidik menetapkan status tersangka pada Hary Tanoe, ungkap Dwi, melihat pada paragraf ke dua dan ketiga dari SMS tersebut. Kalau ditarik dalam bahasa Indonesia, kalaupun SMS itu dikaitkan dengan ancaman itu sangat lemah sekali.
"Mungkin tindak pidana yang menyidik Pak Hary itu memfokuskan pada paragraf SMS kedua dan tiga. Padahal bila ditarik ke hukum, itu tidak mungkin terlaksana, karena tidak ada hubungannya antara Pak Hary dengan Pak Yulianto. Karena apa, satu jaksa satu pengusaha kok. Terus kaitannya apa," ungkapnya.
Kecuali, antara Hary Tanoe dengan Yulianto itu ada hubungannya, itu bisa saja. Dwi mengambil contoh, semisal dirinya mengatakan pada mahasiswanya untuk memberikan nilai jelek. Itu baru ada hubungannya.
"Misal saya bilang pada mahasiswa saya 'awas kamu saya beri nilai jelek' nah itu baru ada hubungannya. Atau bapak ke anak, 'awas yen nakal ora tak beliin tas' (awal kalau nakal, tidak akan dibelikan tas) itu ada hubungannya. Itu baru namanya ancaman," terangnya.
Dengan demikian, kata dia, tuduhan SMS itu mengancamsangat lemah sekali atau dalam dunia akademik disebut conditional sentence. Artinya, SMS itu memuat kalimat bersyarat. Syaratnya itu sendiri saja tidak terpenuhi.
"Lha wong Pak Hary Tanoe itu bukan pejabat negara dan bukan apa-apa serta tidak ada kaitannya dengan statusnya Pak Yulianto. Jadi untuk pidanannya susah sekali untuk mengatakan Pak Hary Tanoe itu mengancam," tuturnya.
Dwi menilai Hary Tanoe kesal karena dikait-kaitkan dengan kasus Mobile 8. Padahal, dari bahasa yang dikirimkan melalui SMS itu, HT ingin menyatakan kalau MNC Media tidak terlibat sama sekali.
"Saya bahkan sudah bertanya pada Dekan Fakultas Hukum untuk menanyakan SMS Hary Tanoe. Katanya, SMS itu tidak ada ancaman sama sekali," terang Dwi yang juga Dosen Bahasa Indonesia di UNS, Solo, Jawa Tengah baru-baru ini.
Menurut Dwi, ini terlihat dari paragraf satu dari SMS yang dikirimkan HT kepada Jaksa Yulianto. Pada paragraf pertama jelas sekali menggambarkan ada kejadian yang tidak mengenakan dialami oleh Hary Tanoe.
"Pahami paragraf satu dari SMS itu. Di situ terlihat sekali bila Pak Hary kesal dikaitkan dengan Mobile 8. Pak Hary meminta untuk dibuktikan. Iya toh gitu bunyi paragraf pertama," ungkapnya.
Kemungkinan, penyidik menetapkan status tersangka pada Hary Tanoe, ungkap Dwi, melihat pada paragraf ke dua dan ketiga dari SMS tersebut. Kalau ditarik dalam bahasa Indonesia, kalaupun SMS itu dikaitkan dengan ancaman itu sangat lemah sekali.
"Mungkin tindak pidana yang menyidik Pak Hary itu memfokuskan pada paragraf SMS kedua dan tiga. Padahal bila ditarik ke hukum, itu tidak mungkin terlaksana, karena tidak ada hubungannya antara Pak Hary dengan Pak Yulianto. Karena apa, satu jaksa satu pengusaha kok. Terus kaitannya apa," ungkapnya.
Kecuali, antara Hary Tanoe dengan Yulianto itu ada hubungannya, itu bisa saja. Dwi mengambil contoh, semisal dirinya mengatakan pada mahasiswanya untuk memberikan nilai jelek. Itu baru ada hubungannya.
"Misal saya bilang pada mahasiswa saya 'awas kamu saya beri nilai jelek' nah itu baru ada hubungannya. Atau bapak ke anak, 'awas yen nakal ora tak beliin tas' (awal kalau nakal, tidak akan dibelikan tas) itu ada hubungannya. Itu baru namanya ancaman," terangnya.
Dengan demikian, kata dia, tuduhan SMS itu mengancamsangat lemah sekali atau dalam dunia akademik disebut conditional sentence. Artinya, SMS itu memuat kalimat bersyarat. Syaratnya itu sendiri saja tidak terpenuhi.
"Lha wong Pak Hary Tanoe itu bukan pejabat negara dan bukan apa-apa serta tidak ada kaitannya dengan statusnya Pak Yulianto. Jadi untuk pidanannya susah sekali untuk mengatakan Pak Hary Tanoe itu mengancam," tuturnya.
(dam)