Kasus SMS Hary Tanoe Bisa Jadi Bumerang bagi Penegak Hukum
A
A
A
JAKARTA - Langkah Polri menetapkan Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo sebagai tersangka atas laporan Jaksa Yulianto terus menuai kritik.
Kali ini kritik datang dari Presiden Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Riyan Hidayat.
Menurut dia, penegak hukum perlu lebih cermat dan bijak sebelum menetapkan Hary Tanoe sebagai tersangka. Dia mengatakan perlu kajian mendalam, baik dari para pakar hukum maupun ahli bahasa dan pakar psikologi.
"Misalnya, benarkah SMS HT ini mengandung unsur ancaman dari sisi hukumnya?" kata Riyan kepada SINDOnews, Selasa 4 Juli 2017. (Baca juga: Pakar Hukum Pidana: SMS Ketum Perindo Tak Mengandung Unsur Pidana )
Apalagi, lanjut dia, tuduhan ancaman berbentuk tekstual, bukan verbal secara langsung. Lagipula, kata dia, sulit untuk mengidentifikasi "nada atau intonasi" seseorang dalam mengirim pesan teks.
"Sekali lagi ini susah dibuktikan, sehingga penetapan HT sebagai tersangka ini sangat terburu-buru dan seolah ada kekhawatiran politik tertentu," ujarnya.
Alhasil, menurut dia, wajar jika banyak opini yang menilai kasus SMS yang dilaporkan Jaksa Yulianto itu sangat politis. "Penetapan tersangka yang terburu-buru ini berpotensi menjadi bumerang bagi penegak hukum," ungkap Riyan.
Apalagi, kata dia, jika penetapan tersangka digugurkan dalam sidang praperadilan. Hal tersebut dikatakannya akan membuat citra penegak hukum menjadi buruk.
"Untuk itulah kami ingatkan agar penegak hukum harus hati-hati dan cermat dalam menyelesaikan suatu kasus. Jangan sampai salah hitung apalagi salah baca," ujarnya.
Menurut penilaiannya tidak ada unsur ancaman dalam SMS Hary Tanoesoedibjo kepada Jaksa Yulianto. Dia pun tidak menampik adanya nuansa politis di balik kasus ini. Terlebih, kata dia, tahun 2017, 2018 bahkan 2019 adalah tahun-tahun politik.
Riyan berharap pemerintah lebih fokus untuk menuntaskan pekerja-pekerjaan yang belum diselesaikan. Jangan sampai negara ini selalu saja disibukkan dengan kisruh politik berkepanjangan.
Dia juga mengingatkan penegak hukum untuk menjalankan tugas penegakan hukum secara adil. "Jangan ada kesan kriminalisasi terhadap siapa pun," ujar Riyan.
Kali ini kritik datang dari Presiden Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Riyan Hidayat.
Menurut dia, penegak hukum perlu lebih cermat dan bijak sebelum menetapkan Hary Tanoe sebagai tersangka. Dia mengatakan perlu kajian mendalam, baik dari para pakar hukum maupun ahli bahasa dan pakar psikologi.
"Misalnya, benarkah SMS HT ini mengandung unsur ancaman dari sisi hukumnya?" kata Riyan kepada SINDOnews, Selasa 4 Juli 2017. (Baca juga: Pakar Hukum Pidana: SMS Ketum Perindo Tak Mengandung Unsur Pidana )
Apalagi, lanjut dia, tuduhan ancaman berbentuk tekstual, bukan verbal secara langsung. Lagipula, kata dia, sulit untuk mengidentifikasi "nada atau intonasi" seseorang dalam mengirim pesan teks.
"Sekali lagi ini susah dibuktikan, sehingga penetapan HT sebagai tersangka ini sangat terburu-buru dan seolah ada kekhawatiran politik tertentu," ujarnya.
Alhasil, menurut dia, wajar jika banyak opini yang menilai kasus SMS yang dilaporkan Jaksa Yulianto itu sangat politis. "Penetapan tersangka yang terburu-buru ini berpotensi menjadi bumerang bagi penegak hukum," ungkap Riyan.
Apalagi, kata dia, jika penetapan tersangka digugurkan dalam sidang praperadilan. Hal tersebut dikatakannya akan membuat citra penegak hukum menjadi buruk.
"Untuk itulah kami ingatkan agar penegak hukum harus hati-hati dan cermat dalam menyelesaikan suatu kasus. Jangan sampai salah hitung apalagi salah baca," ujarnya.
Menurut penilaiannya tidak ada unsur ancaman dalam SMS Hary Tanoesoedibjo kepada Jaksa Yulianto. Dia pun tidak menampik adanya nuansa politis di balik kasus ini. Terlebih, kata dia, tahun 2017, 2018 bahkan 2019 adalah tahun-tahun politik.
Riyan berharap pemerintah lebih fokus untuk menuntaskan pekerja-pekerjaan yang belum diselesaikan. Jangan sampai negara ini selalu saja disibukkan dengan kisruh politik berkepanjangan.
Dia juga mengingatkan penegak hukum untuk menjalankan tugas penegakan hukum secara adil. "Jangan ada kesan kriminalisasi terhadap siapa pun," ujar Riyan.
(dam)