Blunder M Prasetyo, Kurangi Kepercayaan Masyarakat terhadap Hukum
A
A
A
JAKARTA - Blunder yang dilakukan Jaksa Agung M Prasetyo menambah panjang deretan catatan kelam Kejaksaan Agung (Kejagung) selama dipimpin oleh yang bersangkutan. Tercatat selain secara sepihak menuduh Chairman & CEO MNC Group Hary Tanoesoedibjo (HT) sebagai tersangka, politisi Partai Nasdem itu juga beberapa kali kalah saat memimpin lembaganya menghadapi praperadilan atas sejumlah kasus yang ditanganinya.
Menurut Pakar Hukum Universitas Indonesia (UI) Chudri Sitompul, catatan kelam Kejagung ini dapat mengurangi kepercayaan publik akan penegakan hukum di Tanah Air. Apalagi, kasus terakhir menunjukkan ada ketidakberimbangan penegakan hukum yang lebih didasari keinginan tertentu ketimbang menempatkan hukum sebagaimana mestinya.
“Ini kan sangat tendensius sekali (tuduhan terhadap HT). Dan saya kira semakin membuat publik kurang kepercayaan terhadap proses penegakan hukum di Indonesia,” ujar Chudri kepada SINDOnews, Minggu (18/6/2017).
Dia menilai, sangat berbahaya apabila marwah penegakan hukum sudah tidak lagi menjadi panglima. Apalagi yang dikedepankan justru kepentingan politik untuk sekelompok orang.
“Jadi semua bukan berdasarkan hukum tapi berdasarkan keinginan pimpinan,” tegas Chudri.
Chudri menambahkan, situasi saat ini tentu bertolak belakang dengan tujuan dari reformasi yang salah satunya menyasar pada bidang hukum. Pada rezim sebelumnya hukum mengikuti kepentingan politik.
“Saya kira ini bisa menjadi kemunduran sejak era reformasi. Kita tahu gerakan reformasi tumbuh karena hukum mengikuti politik, bukan hukum sebagai panglima tapi politik sebagai panglima,” tambah Chudri.
Menurut Pakar Hukum Universitas Indonesia (UI) Chudri Sitompul, catatan kelam Kejagung ini dapat mengurangi kepercayaan publik akan penegakan hukum di Tanah Air. Apalagi, kasus terakhir menunjukkan ada ketidakberimbangan penegakan hukum yang lebih didasari keinginan tertentu ketimbang menempatkan hukum sebagaimana mestinya.
“Ini kan sangat tendensius sekali (tuduhan terhadap HT). Dan saya kira semakin membuat publik kurang kepercayaan terhadap proses penegakan hukum di Indonesia,” ujar Chudri kepada SINDOnews, Minggu (18/6/2017).
Dia menilai, sangat berbahaya apabila marwah penegakan hukum sudah tidak lagi menjadi panglima. Apalagi yang dikedepankan justru kepentingan politik untuk sekelompok orang.
“Jadi semua bukan berdasarkan hukum tapi berdasarkan keinginan pimpinan,” tegas Chudri.
Chudri menambahkan, situasi saat ini tentu bertolak belakang dengan tujuan dari reformasi yang salah satunya menyasar pada bidang hukum. Pada rezim sebelumnya hukum mengikuti kepentingan politik.
“Saya kira ini bisa menjadi kemunduran sejak era reformasi. Kita tahu gerakan reformasi tumbuh karena hukum mengikuti politik, bukan hukum sebagai panglima tapi politik sebagai panglima,” tambah Chudri.
(kri)